semua orang pernah sakit hati

10K 98 6
                                    

Tidak terasa 2 minggu berlalu, sebentar lagi perkuliahan akan segera dimulai. Aku dan Azizi sudah sangat puas dengan liburan yang kami jalani, banyak hal yang aku dan dia lakukan disini. Mulai dari berjualan di pasar bersama-sama, hingga dia nyaris dijadikan sebagai istri ketiga oleh salah satu juragan beras di kotaku. Salah satu tempat favoritnya selama disini adalah bukit dimana aku biasa melihat sunset, yang juga merupakan tempat pertama yang kami datangi. Menurutnya disana adalah tempat terbaik untuk melepas lelah setelah seharian beraktivitas. Aku jujur tidak tahu apa korelasinya, mungkin melihat senja adalah salah satu caranya untuk melepas penat. Ia begitu bahagia selama kami berlibur disini, tidak pernah sekalipun aku melihat senyumnya hilang selama disini.

"Harus banget ya besok balik?" Tanya Azizi malam itu, kami sedang mempersiapkan perlengkapan untuk kembali ke ibukota.

"Kalau kamu mau tinggal disini boleh, tapi aku balik kesana."

"Ihh, sayanggg... sehari lagi ya..." ia berusaha merayu diriku agar menambah satu hari lagi disini.

"Kenapa kamu seneng banget disini?"

"Yaa... disini orangnya baik-baik, orang tua kamu baik, temen-temen kamu baik, pokoknya semuanya baik. Kayak disini everybody's happy. Terus disini ada bukit itu tuh, di Jakarta kan nggak ada." Jawabnya, aku sedikit tertawa mendengarnya penjelasannya.

"Yaudah, sehari lagi ya." Balasku sambil mengacak-acak rambutnya.

"Yeay, love you Dimas!" Ia mencium pipiku dengan cukup brutal, hingga pipiku penuh dengan liurnya.

"Love you more Azizi."

Karena kami memutuskan untuk menambah satu hari lagi disini, dan kami tidak tahu harus kemana lagi, aku mengajaknya untuk ke pasar. Tentu saja untuk membantu orang tuaku berjualan, Azizi rupanya sangat senang berjualan seperti itu.

"Loh, katanya kalian pulang hari ini? Kok kesini lagi?" Tanya Mama ku.

"Nggak jadi, dia mau nambah lagi sehari disini."

"Hehe, abis disini enak sih Ma." Azizi kini ikut memanggil orang tuaku dengan sebutan Papa dan Mama. Katanya sih membiasakan diri untuk menikah nanti, tapi memang kami akan menikah?

Waktu rasanya tidak berarti jika aku bersama Azizi, tahu-tahu sudah waktunya tutup saja. Kami pamit duluan ke orang tuaku untuk mengunjungi bukit sunset yang terakhir kalinya. Kami pergi kesana menggunakan motor kesayanganku, Azizi awalnya takut untuk naik motor ini karena terlalu tinggi, namun lama-kelamaan ia terbiasa karena kemana-mana kami harus menggunakan motor ini.

"Sayang, liat deh. Disitu banyak bocil-bocil main." Ucap Azizi menunjuk ke arah anak-anak yang sedang bermain sepakbola.

"Ikut yuk?" Tanyanya padaku, aku hanya mengangguk. Azizi sangat bersemangat saat ikut bermain sepakbola bersama anak-anak itu. Aku ikut bermain sebagai kiper, selama permainan otakku hanya membayangkan Azizi sedang bermain bersama anak-anak kami. Betapa indahnya kalau itu menjadi sebuah kenyataannya. Terlalu asyik aku membayangkan hal tersebut hingga tanpa sadar aku kebobolan.

"Dimas! Kamu gimana sih?!" Teriak Azizi.

"Maaf, kurang fokus!"

Azizi melotot mendengar jawabanku. Kami bermain cukup lama, hingga langit benar-benar gelap. Hasilnya tentu saja tim ku menang, mana mungkin anak-anak itu membobol gawang yang aku jaga. Aku kembali dikejutkan oleh kemampuan Azizi dalam bermain permainan ini, seolah dia sudah sering bermain sepak bola. Dia sendiri mencetak tiga gol ke gawang lawan, walau tentu saja lawannya adalah anak-anak kecil.

"Ayo pulang, udah gelap." Ajakku, Azizi menganggukkan kepala dan meninggalkan anak-anak itu yang masih bermain.

wanita itu jatuh cinta pada seekor kudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang