Gelap.
Nyaris hitam pekat, namun terasa lembab. Rintikan-rintikan air yang datang dari atas, perlahan mulai deras.
Membuat mata itu tak mampu terbuka dengan keadaan lemah tak berdaya dipenuhi rasa hampa.
Kenyataan memang pahit, dunia yang penuh dengan pemikiran-pemikiran sempit ini terus menjepit batin yang rapuh itu.
Air mata itu berbaur dengan rinai air yang terus mengalir, menahan sesak karena muak dengan kehidupan ini.
Selain sakit sesak di dada, sakit pula kepalanya, kerongkongannya seluruh alat pencernaannya, terasa begitu menyiksa namun ia tahu hanya inilah yang mungkin ia pikirkan untuk lepas dari semua ini.
Ia terbangun dan duduk dalam keadaan rambut yang basah, menunduk sambil terus menahan rasa sakit yang bercampur itu tak kunjung reda sambil perlahan membuka matanya.
Ia mengira itu hanyalah hujan biasa namun tak sampai sedetik matanya terbelalak melihat sekelilingnya adalah darah. Bahkan hujan ini juga merupakan hujan darah.
Menoleh ke kanan, ke kiri melupakan sejenak segala rasa sesak-- sekelilingnya seperti banjir darah yang dangkal namun terlihat mengerikan.
"Tidak usah heran, ini bukan tempatmu dan tandanya belum waktunya."
Ia menoleh mendengar suara berat seseorang yang duduk tepat di belakang punggungnya-- tunggu, siapa orang ini? Mengapa ia tidak menyadari keberadaannya sejak tadi?
Beberapa detik setelahnya, hujan itu berhenti dan orang itu hanya melirik sedikit setelah tak mendengar jawaban apapun dari gadis ini lalu merubah posisi duduknya.
"Tatapanmu hampa, kebencianmu terhadap dirimu yang membuatmu hampa."
Gadis ini sama sekali belum bicara, ia hanya tersenyum kecut mengetahui pria berjubah ini tepat sasaran atas perasaannya saat ini.
"Aku tidak akan membawamu," ucap pria itu tiba-tiba. "Tapi aku juga tidak akan membiarkanmu terjebak di alam seperti ini."
"Aku tidak mengerti apa yang kaukatakan. Aku hanya penasaran atas dasar apa kau tiba-tiba berbicara seperti itu."
"Aku tidak akan menyebutkan alasannya tapi intinya aku akan membawamu kembali."
"Tidak usah, biarkan saja aku mati, aku tidak butuh dengan dunia yang kejam."
"Lalu kauingin terus merasakan sakit yang menjalar itu selamanya?" ucapnya. "Dunia memang kejam, tak semua hati dan nurani akan bertahan melawan bola racun yang terus dilempar tanpa henti. Aku mengerti itu," jawabnya. "Namun sakitnya mengakhiri hidup takkan membuat rasa sesak dan hampa dalam dirimu berkurang. Justru akan terbawa sampai bertahun-tahun, berabad-abad sampai kehancuran dunia ini tiba."
"Hmph. Tahu apa kau tentang kehidupanku."
"Aku sudah mengikutimu selama 90 hari. Aku jelas tahu bagaimana kehidupanmu, harusnya ini memang benar akhir dari hidupmu, tapi aku masih melihat banyak benang cahaya yang mengikat jiwamu."
Gadis itu tak mengerti dan memilih diam menengadah melihat langit malam yang ternyata terlihat terang dipenuhi bintang yang jelas membentuk galaksi, dapat dilihat dengan mata telanjang dan membuatnya terpukau akan kilauan bintang-bintang yang berbaur dalam nebula berwarna gelap.
"Aku tak mengerti mengapa indahnya alam ini hanyalah fatamorgana atas isinya yang begitu kejam." Tatapannya mulai sendu. "Seringkali aku berpikir untuk menutup mataku untuk selamanya dan tak terkecoh dengan fatamorgana seperti ini lagi." Tanpa sadar gadis itu bersandar, lagi-lagi menitihkan airmata sendunya sambil terus menahan sakit di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOTS OF MLBB
FanficKumpulan Oneshot Mobile Legends dengan berbagai tema. TIDAK MENERIMA REQUEST! All characters ©️ Moonton Bukan cerita komersial.