With You

288 15 41
                                    

Dinginnya udara di pagi buta mulai masuk ke saluran pendingin ruangan pada dinding kamar sempit itu, tentu membuat pria yang benci akan suasana pagi ini semakin dalam menggulung tubuhnya di selimut. Terasa seperti baru saja memejamkan mata namun pagi menyambutnya lagi.

Jam tidurnya sungguh kacau, kantung matanya yang mulai menghitam serta rambutnya yang sudah acak-acakan memperkeruh dirinya saat ini. Jika tidur tidak membuatnya trauma, mungkin ia akan memilih terjaga selamanya, namun tidur adalah kebutuhan dan ia tidak bisa menyangkalnya.

Pasti mimpi buruk yang selalu ia alami, wajah seorang gadis dengan kuncir dua bun di kepalanya-- yang meninggal dengan berbagai cara dan berganti setiap malamnya secara tragis dan selalu tidak wajar. Yin menenggelamkan wajahnya di bantal, mengingatnya saja sudah membuatnya begitu pedih dan merasakan kesepian yang mendalam diiringi dengan musik dari ponselnya yang membunyikan instrumental piano yang sama hingga berjam-jam, berulang kali.

Tapi ia takkan pernah menyerah walau kematian kembali memisahkannya dengan orang yang benar-benar ia cintai. Ia tetap bersikeras untuk ingin bersamanya walau ia tahu jikalau semesta benar-benar tak mendukungnya.

Yin menghela napas, membuang segala pikiran buruknya, ia yakin tak ada lagi hal semacam itu di tempat ia berpijak saat ini. Jika itu terjadi lagi mungkin ia akan protes berat kepada sang dewa-dewi yang mengatur jalannya semua semesta ini, apa salahnya jika Yin ingin menjaga gadis yang dicintainya yang selalu tragis di usia muda?

Selagi mempersiapkan diri, Yin bercermin. "Wajahku tidak ada bedanya." Itulah yang ia katakan setiap paginya.

Ia melangkah keluar setelah merasa rapi dengan jas formalnya, bersiap untuk melakukan pengawalan terhadap penyanyi terkenal di negara ini.

"Hey, kau tahu? Aku suka melihat para penari yang percaya diri di atas sana, aku juga ingin menari dan bernyanyi seperti mereka untuk menghibur orang-orang."

Ia tersenyum mengingat kembali kenangannya di semesta sebelumnya sebelum ia hidup di sini. Bahagia juga ketika semesta lain mengabulkan mimpi gadis itu, namun walau begitu ia tetap harus waspada karena menjadi terkenal juga sangat rawan hidupnya.

"Kau terlalu rajin, kawan." Yin menepuk-nepuk bahu Ling yang sudah berada di ruang absen. "Apakah ada jadwal acara pagi?"

"Pagi ini Nona akan menghadiri acara reality show," jawab Ling datar. "Setelah itu akan ada yang datang untuk kesepakatan endorsement." Ia membuka beberapa lembar kertas berisikan jadwal. "Oh iya, Nona juga memintamu menemaninya untuk berlibur nanti setelah acara ini."

Yin mengangkat alisnya, "berlibur? Hanya denganku?"

Ling beranjak keluar dari ruangan, "Nona bilang dia hanya nyaman denganmu, nanti bicarakan saja dengannya langsung."

"Oke, terima kasih atas informasinya," jawab Yin.

"Nona, saya sudah mengosongkan jadwal untuk seminggu ke depan. Jadwal rekaman akan diundur." Ling memberikan catatan jadwal itu kepada Wanwan yang sedang lewat.

"Terima kasih Ling! Kau memang manajerku yang terbaik!" jawab Wanwan girang. "Yin, hari ini kau yang menyetir ke tempat acaranya ya," lanjutnya.

"Siap, Nona." Yin langsung menerima kunci mobil dari tangan Wanwan.

Perjalanan dari kantor agensi ke stasiun TV yang mengadakan acara tersebut tak begitu jauh, namun juga tidak dekat hingga mereka tepat waktu datang 20 menit sebelum acara dimulai.

Dari belakang, Yin yang menjadi pengawal pribadinya hanya bisa menatap Wanwan dengan tenang juga senang melihatnya tersenyum dan ceria selama acara berlangsung, kagum dengan pemikirannya yang juga tidak naif tentang masalah kehidupan ini, namun Yin tetap memasang wajah tegasnya sebagai tanda profesionalitasnya, walau hatinya menggebu-gebu melihat Wanwan tersenyum begitu manis.

ONESHOTS OF MLBBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang