Bab 20 Mama dan vani membantah tuduhan Asya

65 19 11
                                    

"Hidup dipenuhi oleh orang orang munafik, yang terbungkus rapi dengan tutur kata yang baik."
Asya Aurelia


***


15 menit kemudian, Asya pun telah sampai di depan rumahnya.

"Makasih ya Andrew, tumpangannya," ucap Asya.

"Oke, sama sama. Oh iya, semangat," balas Andrew, coba menguatkan gadis itu.

Asya hanya menanggapi perkataan Andrew tersebut dengan senyum sambil mengangguk.

"Kalo kamu butuh aku, telepon aja," Andrew siap, kapan pun jika dibutuhkan Asya.

"Buat apa?" tanya Asya sambil menaikan satu alisnya.

"Ya kalo kamu merasa sendiri, gak ada tempat untuk cerita, aku bisa kok jadi teman sekaligus tempat cerita keluh kesah kamu," jawab Andrew.

"Heh, gue lagi nangis aja, lo masih sempat sempatnya ngajakin gue makan. Itu yang namanya tempat cerita? Yang ada itu bukannya ngasih solusi, malah bikin gue tambah sedih," sambung Asya.

Andrew sambil menggaruk kepala "Hehe. Seenggaknya dengan kita makan, sedihnya jadi berkurang kalo perut kenyang," tutur Andrew.

"Pinter juga otak lo. Tapi kalo kita udah makan nih, terus makan lagi, yang ada malah kekenyangan dong kita. Bawaannya jadi mau BAB." Asya terkekeh sambil menepuk bahu Andrew.

"Ini nih, kalo ngomong suka bener. Ya gakpapa sih, sekali kali nyenangin diri sendiri," jawab Andrew tersenyum.

"Hm, oke deh. Ya udah, pulang sana. "

"Iya, aku pulang dulu ya.. " Andrew membunyikan klaksonnya.

Asya tersenyum sambil melambaikan tangannya ke Andrew. "Hati hati. "

Asya pun langsung masuk rumah dan berjalan memasuki kamarnya.

"Assalamualaikum," ucap Asya sambil membuka pintu.

"Walaikumsallam," sahut Mama dan Vani serentak.

"Sya gue nungguin lo tau, lama banget sih lo pulang," ucap Vani.

Asya hanya tersenyum menanggapi perkataan Vani dan langsung masuk kamar.

Vani yang merasa aneh atas sikapnya Asya. "Asya kenapa ya Tante? Kok dia jadi diam begitu. Gak kayak biasanya deh,"

"Udah, biarin aja. Mungkin dia lagi capek," sahut mama, tidak terlalu memikirkan anaknya itu.

"Oh gitu ya Tante, oke deh."

Dari setelah Asya pulang sekolah hingga esok hari, ia tak kunjung keluar kamar. Vani pun bertanya tanya pada mamanya Asya, atas keanehan sikap Asya hari itu.

"Tante, ini Asya beneran gak keluar kamar semalaman. Gak bosen apa dia dikamar terus, gak mau ikut sarapan bareng apa?" ucap Vani.

"Tunggu bentar ya, Tante panggil Asya dulu," jawab mama dan langsung berjalan menuju kamar Asya.

"Tok.. Tok.. Tok.. "

"Asya?! Kamu gak mau ikut sarapan bareng apa? Dari semalam kok gak keluar kamar, gak laper apa kamu," seru mamanya Asya.

"Iya, sebentar lagi Asya keluar!" sahutnya.


***


Tak berapa lama kemudian, Asya pun keluar dan langsung berjalan ke meja makan.

"Sya, lo gak capek apa dikamar terus dari kemarin. Gerah tau," ucap Vani.

"Van, lo bisa diam gak sih. Gue pusing dengarnya," jawab Asya dengan wajah dingin.

Vani pun terdiam.

"Sya, kamu kenapa ngomong gitu ke Vani. Orang dia cuma nanya baik baik, malah dijawab kayak begitu," ucap mamanya Asya dengan wajah mengkerut.

"Sekarang Asya mau nanya sama mama.."

"Nanya apa?" ucap mama.

"Mama kenapa nyuruh Ranti buat jauhin Asya? Ranti gak salah apa apa loh Ma. Apa Mama kira Ranti itu anaknya nakal banget, takut nanti Asya ketularan gitu?" tanya Asya.

mama mengelak atas tuduhan Asya "Enggak. Mama gak nyuruh Ranti buat ngejauhin kamu. Dan kalau pun emang iya, itu kan demi kebaikan kamu juga kan,"

"Enggak gimana, orang Ranti sendiri yang bilang kalo Mama sampe mau ngasih dia uang, biar gak temenan lagi sama Asya. Ma, Ranti tuh anak yang baik, Asya udah lama temenan sama dia. Ranti tuh kadang suka ngingatin Asya kalo setiap ada tugas, dan orangnya tuh positif banget menurut Asya," jawab Asya.

"Mama jangan ngeliat orang dari covernya aja, kita gak tau aslinya gimana. Ranti tuh gak seburuk yang dipikiran mama," sambungnya.

"Oh, jadi kamu lebih belain Ranti dari pada mama? Kamu lebih percaya sama orang lain dari pada orang tua sendiri gitu?" ucap mama sambil menunjuk Asya.

Vani yang tadinya diam, tiba tiba ikut campur terhadap permasalahan Asya dan mamanya.

"Iya nih, parah banget lo Sya. Lo lebih percaya orang lain, dari pada orang yang ngelahirin lo." Vani menggelengkan kepala.

"Gak usah banyak ngebacot deh Van. Lo juga, gak nyangka banget gue sama lo. Asal lo tau, gue itu udah anggap lo kayak saudara sendiri, tapi bisa bisanya lo ngejelekin gue dari belakang. Kalo lo emang gak suka sama gue, ngomong aja secara langsung tanpa harus ngomong sama orang lain. Bermuka dua tau gak lo!" sambung Asya.

Sontak mendengar hal itu, mamanya Asya pun terkejut dan langsung menoleh ke arah Vani.

Vani yang mencoba membela diri, membantah perkataan Asya tersebut, "Ini gak seperti yang tante pikirin. Asya lo ngomong apa sih, gue ini sepupu lo. Gak mungkin lah gue kayak begitu, lo jangan ngatain gue enggak enggak dong!"

"Kalo gue kayak gitu, mana buktinya? Gak ada kan," sambungnya.

"Rere buktinya, dia sendiri yang bilang lo begitu," jawab Asya.

"Rere? Gue aja gak kenal dia siapa Sya. Jahat banget tuh orang fitnah gue.."

"Heh, kebanyakan drama lo." Asya beranjak meninggalkan meja makan, dan pergi menuju tempat tidurnya kembali.

Asya Andrewansyah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang