4. Uji Nyali

5 0 0
                                    

Di meja belajarnya, terlihat Yoceline tengah menatap tragis buku yang baru ia pinjam tadi siang. Dari sampai ke kosan, Yoceline sudah berusaha untuk membersihkan bekas es krim yang tersisa. Ia bahkan sampai melihat berbagai tutorial di internet, berharap bukunya bisa diselamatkan, namun apa daya, semua usahanya berakhir sia- sia.

Buku yang kini sebagian cover nya sudah rusak itu terus Yoceline tatap. Jalan satu- satunya untuk menyelesaikan masalahnya saat ini hanya mengganti buku itu dengan yang baru. Padahal niatnya meminjam di perpustakaan agar bisa mengurangi pengeluaran, mengingat sejak kemarin ia sudah membeli beberapa buku untuk mata kuliah yang lain.

Dengan berat hati, Yoceline mengambil handphone dan membuka sebuah aplikasi e- commerce lalu segera mengetikan judul buku yang dicarinya pada pencarian. Ketika tengah melihat- lihat dari toko mana ia akan membeli, sebuah notif pesan masuk mengalihkan perhatiannya. Begitu melihat nama seseorang yang sudah ia kenal sejak kecil memenuhi notifikasi, jari Yoceline segera menekan notif pesan tersebut, yang secara otomatis mengantar Yoceline pada room chat keduanya.

"Kenapa sih kalau chat harus satu- satu?. Nggak bisa satu langsung panjang aja gitu?."

Dibarengi dengan keluhan, Yoceline membaca pesan dari temannya itu yang sudah menumpuk, padahal belum juga 1 menit. Selesai membaca semuanya, Yoceline berniat menjawab, namun kali ini sebuah pemberitahuan telepon masuk mengalihkan perhatiannya lagi. Tombol warna hijau segera ia geser.

"kenapa?"

"lu di kosan kan?. Bukain pager ya, bentar lagi gue nyampe kosan lu nih."

"ngapain?"

"jangan banyak tanya, ini gue udah di depan kosan lu. Eh nggak usah turun lu, pager nya udah kebuka"

Baru akan menjawab, sambungan telepon itu sudah terputus. Yoceline melihat handphone nya kebingungan.

"bocah, nggak jelas banget dah"

Melupakan kelakuan tidak jelas sahabatnya itu, Yoceline terdiam sejenak untuk mengingat apa yang tadi ingin ia lakukan sebelum menelpon.

"oh iya, nyari buku"

Jarinya segera bergerak untuk mengembalikan tampilan telepon ke aplikasi e- commerce.

"Yo, lu gila sih yo"

Yoceline segera melihat ke asal suara dengan matanya yang melebar. Begitu melihat siapa yang tadi membuka pintu kosannya bersamaan dengan suara khas yang sudah ia dengar hampir 10 tahun, Yoceline bisa bernafas dengan lega. Ia mengelus dadanya untuk sedikit menenangkan jantungnya yang masih berdetak cepat akibat terkejut.

"bisa nggak sih lu ngetuk dulu, kaget gue"

"nggak, nggak bisa. Ini terlalu penting dari ngetuk pintu. Serius yo, lu gila banget sih"

Kata "gila" yang kembali di ulang membuat Yoceline baru sadar, bahwa sahabatnya itu baru saja meledeknya.

"kenapa sih lu? sampai ngatain gue "gila"? ada apaan?"

"ada apaan kata lu?. Yo, kita baru jadi mahasiswa, bahkan belum sampai sebulan, tapi, wah lu,,,,bener- bener sih"

Cara bicaranya yang mulai lebay, di tambah kata tidak jelas di dalamnya membuat Yoceline yang tadi masih menatap handphone jadi melirik Luisa, sahabatnya yang tidak tahu sejak kapan sudah duduk di kasur.

"apaan sih? Ngomong yang jelas, kenapa sih?"

Tidak menjawab pertanyaan Yoceline, Luisa malah menunjukkan sebuah postingan beserta foto yang tertera kehadapan Yoceline. Melihat judulnya, Yoceline segera merebut handphone Luisa dan membaca caption yang ada di postingan tersebut.

Hallo DewanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang