Aku minta izin pulang cepat hari ini dari kerjaan. Maklumlah, hari ini aku mau ke rumah sakit. Aku mau ber-KB. Bukan aku tidak mau punya anak lagi. Tapi bagiku memiliki tiga anak sudah cukup dulu untukku. Lagipula mas Hendra semalam bilang tidak melarangku.
Antrian hari ini cukup padat. Di bangsal anak-anak malah kulihat beberapa ibu-ibu membawa anak-anak mereka yang banyak sekali terserang demam. Aku bersyukur sekali. Ketiga anakku sehat-sehat saja. Sampai akhirnya seorang ibu-ibu menyeletuk manakala dia melihat perempuan modis itu langsung datang menyalip beberapa antrean.
"Ibu-ibu yang itu, selalu begitu kalau kesini," tukas seorang ibu-ibu di sebelahku. Tampaknya dia sudah menunggu lama.
"Yang mana bu?" tiba-tiba entah kenapa mulutku begitu saja terbuka untuk bertanya.
"Yang itu. Cantik sih. Sepertinya belum terlalu tua. Namun, kalau dia datang kesini sudah dipastikan semua yang hadir disini pasti harus menyingkir."
Barangkali dia punya banyak uang! pikirku sambil duduk menunggu.
Bukankah perawat pasti akan mendahulukan golongan orang berduit. Bukan golongan orang macam kami. Yang berobat pun harus pakai kartu miskin. Dan harus menunggu antri lama.
Tapi, aku mendadak takjub ketika melihat siluet itu. Rasanya seperti tak asing. Kalau benar tebakanku. Rasanya perempuan yang baru datang itu. Yang sedikit menciptakan kegaduhan itu sepertinya orang yang kukenal. Dan benar saja. Aku tidak bisa mengingkari sepasang mataku kalau perempuan itu adalah kak Hani.
Ngapain dia kesini? Sakitkah dia?Atau...
"Dia itu selalu di-spesialkan disini. Maklumlah, punya banyak duit. Dia selalu memeriksakan diri. Katanya dia nggak punya anak. Dan mau punya anak."
Kak Hani! Ingin punya anak!
Bukankah aku selalu mendengar Kak Hani yang selalu bilang di acara keluarga kalau dia memang belum mau punya anak. Katanya nanti takut tubuhnya melar. Tubuhnya yang tak terurus. Bahkan akan susah baginya untuk mengurus anak.
"Jangan heran, dik. Disini bukan tempat kita yang sudah punya banyak anak dan pingin nggak punya anak lagi. Namun, disini juga bisa sebaliknya," kata ibu-ibu di sebelahku lagi. Sampai aku tercengang mendengarnya. Ibu-ibu di sebelahku ini seolah dapat membaca isi pikiranku.
"Jadi maksud ibu?"
"Sepertinya dia atau suaminya yang mandul. Yang pasti aku sering sekali melihatnya ada di rumah sakit ini. Memeriksakan diri. Tapi, kalau kulihat-lihat..."
Berceritalah ibu di sebelahku ini panjang lebar. Hingga aku menyadari kalau ternyata apa yang diucapkan Kak Hani selama ini hanyalah sandiwara. Rupanya dia ingin sekali punya anak. Punya keturunan.
Dalam hati aku bersyukur. Aku sudah memiliki tiga anak meski kami hidup kekurangan harta.
Sampai akhirnya kulihat Kak Hani berjalan bersama dokter terkemuka. Sepertinya dokter spesialis.
Kak Hani nampak mengobrol kecil dengan dokter itu, sampai akhirnya dia masuk ke dalam sebuah ruangan.
Aku tertegun cukup lama. Sebelum akhirnya ibu-ibu di sampingku menepuk pahaku lantaran ia dipanggil masuk ke ruangan.
"Ibu duluan ya Dik,"
"Iya bu," ujarku.
Aku tertegun lagi. Cukup lama. Sampai akhirnya namaku dipanggil masuk dan aku menjelaskan pada dokter kalau aku ingin melakukan KB.
Usai melakukan beberapa pemeriksaan dan penanganan lalu semuanya beres, aku cepat keluar dari koridor rumah sakit untuk cepat-cepat pulang ke rumah.
Namun, mendadak aku harus menghentikan langkahku karena melihat Kak Hani masuk ke sebuah mobil mewah dan merenung disana.
Entah apa yang ia pikirkan, aku tidak tahu. Namun, cukup lama ia berada dalam mobil sebelum akhirnya mobil yang ia kemudikan melaju pergi.
Aku tidak mungkin menghampiri dia. Karena memang pada dasarnya aku tidak mau bertemu. Terlebih dia pasti akan malu bila bertemu denganku di tempat seperti ini. Sudah pasti rahasianya akan diketahui. Entahlah, apakah ini bisa dikatakan sebagai rahasia mengingat dirinya datang ke tempat ini.
Sampai akhirnya aku tersadar dan cepat berjalan menuju angkot karena ingin cepat pulang. Karena aku harus menyiapkan makan siang untuk anak-anakku yang pastinya baru pulang dari sekolah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BAJU LUSUHKU DI ACARA KELUARGA
Narrativa generale#Cerita ini TAMAT di aplikasi KBM. Ratih melihat semua kakak-kakak dan adiknya sukses. Dan dalam dirinya timbul perasaan yang begitu menyiksa. Karena di setiap acara keluarga, dia yang paling merasa kerdil. Selalu jadi bahan hinaan. Dan hidupnya...