Bab 5

100 6 0
                                    

Rasanya seperti sebuah pisau menghunus tepat dijantung Grace kala kalimat menyakitkan itu memenuhi indra pendengarannya. Seluruh persendiannya seolah luluh lantak, tulang belulang dalam tubuhnya sudah tak mampu menopang lagi beban tubuhnya. Di dalam kebungkamannya, Grace merasa sudah tidak lagi bernyawa. Sungguh, kalimat cinta barusan menjadi kalimat termenyakitkan yang pernah di dengarnya. Kalimat cinta yang ia dengar bukan untuk dirinya. Kalimat cinta yang Alvian ungkapkan bukan untuk Grace melainkan untuk gadis lain. Pria yang Grace cintai mengakui dirinya mencintai gadis lain. Akan lebih baik hunus ia dengan pisau sungguhan di banding ia harus di hunus oleh pernyataan cinta dari pria yang cintai.

Grace membiarkan cairan bening itu kembali membasahi pipinya. Tanpa ada niat untuk menyeka apa lagi menghentikan tangisnya. Grace hanya termenung dengan tatapan kosong seolah dapat menembus apa pun yang ditatapnya. Isakannya sudah tak terdengar dari beberapa waktu lalu hanya saja kedua matanya yang tidak henti terus menghasilkan cairan bening. Sejauh apa pun matanya memandang, tapi tetap hanya tatapan kosong yang Grace tunjukkan. Tiba-tiba saja, wajah itu menyunggingkan senyum sesaat. Namun bukan senyum sebagaimana wujud dari rasa bahagia melainkan sebuah senyum kecut, senyum penuh kesedihan. Ia membayangkan betapa nasibnya terlalu menyedihkan. Memiliki tunangan yang melupakan dirinya, dan hal termenyedihkan selanjutnya, kenyataan bahwa prianya mencintai gadis lain. Pengakuan pria itu seketika menghempaskan Grace dari semua mimpi-mimpi yang pernah ia rangkai. Mimpi hidup bahagia bersama Alvian sepertinya segera harus ia lupakan. Kenyataan bahwa perasaan pria itu sudah berubah tidak bisa di sangkal lagi. Dan tidak ada yang bisa Grace lakukan untuk mengubah itu.

'Secepat itukah perasaanmu berubah? Hanya karena ingatanmu hilang, apakah hal itu juga membuat kau kehilangan perasaanmu? Aku tidak tau apa yang harus ku lakukan? Haruskah aku melupakan semuanya atau bertahan untukmu? Segeralah kembali. Aku mencintaimu Al.' Tangis gadis itu dalam hatinya.

***

Alicia menggumamkan kata terima kasih sesudah ia memberikan struck pembayaran kepada pengunjung kafenya itu. Hari ini ia bertindak sebagai kasir di kafenya sendiri di karenakan pegawainya yang biasanya menempati posisi kasir tidak dapat bekerja hari ini. Sehingga untuk hari ini Alicia-lah yang mengambil alih tugas menangani pembayaran di kafenya. Gadis itu melirik jam di tangan kirinya. Ia sudah bekerja dari pagi hari dan ternyata cukup melelahkan bekerja sebagai kasir.

"Jika kau lelah beristirahatlah dulu. Biar saya yang menggantikannya," papar salah satu pegawai kafe begitu menyadari raut lelah di wajah atasannya itu.

"Baiklah. Ini sudah hampir pukul enam. Sudah saatnya aku pulang," pegawainya itu mengangguk mengerti. Sementara Alicia langsung membalikkan badan dan berjalan meninggalkan meja kasir sampai satu suara menghentikan pergerakannya yang akan memasuki ruang istirahat. Kedua mata Alicia mendapati pria tampan yang sudah dua hari tidak dilihatnya itu berdiri beberapa langkah dari posisinya. Pria itu tersenyum melihat ekspresi kaget di wajah Alicia. Gadis itu termangu untuk beberapa saat. Bukan, bukan termangu tapi lebih tepatnya terpesona pada pria berjas di depannya itu. Karena terlalu terpesona hingga Alicia bahkan tidak menyadari Alvian sudah tepat di depan tubuhnya. Penampilan pria itu sudah berhasil melumpuhkan kinerja otak Alicia. Dengan setelan jas hitam yang melapisi kemeja putih benar-benar berhasil membuat Alicia menampilkan wajah bodohnya. Lihatlah, hingga detik ini pun gadis itu belum bisa mengalihkan tatapannya dari tubuh pria itu. Dan itu membuat Alvian terkikik geli untuk kesekian kalinya.

"Aku tidak menyangka kedatanganku kesini hanya disambut dengan wajah bodoh dari kekasihku. Ku kira akan ada sebuah pelukan hangat yang kudapat setelah dua hari tidak bertemu," ucap Alvian di iringi senyum di wajahnya. Alicia menganggap perkataan Alvian hanya sebuah gurauan. Tapi di lain sisi Alvian sungguh-sungguh dengan ucapannya. Ia tengah mengharapkan sebuah pelukan dari kekasihnya itu. Hal yang terjadi di detik selanjutnya benar-benat membuat Alicia geram sekaligus senang. Alvian merengkuh dirinya tanpa berkata-kata lagi. Sedikit kesal dengan prilaku Alvian yang berhasil membuat mereka menjadi tontonan pegawai Alicia. Tapi tak di sangkalnya bahwa ia pun merasa bahagia bisa memeluk tubuh pria itu. Terutama bahagia karena pria itu masih mengingat dirinya meski ia telah kembali pada kehidupannya yang sebenarnya.

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang