Malam tak berbintang membuat langit hanya berisi lembaran hitam yang hampa. Dari angin yang berhembus sejuk, menandakan hujan akan turun.
Rowan sedang menikmati kopi di ruang tamu, dia menatap jendela yang gorengnya sedikit terbuka. Melihat malam yang pekat begitu mengerikan.
Maria datang dan duduk di depan Rowan. Meja di depannya berisi teh yang telah dia siapkan. Bertanda meraka akan mengobrol panjang.
"Apa yang ingin tuan bicarakan?" Maria membuka pertanyaan.
Rowan menatap Maria, dia membenarkan posisi duduknya. "Aku ingin tahu lebih banyak tentang Meredith, ceritakan dari mulai hal yang kecil hingga rahasianya." terang Rowan.
Sepertiganya Maria sudah menduga apa yang Rowan ingin bicarakan, terlihat dari wajahnya yang tidak terkejut sama sekali. Wanita itu menyesap tehnya sejenak, lalu mulai bercerita.
Dia menceritakan hal-hal yang Edith sukai paska belum kecelakaan itu terjadi, dan sepertinya Rowan sedikit tahu tentang putrinya. Namun ketika Maria mulai menceritakan saat Edith jatuh dari pohon, Rowan mengubah ekspresinya.
Pria itu mengerutkan alis seakan sedang memperhatikan seorang profesor menjelaskan rumus kimia.
"Edith sedikit berbeda setelah kecelakaan itu, dia agak bersikap nakal. Pernah satu kali saya memergokinya sedang memainkan pistol, langsung saja saya mengambilnya dan menyimpannya kembali." Paparnya pada Rowan.
"Lalu apa kau tau dia suka berjudi? Dan sering bermain di rumah tua itu?"
Maria menggeleng setelah meletakkan tehnya di meja. "Tidak, dia hanya bilang mau main bersama temannya seperti biasa."
"Anak itu sudah pandai berbohong." Gumam Rowan sambil mengelus dagunya.
Gubrak
Rowan dan Maria tersentak mendengar suara benda jatuh yang berasa dari kamar Edith, Rowan segera berlari dan membuka kamar gadis itu. Namun tidak ada siapapun selain jendela yang terbuka serta bercak darah di sana.
Rowan melangkah, dia melihat keluar dari jendela. Hanya kegelapan malam yang dia lihat, lalu darah di jendela. Dia khawatir jika putrinya kabur melarikan diri dari rumah seperti apa yang dia lakukan.
"Sedang apa kau di kamarku?"
Rowan tersentak dan berbalik melihat Edith yang memakai piyama berdiri di ambang pintu.
"Apa kau..." Rowan kesulitan untuk melanjutkan kata-katanya.
"Aku habis ke toilet, dan kenapa kau ada di kamarku?" Tanya Edith untuk kedua kalinya.
"Aku mendengar suara jatuh dan ada darah di sini." Tunjuk Rowan pada kaca yang terdapat bercak darah.
Edith mendekat untuk melihatnya dan Rowan segera menyingkir. Kepala Edith menoleh ke kanan dan kiri lalu menunduk. "Itu hanya burung yang menabrak jendela, mungkin burung itu sudah mati. Tolong kau singkirkan agar bau bangkainya tidak masuk ke kamarku."
"Kau baru saja menyuruhku?
"Iya, kenapa?"
"Tidak. Tidak! Itu masalah. Iya, itu masalah. Kau baru saja menyuruh ayahmu sendiri untuk membuang bangkai burung dan itu tidak sopan."
"Oh ayolah, aku ini sudah dewasa." kata Edith seakan tak terima dengan peraturan itu.
"Dewasa kepalamu! Kau ini masih kecebong yang kepalanya besar."
"Sudah kubilang aku ini wanita dewasa yang suka kehidupan bebas!"
Rowan yang geram menjewer telinga Edith, gadis itu mengaduh kesakitan ingin di lepaskan. "Aduh, lepaskan kupingku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayahku ternyata duke!!
Short StoryBACA DONG, MASA GAK BACA! Rowan si bucin akut ke istri harus menerima takdir jika wanita yang paling dia cinta meninggal karena melahirkan seorang bayi. ide sendiri ygy.