Sifatnya yang sangat peduli dengan keluarga, membuatnya malam-malam harus pulang dari rumah sang kakak yang di kabarkan sakit itu. Prasetya, sang kakak yang sakit itu akhirnya di bawa ke rumah sakit atas saran Pram melalui telepon tadi pagi. Toh saran itu membawa hasil yang sangat penting di ketahui oleh keluarga, bahwa Prasetya ternyata terkena kanker otak yang cukup membahayakan.
Rapat keluarga malam itu membuat Pram terpaksa pulang lewat tengah malam. Seandainya esok bukan hari kerja dan dia punya tugas penting, barangkali Pram memilih tidur di rumah kakaknya ketimbang menembus hujan selebat itu.
Pada waktu Pram mendengar kabar bahwa kakaknya jatuh sakit, ia masih berada di Batam. Siang itu pula ia pulang bersama adiknya yang kebetulan juga ada urusan dengan sebuah perusahaan di Batam. Tapi Pram langsung ke rumah Prasetya, sedangkan Renna, adik permpuannya, langsung pulang ke rumah orangtua mereka.
Pram tak sempat mengurus barang-barangnya yang di bawa pulang ke rumah orangtuanya oleh Renna.
"Nanti sore setelah pulang dari rumah Pras, aku kerumah Mama sambil mengambil barang-barangku. Mungkin sekarang Mama sudah berada di rumah Pras." Kata Pramuda ketika keluar dari bandara bersama Renna.
"Siapa yang antar mama ke rumah Pras? Kurasa Mama belum ke rumah Pras. Sebaiknya kau singgah dulu ke rumah, lalu bawa mama ke rumah Pras. Aku dari kantor langsung rumah Pras, tak perlu pulang dulu untuk jemput Mama."
"Kan ada Pardi!"
"Mama pergi sama Pardi, sekalipun Pardi sudah bisa nyetir dan punya SIM, tapi Mama tetap anggap Pardi sebagai tukang kebun kita, Pram!"
Tapi agaknya saat itu Pram cenderung untuk segera ke rumah Prasetya untuk memeriksa apakah kakaknya sudah di bawa ke rumah sakit atau belum. Ia sempat mampir ke kantor selama 10 menit untuk memberikan laporan singkat kepada atasannya dan mengambil mobilnya yang dititipkan ke kantor sebelum ia berangkat ke Batam dua hari yang lalu.
Ketika Pram sampai ke rumah Prasetya ternyata sang kakak sudah di bawa ke rumah sakit, sehingga Pram terpaksa segera meluncur ke rumah sakit. Pram sempat menggerutu jengkel dengan keponakannya; Nadia, anak sulung kakaknya, yang jika pakai telepon tak pernah kenal waktu, sehingga Pram berulang kali gagal menghubungi telepon rumah kakaknya untuk mengetahui posisi Pras saat itu. Ternyata sudah di bawa ke rumah sakit.
Pada saat mendengar hasil pemeriksaan sementara dari pihak dokter, bahwa Prasetya di duga terkena kanker otak, pihak keluarga sempat panik, terutama Maria, istri Prasetya itu mudah gugup oleh hal-hal yang mengejutkan itu. Pram segera membawa Maria pulang ke rumah sang kakak.
Saat itu, Renna dan mamanya pun segera datang dan mereka berunding secara kekeluargaan, mengingat Prasetya satu-satunya anak dari empat saudara yang tingkat perekonomiannya paling rendah.
Pukul 8 malam nanti, Renna pulang lebih dulu dengan mama dan Pardi, situkang kebun yang di suruh mengemudikan mobil Renna. Pram masih tinggal di rumah Pras, berbicara dengan keluarga di pihak Maria.
Hujan yang turun sejak pukul 10 malam membuat Pramuda mencoba untuk menunggu hujan reda di rumah kakaknya. Tapi karena hujan tak mau reda, maka Pram nekat pulang tanpa keraguan. Pada saat itulah, Pram mendapat peringatan dari si penjaga gerbang tol tersebut.
****
Pramuda memang memperlambat laju mobilnya saat melewati jalan menanjak diatas jemabatan layang itu. Ia memperhatikan kerusakan jalan yang di maksud si penjaga tol tadi. Namun menurutnya jalanan tetap halus mulus tanpa lubang yang dapat membahayakan laju kendaraan.
"Mana jalan yang rusak???! Sialan!! Aku di kerjain si penjaga tol tadi!!"
Gerutu Pramuda sambil belum berani menambah kecepatan mobilnya. Tetapi mata pemuda itu segera menatap sesosok tubuh yang berdiri di pinggir jalan, merapat ke pagar jalan. Sosok yang basah kuyup itu adalah sosok seorang wanita muda berambut panjang sepunggung dengan pakaian longdress putih berlengan panjang longgar. Gaun itu sangat tipis dan begitu lekat dengan tubuh karena terguyur kuyup oleh air hujan.
"Haah?? Siapa gadis itu?? Manusia atau Kuntilanak??!!" ujar hati Pramuda yang sangat terkejut begitu wajah si gadis tersorot lampu mobilnya.
Seketika itu juga bulu kuduk Pram berdiri meremang. Jantungnya berdetak cepat dengan wajah tegang. Pandangan matanya segera di tujukan ke arah kaki si gadis bergaun putih tipis itu. Ternyata kedua kaki gadis itu menapak aspalan.
"Oh, bukan! Bukan Kuntilanak atau peri, tapi orang gila! Sialan! Bikin kaget saja! Uuuuuh... dasar orang gila, sudah tau hujan masih juga keluyuran. Di jalan tol, lagi!!"
Pram segera melaju dengan mobilnya, walau dalam hati sempat berkata.
"Kasihan. Padahal gadis itu punya wajah cantik, pantas jadi foto model. Bodinya juga oke. Sayang otaknya gak oke. Kalau saja dia..."
Ucapan batin itu terhenti seketika, karena jalannya mobil tiba-tiba tersendat-sendat. Lebih parah lagi, mesinnya pun segera mati bagai mobil kehabisan bensin.
"Wah, kenapa dengan mobil ini?padahal tadi sore baru isi bensin penuh??!!"
Pram buru-buru mengarahkan mobilnya yang masih menggelinding tanpa suara itu ke tepi, memasuki lajur darurat. Ia mencoba menghidupkan mesin mobil lagi, tapi tak berhasil.
Sampai akhirnya mobil benar-benar berhenti dan yang terdengar hanya deru hujan yang di sertai angin yang tak sekencang tadi.
"Brengsek! Kenapa ngadat mobil ini?? Baru beli 4 bulan udah ngadat begini, apa minta di bakar di depan showroomnya??" geram hati Pramuda sambil mencoba menstrarter berulang kali. Akhirnya dia putus asa.
"Wah ,terpaksa harus keluar dan buka kap mesin nih. Kunyuk brengsek Mana hujannya masih deras begini, dan... oh, ada payung dibelakang! Biar masih basah juga, tapi tak seberapa kuyup jika memeriksa mesin pakai payung!!"
Pramuda meraih payung yang ada di jok belakang. Pada saat itu juga ia melihat si gadis bergaun putih dan berambut panjang itu mendekati mobilnya dengan langkah gontai karen menggigil kedinginan. Kedua tangannya saling memeluk tubuh, dan kakinya yang tanpa sandal atau sepatu itu tetap menapak di aspal.
"Celaka! Gadis gila itu mendekat kemari??" gumam Pramuda dengan tubuh segera merinding. Namun payung tetap di raihnya.
"Kalau dia macam-macam, ku pukul pakai payung saja!" pikirnya. "Atau mungkin ia akan segera pergi jika ku berikan payungku ini!"
Gadis itu mendekat dari samping kiri. Ia berhenti di depan kaca pintu kiri. Wajahnya tampak samar-samar karena air hujan yang membasahi di kaca pintu kiri itu. Namun Pram segera menurunkan kaca tersebut karena si gadis mengetuk-ngetuknya dengan kuku jemarinya yang tak seberapa runcing itu.
Trek,trek,trek...!!
Pram tak punya pilihan lain selain menurunkan kaca pintu tersebut dan mengajaknya bicara baik-baik agar tak mengamuk. Hal yang paling di khawatirkan apabila gadis gila itu di usir dengan kasar, lalu mengamuk, melempari dengan batu atau sejenisnya, itu lebih berbahaya. Apalagi mesin mobil dalam keadaan ngadat dan tak bisa di starter.
"Hai, mau kemana malam-malam begini, non??" sapa Pramuda dengan di paksakan bernada ramah dan senyum kaku, tapi tangannya sambil memutar kunci kontak beberapa kali.
Si gadis tidak langsung menjawab. Ia memandang Pram tak berkedip, jari telunjuk dan jari tengah di tempelkan di pelipis. Tiba-tiba Pram merasa ada sesuatu yang mengalir dari tatapan dingin si gadis. Sesuatu itu adalah semacam getaran halus yang membuat mata Pramuda berkedip dan seperti terkantuk dalam sekejab.
Nyuuuut...!!
Sangat sekejab.
Setelah itu pandangannya terang kembali dan rasa kantuk itu tak ada sama sekali. Pram tak menghiraukannya.
"Boleh aku menumpang mobilmu?" pintanya dengan suara bening namun sedikit besar untuk jenis suara wanita.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Roh Pemburu Cinta✓
ParanormalSilakan follow saya terlebih dahulu. Serial Dewi Ular Tara Zagita 1 Ketika langit terbuka bagaikan terbelah, sinar hijau itu memancar ke bumi dalam cuaca amat buruk; hujan lebat dan angin badai seakan ingin menggulingkan permukaan bumi. Gadis canti...