pilihanku

8.4K 105 34
                                    

"Nngghhhh Dimmm... iiyaahhhh... sssshhh aaahhh..."

"Zii, aku mau keluar..."

"Didalemm... aaahhh kencengiinnn... AAAHHHH DIMAASSS!!"

"Oouhhh Zii!!"

Kami mencapai puncak bersama-sama. Sudah lama aku tidak merasakan seks senikmat ini. Mingkun sebenarnya bukan seksnya yang aku rindukan, tapi dengan siapa aku melakukannya. Tubuhku rasanya lemas setelah beberapa ronde, Azizi pun sama. Aku merebahkan tubuhku di atas kasur yang sudah lama tidak aku tiduri, dengan orang yang sama seperti terakhir aku tidur disini. Ia tidur diatas dadaku sambil kuelus-elus rambutnya. Semua hal yang terjadi sekarang ada sesuatu yang aku rindukan. Aku pernah mencoba mengulang apa yang terjadi sekarang dengan orang lain, namun rasanya sangat berbeda. Jelas, tidak ada yang bisa menyamakan kenyamanan yang Azizi berikan padaku.

"Dimas..."

"Iya Zi?"

"Can we go back to the time when everything was fine?

"...Yes, we can. But..."

"But...?"

"Tolong, aku mau kita sepakat. Kalau ini adalah kesempatan yang terakhir. Aku nggak mau sakit hati lagi, dan kamu juga nggak mau kan? Aku mau kita sama-sama janji sekarang. Kalau sampai hal seperti kemarin terjadi lagi, itu artinya hubungan kita bener-bener selesai. Apapun yang terjadi, jangan pernah sekalipun muncul di kehidupan masing-masing setelahnya." Aku menatap matanya dalam-dalam. Aku memohon padanya, untuk memberikan aku kepastian kalau ini adalah yang terakhir. Kesempatan terakhir yang akan pernah aku berikan padanya.

Ia membalas pandanganku. Terlihat air mulai merembes keluar dari ujung matanya. Ia membenamkan wajahnya di ceruk leherku. Aku dapat merasakan air matanya membasahi leherku. Aku mengelus kepalanya, aku sungguh menyayanginya. Sepertinya aku telah menemukan jawaban dari pertanyaan yang aku ajukan pada Marsha kemarin. Ya, mencintai seseorang yang telah menyakiti dirimu berkali-kali itu salah. Memberikan kesempatan lagi dan lagi pada orang yang telah menyakitimu adalah tindakan orang bodoh. Tapi, akulah orang bodoh itu. Aku sudah dibutakan oleh cintanya, dan aku suka itu.

"Aku janji Dimas, aku janji ini yang terakhir. Maafin aku, aku bener-bener bodoh, aku udah nyia-nyiain kesempatan yang kamu kasih sebelumnya."

"It's okay, asal kamu bisa buktikan kalau ini yang terakhir."

Semudah ini kan? Azizi telah memenangkan hatiku sekali lagi. Aku mencari pengganti dirinya, namun ujung-ujungnya aku bersamanya lagi. Memang, jodoh akal-akalan neraka.

"Jadi, kita balik?" Tanyanya.

"Menurut kamu?"

"Ihh, kok jawabannya ambigu gitu sih?!"

"Hahaha, ya abis! Aku kan udah bilang kalau ini kesempatan terakhir, artinya apa?" Aku membalikkan pertanyaan pada dia.

"Kita balik."

"Ya udah, kenapa nanya lagi?"

"Kan mastiin, Adimas." Sebuah panggilan yang sudah lama tak kudengar dari mulutnya. Adimas Putra, begitulah nama lengkapku. Jarang ada yang memanggilku dengan nama itu. Hanya dia, dan orang tuaku ketika mereka marah, yang memanggil nama lengkapku seperti itu.

"Sayang." Panggilnya.

"Hm?"

"Lagi, yuk!"

Aku belum memberikannya persetujuan, dia sudah memposisikan dirinya di atas penisku. Pelan-pelan, penisku dilahap oleh vaginanya. Ia sudah orgasme berkali-kali malam ini, dan staminanya masih banyak. Itulah salah satu hal yang aku rindukan darinya. Marsha dan Ashel tidak sekuat dia, paling-paling hanya lima ronde kami bermain. Sedangkan Azizi? Rekor kami adalah dua puluh ronde nonstop. Kalau kalian sering dengar istilah seks brutal, nah itu dia yang kami lakukan.

wanita itu jatuh cinta pada seekor kudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang