Harry hanya ingin sendiri setelah menyelesaikan jam Pelajarannya. Ingin pergi ke sebuah tempat sepi, dimana dirinya bisa merenung dan jauh dari jangkauan Draco Malfoy, ataupun tempat dimana saja yang tidak ada pria itu.
Jadi dirinya kembali menuju taman belakang Hogwarts, tempat yang jarang sekali terjama karen terlalu jauh untuk mencapai kesana. Mungkin Harry bisa mendapatkan ketenangan di tempat itu, rasanya kesendirian membuat Harry merasa sangat nyaman. Asrama Gryffindor terlalu ramai untuk dirinya yang ingin menyendiri.
Dibawah pohon apel itu, dirinya duduk dan mulai menatap bangunan Hogwarts yang megah di bawah pohon Apel. Menikmati semilir angin lembut yang menerpa wajahnya, sementara keheningan mulai menenangkan jiwanya. Menjauhkan dari emosi negatif yang selama ini telah menghantuinya berkat ulah Draco Malfoy.
"Hallo!"
Sebuah kaki tiba-tiba saja muncul diatas kepalanya.
"Hei!" Harry menegur dan melihat siapa yang telah berani mengganggunya. "Theodore?" melihat Theodore yang duduk bergelantungan diatas pohon Apel.
"Ya, Harry." Theodore tersenyum usil.
"Kau mengagetkanku."
"Maaf." Theodore turun dari atas pohon, lalu duduk bersama Harry. "Mau apel?" menawarkan apel hijau ditangan.
"Tidak, aku sukanya apel merah."
"Terlalu Gryffindor." Theodore memakan apel itu dengan satu gigitan besar. "Kau sangat menikmati kesunyian disini."
Harry melirik kearah Theodore dan tersenyum manis.
"Aku hanya sedang menyukai ketenangan saja..." pandangannya menerawang kearah depan. "Gryffindor terlalu ramai untukku yang ingin suasana damai dan sunyi."
Theodore tersenyum, entah kenapa dirinya merasa jika senyuman itu sangatlah cantik sekali.
"Ngomong-ngomong, ada sesuatu yang berbeda darimu." Ujarnya ketika sadar ada yang janggal ketika melihat Harry.
"Berbeda? Apanya yang berbeda?" Harry bingung ketika Theodore terus menatap wajahnya lekat.
"Kau tidak memakai kacamata?"
"Huh?" Harry meraba wajahnya. Lalu terkejut, ketika sadar dirinya tak memakai kacamata. "Dimana? Kacamatanya dimana?"
"Kau lupa memakainya?"
"Kacamatanya dimana?" Harry mulai terlihat gelisah dan hampir menangis.
"Hei... kenapa harus menangis jika matamu baik-baik saja? Lagipula kacamatanya sangatlah kuno..." Theodore mengikuti Harry yang mencari kacamatanya di sepanjang jalan.
"Sembarangan!" Harry berbalik kearah Theodore. "Walaupun kuno, tapi kacamata itu peninggalan ayahku..."
"Ayah..."
"Benar, peninggalan ayahku satu-satunya selain foto waktu aku masih kecil." Harry mulai menangis.
"Berhentilah menangis." Theodore mulai panik dan menepuk pundak Harry seperti anak kecil.
"Tapi kacamatanya hilang..." bibirnya mencebik kesal.
Sementara Theodore menggigit pipi dalamnya kecil, gemas saat melihat tingkah tersebut.
"Aku akan bantu mencarinya." kemudian Theodore mengeluarkan tongkat ditangan. "Accio Kacamata Harry Potter." Sebuah kacamata muncul di tangan kirinya. "Lihat, jangan panik. Kita adalah penyihir, hanya dengan mantera sudah bisa menemukan barang yang hilang."
"Ohh... Astaga, terimakasih banyak." Harry mengambil kacamata tersebut lalu kembali memakainya. "Aku lupa karena sempat panik barusan."
"Ck... Teledor." Theodore tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Not Draco (DRARRY)
RandomHarry berfikir jika Draco Malfoy adalah pria menyebalkan yang selalu berlindung dibalik nama keluarganya. Tapi semua itu berubah, setelah melihat sisi gelap dari Seorang Draco Malfoy. Berfikir lebih baik untuk tidak pernah mengenal Draco Malfoy saja...