Zyan sadar.
Ren tidak bisa mengungkapkan betapa bahagia dirinya setelah mengetahui kabar itu. Akhirnya setelah tertidur selama hampir seminggu, adiknya itu kembali bersedia untuk membuka matanya. Tak hanya Ren, kabar tentang sadarnya Zyan juga membawa kebahagaiaan di seluruh penjuru kerajaan Zeolum. Bahkan saat ini pun seluruh anggota keluarga kerajaan Zeolum telah berkumpul di kamar Zyan.
Ratu Gracella yang kini duduk di samping Zyan tidak berhenti menciumi tangan putranya itu. Ia sangat bahagia melihat putranya yang berhasil kembali setelah berjuang untuk mempertahakan hidupnya dari jurang kematian. Sementara Raja Dalbert hanya memperhatikan perlakuan istrinya itu sembari terus tersenyum lega.
"Terima kasih karena sudah kembali, Nak" ucap Ratu Gracella sembari terus mengelus surai rambut Zyan lembut. Ia sama sekali tidak mengalihkan pandangan matanya dari Zyan. Kali ini ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan kerinduannya dengan iris mata yang tidak bisa dilihatnya hampir seminggu itu.
"Apa masih terasa sakit, hm?" tanya Ratu Gracella dengan nada keibuannya.
Zyan menggeleng lemah. "Sudah lebih baik," ucap Zyan lirih namun masih bisa didengar oleh Ratu Gracella.
Ratu Gracella pun tersenyum lega mendengar jawaban dari Zyan itu. Meskipun demikian, ia tahu pasti jika putranya itu tak sepenuhnya berkata jujur. Karena ia bisa melihat bagaimana putranya itu sesekali memejamkan mata sembari mengernyitkan dahinya. Sangat terlihat jika putranya itu tengah menahan rasa sakit akibat luka di perutnya.
"Apa kamu membutuhkan sesuatu? Kalau iya, akan aku minta pelayan untuk membawakannya ke sini," kali ini Ren yang membuka suara. Namun pertanyaannya itu kembali dijawab dengan gelengan lemah dari Zyan.
Tak lama kemudian seorang pengawal kerajaan datang ke kamar Zyan. Pengawal kerajaan itu memberitahukan tentang kedatangan Raja Laurent di Istana Zeolum. Karena itulah Raja Dalbert pun pamit undur diri. Sementara Ratu Gracella, Ren dan Julian tetap di kamar Zyan karena mereka masih ingin melepas kerinduan mereka pada Zyan.
Zyan yang mendengar pengawal kerajaan itu menyinggung tentang kedatangan Raja Laurent pun seketika terbersit akan satu hal. Saat Ren mulai memposisikan diri untuk duduk di sampingnya, Zyan segera menanyakan sesuatu yang terbersit di pikirannya itu pada Ren.
"Kak, Kak Revian?"
Ren menghela nafasnya kasar saat mendengar pertanyaan dari Zyan. Dalam hati ia menggerutu. Dari sekian banyak pertanyaan mengapa adiknya itu harus menanyakan tentang bajingan itu. "Lupakan soal dia. Dia sudah ada di tempat yang seharusnya," balas Ren lengkap dengan wajah kesalnya.
Julian yang daritadi hanya diam pun akhirnya memutuskan untuk membuka suara. Bagaimana pun ia harus mengalihkan topik pembicaraan tentang Revian. "Aku ada kabar bahagia untukmu. Kamu ingat kan soal kejadian yang menimpa Marsen waktu itu. Akhirnya kamu dinyatakan tidak bersalah. Beberapa hari yang lalu pelakunya sudah mengakui semua perbuatannya dan menyerahkan dirinya ke Istana Hustone," tutur Julian dengan binar bahagianya.
"Benarkah? Ta-tapi siapa pelakunya?"
Damn!
Bodoh sekali. Julian merutuki dirinya sendiri yang salah mengambil topik pembicaraan. Ia tidak mungkin mengatakan jika Tristan lah pelakunya. Karena bagaimana pun Tristan adalah sahabat Zyan. Adiknya itu pasti akan terguncang saat mengetahui bahwa sahabatnya itu telah mengkhianati kepercayaannya dengan membuatnya bersalah atas kesalahan yang sama sekali tidak dilakukannya.
Sementara itu, Ren terus menatap tajam Julian. Mungkin setelah ini ia akan menghajar adiknya itu yang berani mengambil topik pembicaraan yang sangat sensitif. "Kau akan tahu nanti. Untuk saat ini jangan terlalu memikirkan banyak hal. Istirahat saja. Kakak hanya ingin kamu pulih secepatnya," ucap Ren mencoba menghentikan alur pembicaraan ini.
Ratu Gracella pun memberikan afirmasinya pada ucapan Ren itu. Ia setuju karena memang Zyan harus banyak istirahat dan tidak boleh banyak bergerak, mengingat luka putranya itu masih belum sepenuhnya sembuh. Kemudian Ratu Gracella sedikit menaikkan selimut Zyan lalu kembali mengelus surai rambut putranya itu lembut.
***
Plakk...
Raja Laurent menampar pipi Revian dengan keras. Akhirnya setelah beberapa hari menahan diri, ia bisa meluapkan segala emosi yang telah dipendamnya. Semuanya berkat kabar tentang sadarnya Zyan. Saat mendapatkan kabar itu, Raja Laurent pun langsung memanfaatkan momentum itu untuk menemui Revian. Dan benar saja, pada akhirnya Raja Dalbert mengizinkannya untuk menemui Revian setelah sekian lama.
"Aku tidak tahu jenis manusia apa dirimu! Jenis manusia apa yang sampai hati mencelakai adiknya sendiri," murka Raja Laurent yang tidak habis pikir dengan kelakuan putra sulungnya itu.
Kali ini Raja Laurent tidak datang sendiri, melainkan datang bersama Marsen. Setelah menampar dan mengungkapkan kekecewaannya pada Revian, Raja Laurent langsung menarik lengan Marsen agar lebih dekat dengannya.
"Kau lihat! Lihat adikmu yang selalu membanggakanmu ini. Apa salahnya padamu sampai kau dengan tega mencelakainya. Apa kau sadar kalau perbuatanmu itu bisa membuat adikmu tiada, hah?"
Revian yang semula menundukkan pandangannya pun beralih menatap nyalang Marsen. "Jangan berlebihan, ayah. Dia saja masih hidup. Bahkan saat ini dia berani menatapku seperti itu," ucap Revian yang tidak suka cara Marsen menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.
"Tutup mulutmu Revian! Lebih jauh dari itu, kau sudah banyak mempermalukanku. Tak hanya aku, tapi kau sudah mempermalukan seluruh Hustone," ucap Raja Laurent sembari mengarahkan jari telunjuknya pada Revian. "saat kau hampir membunuh Zyan, aku masih mempercayaimu karena mengira kau sedang membalaskan dendam adikmu. Tapi aku tidak menyangka jika yang mencelakai Marsen saat itu bukanlah Zyan, tapi ternyata kau Revian, kakaknya sendiri. Karenamu hubungan antara Zeolum dan Hustone menjadi renggang. Dan sebagai seorang putra mahkota tidak sepantasnya kau melakukan hal itu,"
"Mulai hari ini lupakan soal posisimu sebagai putra mahkota. Lupakan juga soal memanggilku ayah. Aku bahkan sudah menganggapmu tiada," pungkas Raja Laurent yang langsung melangkahkan kakinya keluar dari penjara meninggalkan Revian yang saat ini tengah mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.
Sementara itu, masih belum ada tanda-tanda Marsen meninggalkan Revian. Marsen justru masih setia menatap Revian dengan tatapan tidak habis pikir. "Dulu aku selalu menjadikan kakak panutanku. Alasan klasik, karena kakak selalu menjadi yang terbaik di mataku. Tapi aku tidak menyangka kakak akan berbuat sampai sejauh ini. Sekarang kakak tidak lebih dari seorang penjahat di mataku," ucap Marsen dengan nada kecewanya.
Revian tersenyum meremehkan. "Kau pikir kau lebih baik dariku? Apa kau tidak ingat dengan semua perbuatanmu hah? Jangan berusaha menjadi sok baik, Marsen. Aku tahu. Kau bahkan sangat bahagia saat aku memberitahumu bahwa Zyan tidak memilki kekuatan. Kau memanfaatkan informasi dariku itu untuk menghina Zyan sepuasmu kan. Jadi ku ingatkan sekali lagi Marsen, kalau kau sama saja denganku," tutur Revian yang kemudian mendorong bahu Marsen dengan kasar.
Marsen tertegun. Memang benar jika dirinya tahu fakta tentang Zyan yang tidak memiliki kekuatan itu dari mulut Revian secara langsung. Tentu saja Revian bisa tahu karena sudah sejak lama Revian menggali informasi mengenai kerajaan Zeolum khususnya Ren.
Marsen tidak menyangkal jika belakangan ini hatinya menjadi gelisah karena terus memikirkan penghinaanya pada Zyan kala itu. Ia bingung harus tetap membenci Zyan atau tidak. Di satu sisi ia selalu iri dengan pencapaian Zyan dan ia tidak suka Zyan yang selalu membantu Shion. Tapi di sisi lain ia merasa sangat berterima kasih pada Zyan yang justru membantunya saat tergantung, padahal saat itu ia telah menghinanya habis-habisan.
"Aku membencimu, Kak"
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Miracle
FantasyZyan tidak pernah mengerti dan tidak pernah mau mengerti seperti apa sebenarnya genre hidupnya. Ia hanya ingin menjalani hidup dengan tenang tanpa mengkhawatirkan apapun. Tapi lagi-lagi kenyataan menyadarkannya bahwa bukan hidup namanya kalau tidak...