Perlahan mata itu mulai terbuka, menampilkan netra hijau yang masih nampak sayu. Harry mulai sadar dari tidurnya, tubuhnya terasa sakit setelah permainan brutal semalam. Sementara tubuhnya memakai kemeja Draco yang kebesaran, dia tidak tau dimana pakaiannya sekarang.
Dia sadar, jika saat ini berada dalam dekapan Draco. Namun begitu, Harry mencoba menyingkirkan tangan Draco dari pelukannya dan berusaha untuk duduk meskipun pinggangnya sakit.
Pandangannya melihat kearah sekeliling, yang Harry sadari jika tempat ini adalah kamar Draco di Asrama Slytherin.
Lalu fokusnya terarah pada benda diatas nakas sisian ranjang. Ada tongkatnya disana, kemudian Harry mengambilnya.
"Tempus..." Sebuah asap muncul, lalu membentuk sebuah angka yang menunjukan waktu pagi ini. "Masih pukul 5 pagi ternyata."
Pandangannya beralih pada Draco yang tertidur lelap, marah dan benci kembali muncul dalam pikirannya. Dia mengarahkan tongkatnya pada Draco, sementara tangannya bergetar ragu. Apakah Harry harus membunuh pria itu sekarang juga? Lalu bagaimana dengan masa depannya? Dia mungkin akan hidup di Azkaban setelah membunuh Draco.
"Tidurlah, kembali." Draco menggumam dari tidurnya, dia sangat sensitif hanya dengan sedikit gerakan. Sementara tangan kokohnya, menyingsingkan tongkat Harry yang terpampang tepat di depan wajah.
"Aku akan kembali." Putus Harry, dirinya sangat terkejut ketika Draco terbangun.
"Terserah." Benar-benar tak memiliki perasaan.
"Dimana bajuku?"
"Cari sendiri..." Draco bergumam tak peduli, benar-benar keterlaluan.
Harry hanya menggeleng saat melihatnnya, pria itu benar-benar tak memiliki simpati. Namun dirinya tetap mengalah dan memutuskan untuk membawa bajunya menggunakan mantera Accio. Meski rasanya aneh sekali, kenapa mantera itu bisa gagal saat dia mencari Tongkatnya kemarin. Apakah Draco sengaja membatalkan materanya?
"Bisakah aku meminjam kamar mandi?"
Draco tidak menjawabnya dan Harry mengartikan itu sebagai 'Iya'. Memutuskan untuk bangkit dan meninggalkan Draco sendiri yang masih bergelung nyaman di ranjangnya.
.
.
.
.Berjuang keluar dari Asrama Slytherin secara diam-diam adalah hal yang sedikit sulit untuknya. Dia tidak ingin seluruh orang tau, jika dirinya baru saja keluar dari kamar Draco Malfoy.
Tapi asal tau saja Harry, bahkan jika mereka melihatmu. Semua orang juga tidak akan peduli sebenarnya, karena seberapa takut mereka untuk berurusan dengan pria Malfoy itu dan lebih memilih untuk mencari jalan yang aman.
Langkahnya berhenti di depan meja makan Asrama Gryffindor. Semua orang bahkan belum sampai disini, kecuali anak Ravenclaw yang selalu rajin dan datang terlebih dahulu.
Jadi dia duduk sendirian dan memakan sarapannya dengan tenang. Agak menyedihkan rasanya, karena semenjak berurusan dengan Malfoy, Harry tak pernah bisa merasakan nikmatnya rasa makanan. Semuanya terasa hambar, bahkan jika itu makanan kesukaannya sekalipun, seperti pie labu dan jus labu.
Sampai waktu sarapannya berakhirpun Harry masih sendiri, bahkan memutuskan untuk masuk ke kelas pertama terlebih dahulu. Mungkin memakai waktu kosongnya untuk membaca pelajaran sebelum jam masuk dimulai akan sangat berguna. Dirinya tidak ingin kejadian beberapa hari yang lalu terulang, diusir dari kelas karena tongkat dan tak bisa menjawab soal. Itu telah menjadikan sedikit pelajaran untuknya agar tidak menyia-nyiakan jam belajar, sebelum lulus Hogwarts dan mendapatkan nilai NEWT yang bagus.
.
.
.
.Astoria melihat hal tersebut, ketika Harry berusaha sembunyi-sembunyi untuk keluar dari kamar Draco Malfoy tunangannya. Dengan langkah marah dan hentakkan keras, dia memasuki kamar Draco yang sedang bersiap memasang dasi pada pakaiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Not Draco (DRARRY)
RandomHarry berfikir jika Draco Malfoy adalah pria menyebalkan yang selalu berlindung dibalik nama keluarganya. Tapi semua itu berubah, setelah melihat sisi gelap dari Seorang Draco Malfoy. Berfikir lebih baik untuk tidak pernah mengenal Draco Malfoy saja...