"Kak?"
Baru saja Julian membuka kamar, ia langsung dikejutkan dengan pemandangan Ren yang tengah memaksakan diri untuk bangun. Julian pun bergegas menghampiri kakaknya itu. Kedua tangannya langsung meraih bahu Ren, berusaha untuk mencegah kakaknya itu bangun dari posisi berbaringnya.
"Jangan bangun dulu kak!" larang Julian yang masih berusaha membaringkan Ren kembali. Julian sendiri heran dengan kakaknya itu. Meskipun dalam kondisi yang tidak baik, kakaknya itu masih memiliki kekuatan untuk bertahan di posisi setengah terduduknya.
"Argh!!"
Erangan dari Ren membuat Julian menghentikan usahanya untuk membaringkan Ren. Julian sontak panik kala matanya menangkap warna merah yang kini menghiasi pakaian Ren di bagian perutnya.
"Dibilangin jangan bangun dulu. Lukanya buka lagi kan," omel Julian yang langsung menarik paksa Ren agar berbaring.
Setelah berhasil membaringkan Ren kembali, Julian mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar Ren. Bagaimanapun ia harus segera memanggil dokter kerajaan agar luka Ren yang kembali terbuka itu bisa cepat tertangani. Namun belum sempat Julian melangkah, langkahnya itu langsung ditahan oleh Ren. Ditengah ringisannya menahan rasa sakit, Ren terus mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Zyan. Dia. Dimana?" tanya Ren terputus-putus. Bukan tanpa alasan, karena saat ini ia yang memang masih bergelut dengan rasa sakitnya.
Beberapa menit menunggu dan tak kunjung mendapat jawaban dari Julian tentu membuat Ren kesal. Oleh karena itu, seolah tak peduli lagi jika adiknya itu akan mengomel, Ren kembali mencoba untuk bangun.
"Kak,"
"Apa kamu tidak punya telinga?" ketus Ren yang kesal dengan kebungkaman Julian. "Barusan kakak tanya sama kamu. Kenapa gak jawab pertanyaan kakak? Dimana Zyan sekarang? Kakak mau bertemu dengannya," sambung Ren yang masih belum mendapat jawaban dari Julian.
Ren semakin kesal saat melihat Julian yang memilih untuk menundukkan pandangan matanya. Hal itu tentu saja membuat Ren tidak bisa membaca pikiran adiknya saat ini. Meski tidak bisa membaca pikiran Julian, Ren bisa tahu bagaimana adiknya itu yang kini terlihat gelisah.
"JULIAN!"
"Kak. Lebih baik kakak istirahat dulu aja ya. Nanti kalau kakak udah sembuh baru aku antar ketemu Zyan nya," ucap Julian yang mencoba membujuk kakaknya itu.
"Antar?" tutur Ren pelan dengan tatapan tak habis pikir. "Kenapa ucapanmu seolah Zyan pergi jauh? Dia ada di kamarnya kan?" sambung Ren yang langsung berusaha menurunkan kakinya dari ranjang.
Julian pun segera mencegah pergerakan dari Ren itu. "Kak. Udah aku bilang berapa kali. Istirahat dulu. Itu luka kakak udah buka. Jangan sampai lukanya tambah parah lagi kak," tutur Julian yang masih belum menyerah.
"Julian," panggil Ren yang langsung meraih lengan Julian sebagai pegangan. Ia lalu memejamkan matanya sejenak. Kali ini ia menyerah untuk memaksa turun dari ranjang karena ia tidak bisa memungkiri jika dirinya saat ini mulai kepayahan. "Zyan. Dia baik-baik saja kan?" tanya Ren dengan nada tertahan. Tatapannya pun kini tersirat penuh dengan harapan.
Ren tidak menyangkal jika ia masih berharap adiknya itu akan mengatakan bahwa Zyan baik-baik saja. Namun harapannya seketika musnah kala Julian perlahan menggelengkan kepalanya. Tampak mata adiknya itu yang mulai terpejam, berusaha menahan air mata yang nyatanya tetap berhasil lolos keluar dari matanya.
Pegangan tangan Ren di lengan Julian terlepas begitu saja. Tatapan mata Ren yang semula dipenuhi dengan harapan kini beralih menjadi tatapan kosong. Sementara Julian yang melihat respon dari kakaknya itu pun langsung membawa kakaknya itu ke dalam pelukannya. Pada akhirnya keduanya sama-sama melepaskan isakan akibat sesak yang ada dalam dada mereka. Sesak karena harus menerima kenyataan bahwa mereka telah ditinggalkan oleh adik mereka untuk selama-lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Miracle
FantasyZyan tidak pernah mengerti dan tidak pernah mau mengerti seperti apa sebenarnya genre hidupnya. Ia hanya ingin menjalani hidup dengan tenang tanpa mengkhawatirkan apapun. Tapi lagi-lagi kenyataan menyadarkannya bahwa bukan hidup namanya kalau tidak...