Bagian IX [S2]

15 3 0
                                    

Dahlia tidak ambil pusing dengan penampakan yang seolah ingin melahapnya bersama nasi goreng seafood campur capcay dan kuah sapi lada hitam dari pria yang duduk di sebelahnya. Sebaliknya, ia sibuk menenangkan balitanya yang hiperaktif sehingga sulit untuk menyuapinya barang sesendok pun.

Kedongkolan bertahta dihati Wira dan itu tercermin dari gestur kunyahan kasar yang dibuat-buat dan sorot matanya yang menyolot kesal. "Bagaimana kau tahu dia adalah pegawaiku?"

Dahlia mendesah. Mengangkat tubuh putranya lalu mendudukkan anak tersebut di atas pangkuannya. Menjawab dengan sabar, "sebenarnya tadi aku melihatmu menyuruh-nyuruh wanita itu mengambilkan minum, membawakan suvenir untukmu. 

"Sikapmu yang nge-bos dan tak mau kalah itu seperti kau mau menegaskan padanya kalau kalian berada di level yang berbeda-- kau adalah bosnya dan dia bawahanmu."

Satu seringai timbul di wajah Wira selama mendengarkan pertunjukan penalaran Dahlia yang luar biasa. Tergelak sinis, kembali menyendok satu suapan besar ke dalam mulutnya. 

"Yakin tidak mau bergabung di tim HRD-ku? Kau pasti sangat berguna memilah SDM yang berpotensi dan LOYAL. Aku berencana mencari staf admin yang baru," sindir pria berjas shimmer, mengangkat sebelah alisnya dan memberi penekanan pada kata-kata tertentu.

Sekarang giliran Dahlia yang terbahak.

"Kau pikir aku mau disuruh-suruh anak kecil?" Menoyor kepala pria berkulit gelap di sampingnya, Dahlia melanjutkan, "melihat bosmu kehilangan harga diri dan bucin di depan wanita yang disukainya itu sama sekali tidak keren, tahu."

"Aku? Bucin? Kapan?" seloroh Wira, sambil memukul-mukul dadanya karena tersedak.

"Wir, Wir... kau pikir sudah berapa lama aku mengenalmu? Kita tumbuh bersama."

Dahlia beranjak. Naluri keibuannya menuntunnya mengambil gelas air mineral yang tertata cantik di salah satu meja berhias pita lalu menyodorkannya kepada pria yang lebih muda dua tahun darinya. Namun, ketika Wira yang tidak sabaran menancapkan giginya pada bagian atas kemasan, Dahlia kembali menyahut gelas tersebut.

"Heh! Itu tidak sopan! Memangnya kau ini vampir?"

"Memangnya ada vampir gosong?"

Melipat bibir, detik kemudian tawa Dahlia pecah jua. Menyaksikan Wira asyik mengecap-- dimana ia tampak seperti anak kecil yang baru belajar makan-- Dahlia tersenyum kecil. Menghela nafas panjang, sebelum mulai sesi ceramah Mamah Dedeh versinya. 

"Wir, kau tidak bisa terus-menerus membawa sembarang wanita dan mengklaim mereka sebagai kekasihmu. Kau tidak ingin membangun hubungan yang sebenarnya?"

Meletakkan sendok ke pinggir piring, Wira mengerjap bengong. Pandangannya beralih dari pagar putih yang membatasi area VIP dan umum, lalu ke arah panggung dimana pasangan mempelai sedang menyalami tamu-tamu undangan. Mengedikkan bahu, Wira menjawab santai. 

"Entahlah. Aku hanya sedang tidak ingin melakukannya."

"Astaga, anak ini! Mana semangatmu!" 

Wira kembali tersedak kala tamparan "sayang" Dahlia menyasar punggungnya yang lebar-- tapi kali ini diikuti nasi yang menyembur dari mulut dan hidungnya.

"Mana Wira si tukang rayu yang selalu membanggakan tim basketnya! Pesonamu itu tidak akan luntur meski kau tidak main di tim basket manapun! Lagipula, siapa yang tidak akan kepincut CEO muda kita? Pemilik bisnis start-up Agen Kondangan yang termasyhur!"

"Iya, ya. Aku bisa mendapatkan wanita manapun yang aku mau."

Wira mengangkat sudut bibir kiri. Memainkan alisnya yang lebat bagai ulat bulu sedang baris-berbaris naik-turun selagi memandang lurus ke samping tangga pelaminan dimana seorang wanita baru saja turun. Melihat sepupunya main mata dengan tamu lain, Dahlia tidak bisa mengenyahkan pikiran bahwa mungkin saja saat ini Wira sedang memikirkan hal cabul. Jadi, selayaknya emak-emak di drama, ia mengambil tas tangan berhias berlian imitasi miliknya dan memukulkannya pada sang pemuda.

Salah OrderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang