Bab 24 Hari kelulusan Asya

55 17 7
                                    

Kamis, tepatnya tanggal 25, Vani telah mengemas seluruh barang miliknya, karena keburukannya telah terbongkar, ia merasa malu dan memilih untuk pulang ke rumahnya.

Ia keluar dari kamar sembari memegang tas miliknya dan mendekat ke arah mama Asya yang tengah duduk di kursi sofa.

Vani berkata dengan wajah penuh rasa bersalah. "Tante, Vani minta maaf ya atas semua yang udah Vani perbuat ke kalian, Vani janji gak bakal kayak begitu lagi. Makasih banget sebelumnya, Vani udah dikasih tinggal disini untuk beberapa hari ini, dan sekarang Vani mau pamitan pulang sama Tante,"

"Iyaa, hati hati dijalan," sahutnya singkat dan tersenyum tipis. Dia masih sedikit kecewa dengan gadis itu.

Vani pun mulai berjalan keluar rumah, karena tak bisa bertemu dengan Asya secara langsung, ia pun tak lupa untuk mengirim sebuah pesan permintaan maafnya pada Asya.

"Sya, maafin gue ya karena udah jahat sama lo. Gue ngaku gue salah, gue munafik. Di depan lo gue baik sama lo, tapi dibelakang gue ngomongin semua keburukan tentang lo, sekali lagi gue minta maaf, gue tau lo orangnya baik banget Sya. Sekarang gue lagi diperjalanan menuju pulang," tulis Vani dalam pesan tersebut.

"Iya Van, gue juga minta maaf kalo ada kata kata gue yang gak enak dihati lo. Gue juga tau kok, lo aslinya gak kayak begitu. Vani yang gue kenal, adalah orang yang baik. Hati hati dijalan Van, kabarin gue kalo udah sampai. Oh iya satu lagi, nanti kalo ada waktu lagi main bareng gue ya.." jawab Asya dalam pesan tersebut.

"Oke Sya, pasti gue kesana kalo ada waktu," sambung Vani.

Setelah melihat isi balasan pesan chat dari Asya itu, membuat Vani merasa terharu atas kebaikan Asya.

"Ya ampun Sya, padahal gue udah jahat sama lo, tapi lo masih nanggapin gue dengan baik, pake mau ngajakin gue main lagi kalo ada waktu, hati lo sebenarnya terbuat dari apa sih Sya, baik banget," batin Vani. Ia tak meyangka, bahwa Asya adalah contoh nyata, gadis yang tulus.

Beberapa hari kemudian, tepatnya hari tersebut adalah hari kelulusan Asya, yang dimana Asya dan Andrew pun tengah bersiap untuk pergi kesekolah. Asya yang sangat cantik dengan riasannya, begitu pun dengan Andrew, yang sangat tampan mengenakan kemeja batiknya.

"Huh, akhirnya setelah sekian lama gue capek belajar, gue lulus juga," ucap Asya dengan wajah gembira. Ini adalah hari yang paling ia tunggu, selama 3 tahun.

"Capek kenapa? Apa capek kalo setiap ada mata pelajaran matematika ke Uks terus, pura pura sakit?!" tanya Andrew tersenyum semringah.

"Sembarangan aja lo kalo ngomong, gue tuh emang capek belajar, dan waktu gue ke Uks pas pelajaran matematika itu, emang gue lagi sakit tau. Bukan pura pura, cuma kebetulan aja sakitnya pas di jadwal matematika," Asya membantah perkataan Andrew.

"Ah, masa? Kenapa waktu aku lihat dari jauh jalannya biasa aja, eh pas aku udah dekat tiba tiba langsung berubah jadi sakit perut. Apa itu juga yang disebut kebetulan?" Andrew menggoda Asya.

"A-anu, waktu itu tuh emang beneran sakit, cuma masih bisa ditahan pas mau jalan ke Uks. Terserah lo deh, mau percaya atau enggak!" capek Asya menjelaskannya pada Andrew.

"Iya deh, percaya kok," balas Andrew tersenyum.

Andrew pun mulai bertanya pada Asya mengenai orang tuanya, apakah akan diminta Asya untuk datang atau tidak sama sekali di acara kelulusannya.

"Oh iya Sya, gimana sama mama kamu? Disuruh datang gak nih?" tanya Andrew.

"Buat apa? Kayaknya gak perlu deh. Soalnya kan, gue tuh selalu dicap anak yang gak baik di mata Mama, jadi buat apa? Entar malu maluin dia aja," jawab Asya dengan nada lesu.

"Loh, gak boleh ngomong begitu. Mau gimana pun juga dia itu orang tua kamu, dia juga pengen datang ke kelulusan kamu."

"Emang mau masuk neraka? Gak mau kan. Pokoknya suruh orang tua kamu datang, kalo enggak aku yang bakal jemput orang tua kamu," perkataan Andrew yang sedikit menggertak Asya.

Asya menghela napas berat. "Huh, iya deh. Gue bakal suruh mama datang hari ini ke sekolah."

"Nah, gitu dong," balas Andrew tersenyum.

Asya lalu mulai memberi tahu mamanya mengenai hari kelulusannya tersebut lewat pesan chat yang ia kirim.

"Assalamualaikum Ma, maaf kalo Asya ganggu. Asya cuma mau kasih tau, kalo hari ini hari kelulusan Asya. Terserah Mama mau datang atau enggak. Asya juga gak maksa," tulisnya dalam pesan itu.

Tak disangka, ternyata mendengar kabar tentang hari kelulusan Asya tersebut membuat mamanya Asya gembira, ia pun mulai bersiap untuk datang ke sekolah Asya.

Ketika acara kelulusan itu telah selesai, mamanya Asya pun bergegas menemui Asya. Melihat anaknya yang tengah berbicara dengan Ranti, membuat mamanya Asya merasa malu atas sikapnya dulu pada Ranti.

"Sya senang banget gue, akhirnya kita lulus. Ya walaupun nilai gue rata rata semua, tapi tetap happy, kan masih ada kata lulusnya gitu," mendapatkan nilai pas-pasan tak masalah bagi Ranti, asal tidak dibawah KKM.

"Hehe iya sih, bukan cuma lo, tapi gue juga. Nilai gue yang lain lumayan sih, cuma satu mata pelajaran ini yang bikin gue agak emosi, pusing kepala gue kalo udah berhadapan sama yang namanya matematika," ucap Asya sembari memperlihatkan nilai matematika pada Ranti.

"Bener, satu frekuensi kita," balas Ranti.

Tak berapa lama kemudian, mamanya Asya datang mendekat. "Asyaa!!" ucapnya.

Asya memutar bola matanya ke mama "Mama.." sahut Asya terkejut.

"Kaget ya Mama ada disini?" mama tersenyum.

"Asya kira Mama gak bakal datang," ujar Asya, ia telah berprasangka buruk pada orang tuanya.

"Kata siapa? Orang Mama mau lihat acara kelulusan anak kesayangan mama. Gak mungkin Mama gak datang."

Asya merasa bahagia atas perkataan mamanya. Bagaimana tidak, ia selama ini mengira, bahwa orang tuanya itu tidak peduli padanya. Yang ada dipikiran Asya, dia hanya menuntut Asya, agar sesuai dengan ekspektasinya saja. "Makasih ya Ma, udah mau sempatin buat datang,"

Mamanya Asya mengangguk, sambil tersenyum.

"Ranti!!" panggil mama Asya.

Ranti langsung menyalami tangan mamanya Asya.

"Maafin Tante ya, mungkin selama ini tante salah dalam menilai kamu. Ternyata kamu gak seburuk yang dipikiran Tante."

"Iya, gakpapa kok Tante. Ranti juga minta maaf kalo banyak salah," jawab Ranti.

Mendengar hal tersebut, Asya merasa sedikit lega, karena mamanya sudah kembali bersikap baik pada Ranti dan tak menaruh prasangka buruk lagi padanya.

Asya Andrewansyah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang