10. Dua belas ribu lima ratus

1 0 0
                                    

Akhirnya Yoceline sampai juga di dalam kelas. Tidak seperti biasanya, Yoceline terlihat lemas dan tidak bersemangat. Ia duduk di bangkunya dan hanya terdiam. Kanzia dan Margaret yang memang sudah datang melihat ke arah Yoceline bingung. Beberapa hari ini Yoceline kelihatan seperti manusia tidak punya semangat hidup.

"lu kenapa ngos- ngosan gitu deh?" tanya Kanzia penasaran.

"naik tangga."

Jawaban singkat itu membuat Kanzia dan Margaret mengerti. Gedung mereka memiliki lift, tapi untuk menggunakannya butuh keberuntungan yang besar. Dengan mahasiswa yang ada di fakultas mereka dan jumlah lift dan daya tampung yang ada, kemungkinan bisa menggunakan lift sangat sulit. Apalagi jika ada dosen yang menggunakan lift juga, maka mahasiswa yang harus mengalah. Yang paling tersiksa adalah mahasiswa di lantai 4 dan 5, seperti Yoceline sekarang, yang kelasnya berada di lantai 4.

"lagian, kenapa juga lu datangnya mepet banget?" Kanzia kembali bertanya.

Tapi, belum sempat Yoceline menjawab, seorang dosen sudah masuk. Akhirnya mereka tidak melanjutkan obrolan dan fokus pada kelas hari ini.

Kelas berakhir. Yoceline dan yang lain memutuskan untuk pergi ke kantin dekat perpustakaan, sebelum kelas mereka selanjutnya. Begitu sampai, mereka mulai berpencar untuk membeli makanan yang mereka inginkan. Di kantin itu cukup banyak orang yang menjual makanan, seperti bakso, seblak, mie ayam dan juga warung nasi.

Ketika sudah mendapatkan makanan yang diinginkan, mereka duduk di satu meja. Beruntung Kanzia tadi sudah menempati meja duluan, karena sekarang kantin sudah terlihat full. Begitu Yoceline meletakkan piringnya, semua mata teman- temannya. Mereka duduk di meja kedua dari pojok. Dimana meja paling pojok dibuat menghadap tembok.

"lin, serius lu makan itu doang?" tanya Raisa terkejut.

Dengan anggukkan santai, Yoceline mengangguk. Dipiringnya hanya ada tahu, sambal dan nasi yang dia bawa. Semuanya menatap Yoceline dengan iba.

"lu kenapa sih sebenarnya?. kayaknya beberapa hari ini gue liat, lu rada aneh." tanya Kanzia.

Beberapa hari ini, Kanzia menyadari keanehan dari Yoceline, tapi hari ini dia baru berani bertanya.

"uang gue udah menipis." curhat Yoceline terlihat santai..

"kok bisa?.Lu pake buat apaan?" tanya Raisa bingung.

"Pas kemarin dapat kiriman lagi, kan gue pake buat beli buku konstruksi pola dasar sama beberapa alat buat jahit dan gambar pola. Itu aja udah keluar banyak, ditambah kemarin kan harus ganti rugi buku yang gue rusakin ke perpus. Jadi sekarang duit gue nipis banget."

Mendengar cerita Yoceline tentang keuangannya, yang lain jadi merasa iba. Memang diawal bulan ini pun mereka mengeluarkan banyak uang untuk keperluan kampus, seperti bulan sebelumnya, saat pertama kali mereka masuk.

"terus gimana?. Uang lu masih ada?"

"emang kemarin bayar ke perpus berapa?"

"bukannya buku perpus bakalan diganti sama kak Dewa?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Raisa mendapatkan perhatian dari yang lain, begitu juga Yoceline.

"iya juga, bukannya lu minta kak Dewa ganti buku itu?"

"udah hubungin kak Joe belum lin?" tanya Kanzia.

"kenapa malah hubungi kak Joe deh?" Bora kelihatan bingung karena ucapan Kanzia tersebut.

"kan kemarin Yoceline mintanya nomor kak Joe, buat ngomongin soal buku." ucap Kanzia menjelaskan.

Bora yang baru ingat tentang itu hanya mengangguk, kemudian matanya kembali melihat Yoceline. Sementara yang dilihat hanya menghembuskan nafas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hallo DewanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang