[3.1 Desain Penelitian]

890 94 3
                                    

Mr. Lee langsung menelepon Mr. Hwang dan memberi kabar kepada dosen muda itu bahwa di desa tempat anak didiknya melakukan KKN telah terjadi sesuatu. Mereka pun sepakat berangkat malam itu juga.

"Sampai sana kira-kira jam berapa?" tanya Mr. Lee.
"Jam 10 an. Tapi kalo saya ngebut, jam 9 harusnya bisa," ujar Mr. Hwang mantap.

Para dosen muda itu akhirnya mulai tancap gas dari rumah Mr. Hwang menuju tempat KKN mahasiswanya berada.

---

Ponsel Jisung bergetar. Terdapat beberapa notifikasi, salah satunya baterai hp nya yang mulai menipis. Serta beberapa notifikasi dari grup KKN serta Mr. Lee.

"Saya on the way dengan Mr. Hwang"

Jisung memeluk kedua lututnya. Air matanya sudah mengering, meninggalkan jejak air mata yang mungkin bisa terlihat di bawah pancaran cahaya. Jam berapa ini? Ia tidak berhasil melirik layar ponselnya ketika menyala tadi. Setiap ponselnya bergetar tanda notifikasi masuk, membuat dirinya semakin merapatkan diri memeluk tubuhnya.

Beberapa menit kemudian, ponselnya menyala, menampilkan nama 'Mr. Lee' tengah meneleponnya.

Ia dengan tangan gemetar mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan itu. Ia terdiam untuk beberapa saat sampai suara panik Mr. Lee memasuki pendengarannya.

"Han Jisung, kamu di mana?!"

Jisung merasa tenggorokannya sakit karena terlalu banyak menangis dalam diam. Dengan sedikit tenaga yang ia miliki, ia menjawab dengan lemah, "Di sekolah..."

"Sekolah? Tunggu saya! Jangan matikan teleponnya!" seru Mr. Lee.

Suara derapan terdengar jelas di telinga Jisung. Pasti pak Minho sedang berlari dengan tergesa-gesa, batinnya. Benar saja, setelah kurang lebih 10 menit menunggu, terdengar suara lantang pak Minho di lingkungan sekolah, "Han Jisung!"

Suara itu juga memantul di dalam telepon milik Jisung. Dia segera merespon, "Ruang ibadah..."

Terdengar suara derap kaki yang mendekat ke arah ruang ibadah. Jisung sedikit merasa silau dengan kedatangan pak Minho yang menyalakan lampu ruang ibadah itu secara tiba-tiba.

"Astaga Jisung," seru pak Minho sambil mematikan sambungan telepon mereka. Pak Minho terkejut ketika melihat salah satu lengan baju Jisung yang robek. Ia melepas hoodie nya dan memakaikannya kepada Jisung.

"Kamu aman sama saya," ujar pak Minho.

"Tapi pak...Jake..." ujar Jisung parau. Ia masih takut kembali. Takut jika rumah kontrakan yang ia tempati sudah dipenuhi oleh warga desa.

"Semua sudah diurus Mr. Hwang. Kamu balik sama saya," ujar pak Minho. "Bisa jalan?" tanya pak Minho.

Jisung menggeleng lemah. Perutnya sakit, teggorokannya sakit, dan mulutnya kelu.

Pak Minho memberikan piggyback kepada Jisung. Ia menggendong pemuda itu kembali ke kontrakan yang Jisung pakai untuk KKN.

Sesampainya di depan rumah kontrakan itu, sudah ada pak kades, beberapa warga, Mr. Hwang, Ryujin, dan juga...Jake. Manik mata Mr. Lee menatap nyalang ke arah Jake. Mr. Lee lalu memberi sinyal kepada Mr. Hwang bahwa mereka akan membawa Jisung kembali.

"Saya minta maaf atas keributan yang disebabkan oleh mahasiswa saya. Saya harap bapak-bapak sekalian bisa mengerti. Mungkin ada masalah sedikit diantara mereka yang bisa kami tangani. Bapak-bapak sekalian, saya minta maaf selaku dosen pedamping," ujar Mr. Hwang sambil membungkuk hormat.

"Lain kali biasakan untuk sopan santun ya pak. Ini bukan rumah kalian. Kalian hanya singgah di sini. Bagaimana kalau anak-anak kami yang diajar oleh mereka-mereka itu melihat kelakuan gurunya yang teriak-teriak seperti itu?" ujar pak kades lugas.

SKRIPSI - MinsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang