Pernahkah kau memiliki teman yang satu hobi dalam menyusun puzzle?
Puzzle memang memusingkan, namun proses penyusunan itulah yang menjadi kesenangan tersendiri bagi dua orang ini, terutama Xavier sang adik tingkatnya yang merupakan maniak puzzle.
Edith sempat terkejut mendengar lelaki pendiam namun sarkas ini memiliki hobi yang sama dalam menyusun puzzle-puzzle rumit. Dia mengetahui ini setelah Xavier mendapatkan penghargaan atas keberhasilannya menyusun 32000 puzzle dalam lima hari, membentuk sebuah puzzle berukuran 12x8 meter.
'Orang ini gila.' Itulah yang dipikirkan Edith setelah mengetahuinya. Bagaimana bisa dia tetap seimbang dalam tugas kuliahnya sambil menyusun puluhan ribu keping puzzle itu?
Kali ini Xavier mengajak Edith dalam proyek menyusun puzzle yang lebih rumit lagi setelah mengetahui kakak tingkatnya ini juga hobi mengoleksi puzzle, walau tidak segila Xavier tentunya.
"Masuklah, anggap rumah sendiri." Xavier membukakan pintu rumahnya, membiarkan Edith masuk terlebih dahulu.
Edith melihat ke sekitar ruang tamu ini, terpampang puzzle besar dan panjang itu di dinding, puzzle dengan gambar peta Aerotopia, puzzle terbesar yang membuat Xavier mendapatkan penghargaan dari komunitas puzzle di dunia sebulan yang lalu.
Xavier berjalan di depannya, menuntun Edith menuju ke sebuah ruangan luas, di rumahnya yang besar ini.
"Aku mendapatkan tantangan dari komunitas puzzle dunia untuk menyusun puzzle Airship. Tentu aku tidak bisa melakukannya sendirian karena puzzle ini bukan puzzle biasa." Xavier mulai menaruh beberapa kotak kardus di lantai. Sudah terdapat alas untuk puzzle yang akan disusun itu.
"Puzzle Airship?" Edith memiringkan kepalanya bingung.
"Kau tahu mainan bongkar pasang seperti Lego, kan?"
"Ya?"
"Jadi susunan puzzle ini kurang lebih seperti itu, bukan berbentuk datar seperti biasa, puzzle ini mendekati relief. Jadi ada dua belas layer yang harus disusun sampai ke atas." Jawab Xavier.
Edith terperangah mendengarnya. "Di luar dugaan. Aku kira puzzle biasa. Ambisimu cukup besar juga, Xavier."
"Siapa yang tidak tergiur dengan hadiah 15 juta gold hanya dari hobi saja?" Xavier menyeringai.
Lagi, Edith dibuat terperangah akan jumlah uang sebanyak itu. "Astaga itu biaya hidupku satu tahun di sini." Edith memegang dahinya tidak percaya.
"Itulah mengapa aku butuh bantuanmu. Puzzle ini tidak mudah untuk aku selesaikan dalam waktu dua minggu." Xavier melihat kardus kepingan puzzle untuk layer paling bawah, dia juga menyediakan lem untuk menempelkan kepingan puzzle yang sudah disusun. "Sebagai gantinya hadiahnya akan dibagi dua denganmu, aku juga bisa membantumu dalam beberapa tugas kuliahmu, terutama statistika, aku tahu kau payah di bagian statistika."
Edith mengerucutkan bibirnya kesal. "Tolong jangan diperjelas, sopan lah sedikit pada kakak tingkatmu."
Xavier hanya menggidikan bahunya santai sambil memasang smug face-nya. "Itu fakta."
Edith mengerinyit kesal. "Terserah."
Dia pun melirik alas puzzle yang lebar itu. "Jadi ... apakah puzzle ini punya petunjuk khusus di setiap kepingannya?" tanya Edith.
"Tidak terlalu banyak tapi yang jelas, beberapa keping puzzle punya garis tepi yang mengikuti pinggiran batas ini." Xavier menunjuk garis tepi pada alas puzzle yang akan mereka susun. "Aku sudah memisahkannya, kau hanya perlu membantu menyusun sekaligus menempelkannya dengan lem, tolong jangan sampai salah ya." Pintanya.
"Oke." Edith menerima beberapa keping puzzle yang memiliki garis tepi. Mencoba menyusunnya di atas alas puzzle itu sesuai dengan garis tepi sebelum menyusun bagian tengah.
Sementara Xavier keluar dari ruangan sebentar, membuatkan sesuatu untuk mereka berdua agar tidak bosan.
Sambil menunggu, Edith berpikir sejenak susunan yang pas sebelum mengoleskan lem pada bagian belakang keping puzzle. Banyak kepingan yang mirip-mirip, gambarnya nyaris sama karena yang sedang disusunnya ini adalah bagian bawah gambar kapal yang akan mereka susun, hal ini membuat Edith sangat kebingungan, namun perlahan-lahan dengan penuh konsentrasi, Edith berhasil menyusun layer pertama itu hingga hampir setengahnya, hanya dalam beberapa menit.
Xavier kembali membawa beberapa camilan dan minuman untuk mereka berdua dan sempat mematung sejenak ketika Edith sudah mencapai hampir satu layer puzzle. "Not bad. Tapi jangan harap akan mudah di layer kedua."
"Tidak masalah, bagiku ini seru!" Edith menempelkan kepingan puzzle terakhir pada layer pertama yang langsung terdapat garis tepi untuk susunan layer kedua.
Xavier meregangkan sendinya sebelum membuka box kecil khusus kepingan puzzle layer kedua. "Pasang timer 10 menit, aku akan menyelesaikannya."
Edith menyeringai sedikit sambil memasang timer. "Oke mari kita buktikan kau bisa lebih cepat dariku atau tidak."
Xavier mulai menyusun untuk layer kedua, beberapa kali dia berpikir sejenak untuk mencocokkan kepingan yang mirip sebelum ditempelkan dengan lem, sebelum timer itu berbunyi tepat pada saat kepingan puzzle terakhir pada layer kedua.
Walau lem pada layer kedua belum kering, Edith langsung membuka box kepingan puzzle untuk susunan layer ketiga, kembali berkonsentrasi pada tumpuan garis tepi terlebih dahulu.
Sambil terus menyusun layer demi layer puzzle diam-diam Xavier melirik wajah Edith yang mulai terlihat lelah dan mengantuk walau sambil memakan camilan buatannya saat menyusun puzzle layer ke 11. "Kau bisa istirahat sebentar, jangan paksakan dirimu."
"Tidak. Aku merasa tidak tenang jika belum selesai. Sedikit lagi!" Edith mengoleskan lem lalu menempelkan kepingan puzzle dengan rapi walau dia menguap kantuk.
"Layer terakhir adalah yang paling rumit, biar aku saja yang mengerjakannya." Ujar Xavier, sambil membuka box kepingan puzzle untuk layer ke 12.
"Tidak, justru karena rumit itu yang membuatnya seru! Setidaknya dibagi dua bagian, kau sebelah sana dan aku sebelah sini." Edith sedikit bergeser ke kiri dan langsung menyusunnya.
Xavier tidak mau kalah cepat dengannya, dia mengambil satu kepingan puzzle agak aneh saat disusun. "Edith ini sepertinya tertukar, mau salah mengambil."
"Eh?" Edith langsung mencongkel kepingan yang sudah dia tempelkan dengan spatula plastik kecil dan menukarnya dengan kepingan yang dipegang Xavier.
"Kau mulai lelah, jadi konsentrasimu turun." Xavier langsung menempelkan kepingan itu. Tinggal beberapa kepingan lagi puzzle rumit ini akan selesai.
Satu kepingan terakhir. Mereka saling berebut untuk siapa yang melakukan finishing.
"Biar aku saja, ya? Ya?" Edith pleaded.
Xavier menghela napas. "Baiklah." Dia memberikan kepingan terakhir itu dan membiarkan Edith menempelkan kepingan terakhir.
"Haaaah~ Akhirnya selesai! Ini benar-benar menyenangkan! Terima kasih sudah mengajakku menyusun puzzle ini, Xavier." Edith langsung berbaring di lantai. Merasa sangat puas setelah menyelesaikan puzzle rumit ini.
Xavier tersenyum, ikut berbaring di lantai, tidak jauh dari Edith. "Sepertinya ini hal tergila yang pernah kita lakukan. Tanpa sadar kita di sini sudah lebih dari 16 jam."
Puzzle paling rumit ini ternyata selesai kurang dari satu hari. Kepingan puzzle yang mirip bukanlah menjadi halangan bagi mereka, namun hal itulah yang menjadi kesenangan. Pusing? Tidak akan berpengaruh jika adrenalin mereka sudah terpacu dengan tantangan ini.
Tanpa sadar Edith tertidur di lantai, dan Xavier memindahkannya ke sofa agar lebih nyaman.
Pengalaman yang begitu menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOTS OF MLBB
ФанфикKumpulan Oneshot Mobile Legends dengan berbagai tema. TIDAK MENERIMA REQUEST! All characters ©️ Moonton Bukan cerita komersial.