Lingga Baganti- 13

908 101 6
                                    

Dahulu, ada sebuah pementasan seni teater yang tidak bisa dilewatkan oleh Lingga Baganti setiap tahunnya. Para penari dari sanggar tari Lingga Baganti, juga beberapa pemain lakon mengisi acara yang akan dilangsungkan hingga tengah malam itu.

Teater ini diadakan untuk merayakan hari panen, di mana selain pertunjukan seni, para masyarakat yang hadir juga akan membawa sedikit hasil panen mereka untuk ditukarkan.

Acara itu berlangsung beberapa tahun, sebelum dihentikan setelah peristiwa mengerikan yang menimpa Lingga Baganti dahulu.

★★★

M

alam ini adalah malam panen, para masyarakat berkumpul di depan gedung Lingga Baganti untuk menyaksikan pertunjukan teater yang dilakukan setiap tahunnya.

Malam yang penuh kerlap, dengan sinar lilin juga api obor yang menjadi penerangan. Para penari dengan pakaian penuh manik-manik mengkilap berjalan ke sana ke mari penuh kesibukan mempersiapkan penampilan mereka. Ada juga yang memakai pakaian bulu seperti angsa.

Mereka sibuk berlatih, bernyanyi dan menari. Panitia acara juga sangat sibuk, membawa barang-barang besar properti acara yang pasti sangat merepotkan.

Tepat di belakang panggung, para penari dengan kostum angsa baru saja dikumpulkan. Seorang panitia terlihat marah-marahnya kepada sekelompok angsa putih itu. Semuanya menunduk, takut terkena semprot amarah yang meluap-luap.

Panitia itu menghela napas kesal, lalu mengacak rambutnya frustasi. Kekesalannya malam ini hanya ada satu alasan, sang angsa hitam yang tiba-tiba menghilang.

Ya, pemeran utama dari tarian mereka, seorang gadis dengan kostum angsa hitam yang telah didandani begitu anggun, tiba-tiba menghilang setelah izin pergi ke kamar kecil. Tidak ada yang tahu di mana dia, tidak ada jejak atau apapun yang menjadi petunjuk tentang keberadaan sang angsa hitam.

Apalagi, pertunjukan akan segera dimulai. Bagaimana bisa para angsa putih menarikan tarian kemolekan angsa hitam tanpa si angsa hitam?

Sedangkan jauh di tempat lain, di Lingga Baganti yang gelap gulita tanpa penerangan sedikitpun, tepat di ruangan yang bertuliskan sanggar tari Lingga Baganti, sekelompok gadis tengah berkumpul.

Ah bukan, lebih tepatnya tengah merundung seseorang.

Wajah campuran bangsa barat sangat jelas terpatri di wajah seorang gadis di antara teman-temannya itu. Memandang tajam pada gadis lainnya yang tengah sendirian.


"Saya tidak tahu kenapa Jim memilih kamu sebagai angsa hitam, sedangkan saya lebih pantas dari kamu," ucapnya angkuh, gadis blesteran itu mengibaskan rambut pirangnya.

Sedangkan gadis yang tengah dirundungnya tersebut, sang angsa hitam yang tengah dicari-cari, ia semakin memundurkan langkahnya.

"Karena saya bekerja keras, saya berlatih siang dan malam untuk peran ini. Saya tidak merengek kepada ayah saya untuk mengambil peran gadis lain," ujarnya sangat lantang meskipun wajahnya jelas menampilkan ketakutan.

"HEI!"

Tentu saja gadis blesteran itu tak terima, gadis di depannya ini baru saja menghinanya.

"Berani sekali gadis pribumi seperti kamu mengatakan hal seperti itu, ayah saya bahkan bisa menurunkan jabatan ayah kamu!"

"Justru ayah kamu lah yang benalu!"

"Berani sekali mulutnya, beri saja dia pelajaran Alene." Salah satu teman gadis blesteran itu ikut memanasi.

