6. Ice Cream

848 124 22
                                    

"Apo!! Kau harus tau ini. Simpan dulu semua pekerjaanmu dan perhatikan aku dengan baik!!"

James duduk dan menarik tubuh Apo agar terfokus penuh pada dirinya, pria berparas tampan itu meraih ponselnya dan menunjukkan sebuah isi chat pada Apo yang masih berekspresi keheranan.

"Lihat, beberapa hari lalu ada seorang mahasiswi yang melaporkan tindak penganiayaan dan pemerkosaan. Namun pihak kepolisian tidak bisa menindak lanjut karena mahasiswi ini seperti orang gila," jelas James.

Apo mengerutkan keningnya tipis, "Maksudmu seperti orang gila itu apa?"

"Mahasiswi ini tidak bisa berbicara dengan teratur, untaian kalimatnya begitu membingungkan. Dan lagi ia tidak mempunyai bukti, setelah itu mahasiswi ini menangis meraung-raung sampai pingsan di kantor polisi."

"Oke... Lalu? Aku harus apa?" Tanya Apo malas.

James berdecak kesal saat Apo tak mengerti akan isi pembicaraan yang ia lakukan, padahal Apo justru dibuat bingung oleh James yang tiba-tiba datang dan berbuat gaduh setelah berpamitan untuk pergi ke rumah sakit menemui Dokter Jimmy. Namun bukannya informasi mengenai Dokter Jimmy yang Apo dapatkan, melainkan informasi kasus lain yang menurut Apo tidak ada kaitannya sama sekali.

"Kau benar-benar tidak terpikir, Apo?"

Apo mendelik acuh, "Tentang?"

"Mahasiswi tersebut."

Helaan nafas kasar terdengar. Kini Apo menatap James dengan sangat tajam membuat pria keturunan China itu mengerjap pelan, "James, apa yang terjadi dengan mahasiswi itu bukan urusan kita. Kasus ini bukan kita yang pegang, jadi jangan ikut campur."

"Tapi mahasiswi ini seorang pekerja di Club Black Heaven, Po."

"Apa kau bilang?" Tanya Apo setelah mendengar penuturan James yang sangat menarik baginya.

James mengedipkan sebelah matanya bangga, "Kali ini aku lebih cerdas darimu. Jadi, mahasiswi ini adalah seorang pekerja di CBH, posisi mahasiswi ini adalah pelayan disana."

"Pelayan...?"

"Ah maksudku Bar Waitress," koreksi James seraya meringis kikuk saat melihat raut wajah Apo yang tidak mengenakkan.

Apo terdiam seraya bertopang dagu setelah mendengar informasi dari James beberapa detik lalu. Isi chat yang ditunjukkan padanya itu berisi tentang keluhan salah satu rekan kerjanya yang menangani pengaduan wanita tersebut, dan Apo dibuat bingung saat mengetahui bahwa wanita yang ternyata seorang pekerja di Club Black Heaven itu berakhir direhabilitasi karena positif narkoba.

"Bagaimana bisa dia positif narkoba jika dia tidak pernah bersentuhan dengan barang-barang seperti itu?" Gumam Apo yang kini memijit pelipisnya pelan.

James mengedikkan bahu, "Justru itu. Saat ini pihak kepolisian baru menyimpulkan bahwa mahasiswi ini memberikan pernyataan palsu."

"Tidak. Kurasa jika dia memang pemakai, dia tidak akan seberani ini datang ke kantor polisi dan melapor tanpa bukti. Aku yakin dia tidak sebodoh itu, James."

"Bisa saja, Po. Dia bermanipulasi agar pihak kepolisian tidak mencurigainya."

"Lalu kenapa dia melapor tentang pelaku pemerkosaan dan penganiayaan dalam kondisi seperti itu? Bukankah itu sama saja dengan bunuh diri?" sergah Apo membuat James terdiam.

Helaan nafas dalam pun terdengar, "Benar juga," gumam James seraya memikirkan apa yang baru saja Apo katakan.

Apo memundurkan kembali kursi yang semula ditarik oleh James, beberapa lembar dokumen berserakan diatas meja lengkap dengan sebuah komputer yang menyala. James pun beranjak dari atas meja milik Apo dan berjalan menghampiri sebuah papan tulis kecil yang penuh dengan tulisan serta foto beberapa orang. 

VENDETTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang