pertengkaran keluarga

442 25 0
                                    

"Kenapa?"

Bukan Rowan yang bertanya tapi Edith, gadis itu berdiri sambil merenggangkan tangannya yang pegal.

"Tentu kau akan melakukan perjudian lagi."

Edith terpaku. Bagaimana dia bisa tahu?

Tentunya itu mudah bagi Ajax, karena dia cukup berpengalaman. Sebagai orang yang pekerjaannya meriset atau mengenali berbagai macam sikap seseorang untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, Ajax paham berbagai karakter manusia.

Sebagai contohnya adalah mereka yang suka berjudi, rata-rata mereka menyukai berjudi karena sudah pernah menang dan mendapatkan kesenangan dari apa yang mereka dapat. Dan itu terjadi pada Edith. Dia tidak bisa membiarkan Edith terjebak lebih jauh.

"Rowan hari ini aku datang ke sini ingin memberi hukuman pada Edith, dia harus aku ajari sebelum dia masuk lebih dalam. Anak seusianya akan sangat mudah terpengaruh dunia luar jadi alangkah lebih baiknya dia tinggal denganku."

"Apa!?" Edith berteriak terkejut, jika dia sampai tinggal bersama pria itu maka kebebasannya akan hilang. "Tidak mau."

"Kau dengar sendiri'kan dia bilang tidak mau."

"Tapi ini untuk kebaikannya, mau tidak mau dia harus tinggal bersamaku."

Rowan berdiri dan menghampiri Ajax yang masih di tengah pintu. "Tunggu dulu, bukankah kau sendiri yang bilang padaku jangan memaksakan anak kecil."

Ajax mengerutkan dahinya. "Sejak kapan kau peduli padanya? Kau tidak pernah peduli pada Edith dan lebih baik dia tinggal bersamaku."

"Jika itu terjadi akan kuporkan ke polisi sebagai kasus penculikan anak."

Rowan mengancamnya membuat Ajax tak bisa berkutik lagi, bagaimanapun Edith tetaplah putri Rowan dan Ajax hanya orang asing di antara mereka.

"Kau bahkan membawa ini ke jalur hukum. Bagaimana bisa kau seegois ini." Rahang Ajax sampai bergemelatuk karena marah, dia tidak bisa menyembunyikan kemarahannya pada Rowan yang merupakan atasannya sendiri.

Saat Rowan akan kembali berargumen Edith lebih dulu berteriak.

"Bisakah kalian berhenti! Aku pusing mendengarkan kalian bertengkar. Sekarang aku akan pergi."

"Tidak!!" Belum Edith beranjak satu langkahpun, kedua pria itu bersamaan melarangnya.

"Sekarang apa lagi? Ayolah aku punya kehidupanku sendiri, kalian tidak berhak melarangku. Toh kalian berdua bukan siapa-siapa bagiku." Edith melengos sebal lalu duduk di sofa dengan wajah cemberut dan kedua tangan di depan dada.

Dia tak tahu jika karena ucapannya ada dua hati pria yang tersakiti. Satu sisi merasa kecewa pada dirinya sendiri dan satu sisi lainnya sedih dengan ucapan Edith yang menganggapnya orang asing.

Suasana hening dalam beberapa menit, baik Rowan ataupun Ajax tak lagi nafsu untuk berdebat. Mereka berdua sama-sama larut dengan pikiran masing-masing, seperti mengapa anak itu mengatakan dirinya bukan siapa-siapa atau kemana gadis lugu yang dia kenal?

Ajax memilih pergi duluan di susul Rowan beberapa menit setelahnya, dan Edith yang melihat kedua pria itu sudah tidak ada segera pergi ke luar. Bukan menuju kamarnya dia berlari ke tempat biasa dia berjudi.

Untunglah Ajax dan Rowan tidak melihatnya sama sekali, jadi dia bebas untuk pergi ke sana. Sampainya di rumah temannya itu hanya ada beberapa orang saja yang ada di sana.

Si pria ceking bernama Prescott dan si wanita bernama Dotty lalu beberapa pemuda nakal yang berada di ruang sebelah.

"Hei kenapa wajahmu lesu begitu ada apa?" Prescott yang sedang memakan roti bertanya saat Edith yang duduk di antara mereka.

"Aku kehilangan semua uangku." Ditaruhnya kepala di atas meja, miring menghadap Prescott yang lahap memakai roti.

"Kau mau?"

"Tidak, terimakasih."

"Kenapa kau tidak mencuri seperti yang kau lakukan sebelumnya?" Dotty yang sedang mewarnai batu-batu kecil menyarankan.

Wanita itu memang terkenal dengan hobinya yang aneh, memungut batu lalu mewarnainya untuk dia jadikan hiasan di rumah.

Kepala Edith berbalik ke arah Dotty. "Situasinya berbeda, pria itu ada di rumah. Aku tidak bisa menyelinap di kamarnya begitu saja. Lagi pula sekarang aku sudah lelah."

"Lelah kenapa? Kau itu masih kecil, jangan bebankan pikiranmu dengan hal yang tidak berguna."

"Sudah berapa kali aku bilang, aku ini bukan anak kecil."

"Iya, iya. Kau mengaku sebagai wanita dewasa untuk ikut judi bersama kami waktu itu." Prescott mengingat saat Edith mendatangi meja mereka lalu menginginkan dirinya ikut berjudi, itu tidak masuk akal tentunya melihat Edith yang terbilang masih anak-anak tapi karena gadis itu memiliki uang maka mereka mengizinkannya.






Ble 😛

Cemangatin acu telus dong. Hihi😸😸😽

Ayahku ternyata duke!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang