Happy reading ❤️
Starteu~~
-
-
-Peat membawa kakinya melewati tiap pagar rumah di sepanjang gang kecil itu.
"7, 8.." gumamnya sambil menghitung jumlah sumber cahaya. Hal ini telah menjadi kebiasaan bagi Peat, dia bahkan hapal jumlah lampu yang ada di gang kecil menuju rumahnya itu. Tak ada alasan khusus, Peat hanya mencoba untuk tak terlalu memikirkan pulang. Karena jika dia terlalu memikirkan pulang, perjalanan akan terasa semakin lama. Dan Peat benci itu.
"Lampu itu perlu di ganti" ucapannya ketika mendapati salah satu lampu teras dari salah satu rumah terlihat lebih redup dari biasanya.
Langkah Peat menuju rumah selalu sama, selalu diiringi suara jangkrik tiap pulangnya, mungkin karena memang dia sering pulang saat dini hari. Matahari masih jauh dari terbit, karenanya makhluk malam itu terus mengeluarkan suara dengan begitu jelas. Untung tak ada yang terganggu dengan suaranya, bahkan manusia seperti Peat yang masih terjaga saja justru merasa tenang mendengarnya.
Sepertinya jangkrik telah menjadi lullaby bagi gelap dan segala isinya.
Dan Peat akan sesekali bersenandung lagu yang sempat dia dengar di tempat kerjanya hari itu. Sekali lagi, untuk menguranginya memikirkan pulang.
Peat jadi teringat, kalau besok oh! Maksudnya hari ini adalah hari Senin, hari favoritnya. Peat tidak mencoba menjadi sarkas, dia sungguh menyukai hari Senin. Karena Senin artinya dia hanya memiliki satu pekerjaan, dan jam masuknya pada sore hari. Jadi Peat bisa tidur hingga siang.
Itulah sebabnya dia suka Senin. Padahal dulunya dia juga tidak suka Senin. Siapa juga yang suka Senin?! Setelah Minggu, setelah hari libur dan kita harus kembali menghadapi realita? Yeah tentu saja Senin adalah hari yang menyebalkan.
Tapi untuk kasus Peat, dia tak memiliki hari Minggu. Jadi apapun harinya dia harus bekerja dan bekerja.
Mari lupakan soal hari, Peat lelah dengan hanya memikirkan bahwa dirinya tak memiliki hari libur. Dia pun menatap layar ponselnya, menghela nafas lelah. Badannya perlu untuk di istirahatkan sesegera mungkin.
4.02
Sebentar lagi akan segera pagi, matahari akan terbit.
Pria berumur 21 tahun itu menghela nafas untuk kesekian kalinya. Siklus hidupnya benar-benar kacau. Tidur selalu di atas jam 12 malam bahkan kadang Peat harus tidur jam 4 pagi seperti saat ini dan harus kembali bangun jam 7. Jadwal makannya juga sangat jauh dari kata teratur. Peat masih bertanya-tanya kenapa dia belum juga gila, dia bahkan ragu apakah dia akan bertahan sampai kepala empat.
Dia mungkin akan terkena serangan jantung pada umur 30an. Matipun Peat yakin dirinya akan masuk neraka.
Tapi persetan dengan semua itu, sekarang yang terpenting baginya adalah kerja, kerja, dan kerja. Dia tak akan menjadi kaya hanya karena dia bekerja begitu banyak, tapi setidaknya adiknya bisa lulus SMA mungkin kuliah. Jadi karena itu ia harus bertahan, untuk ibu dan adiknya.
Untuk detik ini, satu-satunya hal yang diinginkan Peat adalah segera sampai di rumah, ingin segera menyentuh kasur tua di kamar kecilnya. Jadi langkah Peat hampir menjadi lari jika saja dirinya tak terkejut setengah mati akibat penampakan yang dia dapatkan.
Peat pikir perjalanannya malam itu akan menjadi perajalanan seperti yang sudah-sudah, damai, tenang dan suara jangkrik. Tapi Peat malah melihat sosok pria paruh baya yang tergeletak di pinggir jalan. Peat mendekati orang itu, rupanya salah satu tetangganya, paman Sam. Pasti dia mabuk lagi, dan sekarang dia tertidur nyenyak, Peat dapat melihat dadanya yang naik turun dengan teratur.
Penampilan tetangganya itu sangat berantakan.
"Kau perlu mandi paman"
Ya, mandi yang banyak. Peat hampir bisa mencium bau alkohol yang menyatu dengan bau badan dari tetangganya itu.
Dan dari semua itu yang paling menjadi perhatian Peat bukanlah penampilannya yang acak-acakan ataupun baunya, melainkan bagaimana damainya wajah yang sedang tertidur itu. Seolah tak akan ada yang akan berani mengganggu tidurnya, pria yang kerap di panggil Sam itu bahkan mengigau sambil tersenyum dalam tidurnya.
Enak sekali hidupnya.
"Wah bagaimana bisa aku iri pada orang seperti ini"
Peat sekali lagi menatap pada orang yang tergeletak didepannya, "aku juga ingin minum-minum sampai mabuk, sampai aku melupakan segalanya. Itu pasti menyenangkan"
Dia menghela nafas sambil dengan cepat menggelengkan kepalanya, menepuk pipinya sendiri dengan lumayan keras sambil menengadah menatap lampu jalan yang bersinar temaram.
"Sial! aku hampir saja menangis"
Diapun memutuskan untuk segera pergi dari hadapan tetangganya itu.
Sepanjang perjalanan Peat terus menyemangati dirinya sendiri, "ayo semangat Peat! Kau pasti bisa! Kau kuat Peat! Kau hebat Peat...kau....
Langkah Peat semakin pelan.
...kau...kau menyedihkan Peat"
Langkahnya pun berhenti untuk kesekian kalinya, entah kenapa tiba-tiba saja dirinya merasa begitu lelah hingga rasanya Peat kesulitan untuk meneruskan langkahnya. Dadanya juga terasa sesak.
"Astaga kenapa aku malah menangis sih! Peat kau berjanji hanya akan menangis seminggu sekali!"
Dia mencoba untuk menghapus air matanya, tapi air matanya justru semakin deras.
"Berhenti menangis mata sialan! Kumohon"
Peat memukul dadanya sekeras mungkin, berharap sesak yang dia rasakan segera hilang. Tapi apapun yang Peat lakukan, sekeras apapun dia mencoba, Peat merasa semua itu tak ada gunanya. Sesak di dadanya masih begitu jelas dia rasa dan Peat masih juga tak bisa menghentikan air matanya.
Peat tak ingin menangis seperti ini! Dia lelah menangisi hidup sialannya. Menangis tak akan memperbaiki apapun, Peat hanya ingin merasakan damai untuk sejenak. Tapi kenapa rasanya sangat sulit!
Kenapa dirinya harus selemah ini!
"Ayolah Peat, semuanya akan baik-baik saja. Ayo berhenti menangis" ucapannya pada diri sendiri.
Sampai kapan dia harus seperti ini? Kenapa dirinya harus menderita seperti ini?
Apakah tuhan begitu membenci dirinya? Apakah Peat benar-benar telah melakukan kesalahan yang begitu besar di kehidupan sebelumnya?
Kenapa hidupnya harus sekonyol ini?
TBC.
Note :
Chap paling susah yang aku tulis sejauh ini :)
Hope u guys like it.
Saran dah kritik nya yaaa
Votmennya juga boleh :)
Bye see u next chap!
KAMU SEDANG MEMBACA
under the light | FortPeat
FanfictionFort menemukan dirinya terpukau pada sosok yang sedang menari tepat dibawah lampu jalan malam itu. Dan Peat pikir waktu seakan berhenti ketika tepat di bawah lampu jalan malam itu sosok itu tersenyum dengan sangat bahagia. Untuk nama karakter, tempa...