Gadis blesteran bernama Alene itu langsung maju ke depan, sedangkan gadis angsa hitam bernama Serika itu tidak bisa mundur lagi, dia telah menabrak dinding di belakangnya.

Alene mencengkram lengan Serika, menatapnya tajam seakan ingin menguliti gadis itu hidup-hidup.

"Saya sama sekali tidak suka ada orang yang menghina keluarga saya," tekannya.

"Tapi kamu yang lebih dahulu menghina keluarga saya, Alene."

Bunyi tamparan yang sangat keras seketika terdengar. Kepala Serika yang tertoleh menjelaskan siapa yang baru saja ditampar.

Tangan Alene terasa panas setelah mendarat di pipi Serika, tapi bukannya kesakitan, ia mengangkat sudut bibirnya penuh kemenangan.

"Ivonne, Adri, ambil kostum angsa hitamnya, saya akan menggantikan gadis sialan ini di pertunjukan."

Alene lalu mundur, membiarkan dua dari empat temannya bekerja melucuti gadis malang itu.

Alene tersenyum lebar ketika melihat Serika meronta, bahkan gadis itu menangis memohon kepada Alene untuk melepaskannya.

Tapi Alene hanya memutar bola matanya jengah, setelah mendapatkan kostum angsa hitam di tangannya, ia dan empat teman lainnya segera pergi dari ruangan itu. Dari pintu, Alene lagi-lagi memberikan senyumannya kepada Serika, terkekeh ketika melihat gadis itu berusaha menutupi tubuhnya.

Sebelum pintu itu tertutup, Alene lebih dahulu mengucapkan salam perpisahan.

"Tot ziens. Sampai bertemu di hari pertama sekolah, itupun kalau kamu bertahan sampai enam bulan lagi."

★★★

"Sasta, Lo bisa kerja yang bener gak sih hah?! Lo gak tahu kalau kita benar-benar butuh banget properti ini hari ini? Mana harganya mahal banget lagi."

Semua pasang mata tertuju padanya, ada yang menatap sinis, datar bahkan kasihan. Sedangkan gadis yang baru saja dimarahi itu sibuk menunduk, melontarkan maaf kepada seseorang di depannya.

"Maaf Lo gak guna tahu gak, toh cermin ini gak akan kembali seperti semula."

Ya, gadis bernama Sasta itu baru saja memecahkan sebuah cermin mewah yang akan timnya gunakan sebagai properti.

"Maaf Cia, gue gak enak badan hari ini, gue gak bisa-"

"Gue gak peduli sama alasan bodoh Lo itu, kalau Lo gak bisa kerja, dari awal gak usah masuk klub drama!"

Seseorang tidak jauh dari sana terkekeh. "Cia, Lo tau sendiri kan kalau awalnya dia audisi buat jadi aktris, tapi karena gak keterima, akhirnya dia jadi seksi perlengkapan. Dia pasti dongkol karena itu."

Tawa mengiringi ucapan gadis barusan, jelas sekali itu ejekan yang menyakitkan hati.

Sasta menggeleng. "Gak kok, gue benar-benar gak enak badan."

"Setiap kali Lo ngelakuin kesalahan, kenapa alasannya selalu gak enak badan? Apa setiap kerja badan Lo itu sakit mulu?" ujar gadis itu lagi.

Sasta hanya diam, ia benar-benar tidak berbohong perkata tidak enak badan. Tubuhnya memang rentan, tapi ia selalu ingin menampilkan yang terbaik meskipun pekerjaannya hanyalah sebagai seksi perlengkapan.

Gadis yang dipanggil Cia itu menghela napas, ia memijit pelipisnya pening.

"Sekarang mending Lo temuin Jonathan deh, gue gak mau kena semprot lagi gara-gara Lo. Sekarang Lo yang harus mempertanggungjawabkan perbuatan lo."

★★★

Mulai sekarang, jadwal update tidak menentu. Kalau chapternya siap, akan langsung di up.

Lingga BagantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang