Bab 8

120 6 0
                                    

Kesekian kalinya, cairan bening itu kembali jatuh menghiasi pipi mulusnya. Inilah waktunya. Grace sudah benar-benar kehilangan Alvian. Hari ini, hari pernikahan pria itu. Hari paling menyakitkan bagi Grace. Jarum jam pun telah menunjukkan waktu sepuluh lewat. Sudah. Grace sudah kehilangan prianya, kehilangan cintanya, kehilangan kebahagiannya, kehilangan mimpinya, kehilangan separuh jiwanya. Kini Alvian pasti sudah menjadi milik gadis lain. Alvian-nya sudah memandang status baru sebagai seorang suami. Bukan suaminya, tentu saja. Grace tau itu. Dan hal tersebut-lah yang membuat cairan hangat itu terus mengalir dari sudut matanya. Di sana, Alvian sedang menjalani serangkaian upacara pernikahan untuk menjadikan Alicia sebagai istrinya sementara Grace, hanya bisa menangis sambil menatapi puluhan foto dirinya dan Alvian. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mengalihkan pikirannya. Seharusnya Grace-lah yang berdiri di sebelah Alvian untuk mengucapkan janji suci pernikahan bersama Alvian tapi sayang, itu hanya dalam khayalan Grace. Pada kenyataannya, Alvian telah bersanding dengan gadis lain. Bukan dirinya. Grace tak kuasa menahan isak tangisnya yang sejak tadi ia tahan. Hatinya sudah tak mampu memendamnya lagi. Sakitnya begitu menusuk hati hingga ke dalam-dalamnya dan Grace tidak sanggup lagi. Ia menumpahkan tangisnya, meluapkan segala kesakitan yang dirasakannya. Sambil terus memeluk album foto berisi kenangan dirinya dan Alvian, Grace bergelut di atas tempat tidurnya dengan posisi layaknya sebuah janin dalam rahim.

***

Sementara di lain tempat, bertepatan ketika waktu menunjukkan pukul sepuluh tepat. Dan inilah waktunya. Upacara pernikahan itu sudah dimulai. Di awali dengan sedikit sambutan dari pembawa acara, dilanjutkan kesediaan pempelai pria untuk berdiri di atas altar. Riuh tepuk tangan membanjiri seisi ballroom luas ini ketika pria ber-tuxedo hitam tersebut menjejaki langkah di atas altar. Alvian nampak tampan dan gagah mengenakan tuxedo beserta dasi hitam kupu-kupu di lehernya. Semua wanita pasti terpukau melihatnya. Ia sudah berdiri di ujung altar, di depan seorang pendeta. Pembawa acara kembali berucap, sekarang giliran pempelai wanita yang menaiki altar. Dari ujung sana, Alvian sudah dapat melihat gadisnya berbalut gaun pengantin berwarna putih salju. Seiring laju langkah yang tercipta dari kaki gadis itu, membuat Alvian semakin jelas melihat wajah calon istrinya. Tapi ada sesuatu yang aneh. Dari sudut penglihatannya, ia melihat bukan wajah Alicia yang biasa dilihatnya. Melainkan sosok wajah lain yang Alvian lihat. Dan wajah itu adalah wajah Grace. Alvian berulang kali mengedipkan mata berusaha menormalkan penglihatannya. Namun nyatanya tak ada bedanya. Wajah Grace semakin jelas dari sudut penglihatannya. Tiba-tiba Alvian merasakan kepalanya terasa sakit. Sakit yang benar-benar sakit. Kilasan-kilasan sosok Grace membayanginya samar-samar, dimana gadis itu tengah tersenyum manis padanya sambil mengenakan gaun pengantin. Tak berhenti disitu, potongan-potongan kebersamaan dirinya dan Grace pun semakin banyak terekam di pikirannya di iringi sakit yang luar biasa di kepalanya. Rasa sakit itu membuat Alvian sudah tidak mampu lagi menopang tubuhnya. Ia terjatuh di atas altar dengan posisi berlutut dan kedua tangan yang memegang kepalanya. Semua orang berteriak panik melihat Alvian. Beberapa orang bergegas menghampiri Alvian termasuk Alicia dan orang tua Alvian untuk melihat keadaan pria itu. Satu detik, dua detik, tiga detik, hingga detik yang ke-empat, tanpa disangka-sangka Alvian dapat kembali menopang diri tanpa bantuan siapa pun. Semua orang tentu terkejut dengan kondisi Alvian yang sekarang ini nampak begitu sehat padahal beberapa detik lalu ia seperti orang kesetanan karena kesakitan. Alvian memandang bingung ke sekitarnya.

"Ada apa ini sebenarnya?" Ia bergumam. Masih dapat di dengar orang sekitarnya.

"Ini hari pernikahanmu Al," ucap papanya.

"Tidak. Ini salah," gumamnya sambil menatap sisi ballroom dimana sebuah figura besar menampilkan gambar dirinya dan gadis yang mengenakan gaun pengantin di depannya.

Pandangannya ia edarkan pada deretan tamu undangan dan berhenti pada sosok sahabatnya, Jordy. Alvian berlari menghampiri Jordy.

"Dimana Grace?! Kau pasti tau kan dimana dia," Tuntut Alvian dengan tidak sabar. Jordy tersenyum meremehkan. Ia menopangkan tubuhnya terlebih dulu sebelum menjawab.

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang