5. Namanya Yoceline

5 0 0
                                    

Langit masih terlihat gelap, namun di sebuah ruangan, sudah terlihat aktifitas dari si pemiliknya. Setelah menyadarkan diri sepenuhnya dari rasa ngantuk yang tersisa, dirinya mulai melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi. Tidak membutuhkan waktu lama, pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan laki- laki yang terlihat lebih segar dari sebelumnya.

Setelah mengganti pakaiannya, ia segera menuju ke meja belajar. Tas yang akan ia bawa hari ini segera dibuka untuk mengecek isinya. Dengan teliti ia memastikan kembali bahwa tidak ada barangnya yang tertinggal. Begitu sudah memastikan bahwa semuanya aman, tas itu segera ditutup. Sambil menjinjing tas, ia mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

Rumah yang cukup besar itu terasa gelap dan sepi. Hanya dapur yang terlihat terang, dan hanya ditempat itu juga terlihat ada pergerakan manusia lainnya. Tanpa suara, laki- laki itu segera berjalan menuju meja makan. Tas yang sejak tadi ia jinjing segera ia gantung di sandaran bangku, sebelum ia menarik bangku tersebut untuk ia tempati.

Setelah laki- laki itu menarik bangku, seseorang yang ada di dapur itu baru menengok.

"mas Dewangga toh. Kaget saya mas"

Seorang wanita paruh baya terlihat mengelus dadanya. Dari ekspresinya, ia sepertinya agak terkejut dengan kedatangan Dewangga, yang datang tanpa suara sama sekali. Sementara laki- laki yang sudah duduk di tempatnya itu hanya menunjukkan senyum singkatnya.

"Makanan udah ada di meja mas"

Tidak mengeluarkan suara, Dewangga hanya mengangguk. Namun tangannya segera bergerak menarik sepiring nasi goreng kehadapannya. Dengan sangat tenang, Dewangga menyantap sarapannya.

"mas, mau saya bikinin kopi?"

Terlihat Dewangga terdiam untuk memikirkan jawabannya, sebelum akhirnya laki- laki itu mengangguk. Tanpa berbicara lagi, perempuan paruh baya itu segera menjauh untuk membuat kopi.

Sambil mengunyah, Dewangga menatap jam di tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul setengah 6. Kemudian ia segera menurunkan tangannya dan menyelesaikan sarapan miliknya.

Bersamaan dengan sendokan terakhir, bi Diah, pembantu yang sudah lama bekerja dengan Dewangga, membawakan botol kecil.

"ini mas kopinya"

Dengan senyuman Dewangga menerima botol itu.

"terima kasih bi"

Botol itu segera Dewangga letakkan di bagian samping tasnya. Tidak membuang waktu lama, Dewangga segera melangkah menuju luar rumah. Ia masih harus menggunakan sepatunya.

Begitu sudah siap, Dewangga masuk ke dalam mobil. Dalam hatinya, ia hanya berharap tidak ada kemacetan, jadi ia bisa datang ke kampus tepat waktu. Waktu tempuh dari rumah Dewangga menuju kampus sekitar satu setengah jam, itu pun kalau lancar. Jika sedang macet, ia bisa menempuh dua sampai dua setengah jam. Sementara kelas paling pagi yang ia miliki ada di jam 8.

Beruntungnya hari ini, jalan tidak sedang macet, jadi Dewangga bisa tiba 30 menit lebih awal. Begitu keluar dari mobil, Dewangga segera memasang earphone di kupingnya dan mulai melangkah menuju kelas. Hal ini selalu dilakukan, karena itu membuatnya nyaman.

Sampai di kelas, ia sudah disapa dengan lambaian tangan. Cukup banyak perempuan di kelasnya yang menyapa dan menawarkan Dewangga untuk duduk disamping mereka. Dewangga tidak mempedulikan semua sapaan itu dan hanya mencari manusia yang sudah ia kenal. Sudah melihat siapa yang dicarinya, Dewangga segera melangkahkan kakinya.

Bangku paling ujung selalu menjadi tempat terbaik untuk Dewangga, dan Joe selalu menyisakan tempat itu untuknya. Begitu duduk, Dewangga melihat Joe yang terus melihat ke arah handphone, bahkan seperti tidak menyadari kedatangan dirinya.

Hallo DewanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang