cincin

9.3K 181 99
                                    

"Adimas Putra, Teknik Informasi–"

Aku hanya mendengar namaku dipanggil, aku tak mendengarkan apa lagi yang diucapkan oleh sang announcer. Aku berjalan ke depan panggung, posisi tali pada toga berpindah ke kanan, bersalaman dengan para petinggi kampus lalu turun. Dengan salaman itu, berakhir sudah hidup penuh petualanganku selama nyaris 4 tahun di kampus ini. Aku bangga, akhirnya bisa menyelesaikan studi ku tepat waktu. Walau aku bukan termasuk lulusan terbaik, tapi setidaknya aku tidak pernah mengulang mata kuliah. Hanya itu yang aku pikirkan.

Seperti acara wisuda pada umumnya. Ketika acara resmi berakhir, aku berfoto-foto bersama teman-temanku. Orang pertama yang berfoto bersama denganku tentu saja kedua orang tuaku, lalu disusul oleh wanita itu. Wanita yang telah menemani hidupku sepanjang masa perkuliahan ini. Dia tampak sangat cantik dengan balutan kebaya berwarna hijau itu.

"Pah, Mah! Ikut foto dong!" Ucapnya. Kedua orang tuaku langsung menyambutnya dengan pelukan. Mereka sudah sangat dekat, bahkan Mama ku sudah menganggapnya sebagai istriku. Ia benar-benar memperlakukan Azizi seolah dia adalah istriku, dia memberikan saran dan resep dalam berumah tangga. Kadang-kadang aku mengingatkannya kalau kami masih berpacaran, selalu saja dia bilang "Tapi udah yakin kan bakal lanjut kesana? Yaudah, anggep aja latihan mulai dari sekarang."

"Sayang!" Ia menghampiriku dan memelukku. Ah, wanginya dia hari ini. Kami berfoto bersama kedua orangtuaku. Lalu kedua orang tuanya menghampiri kami. Sebenarnya keluarga kami sudah dekat. Jika Mama ku sudah menganggap Azizi istriku, maka Bunda nya Azizi sudah menganggap aku sebagai suami Azizi. Banyak orang yang melirik ke arah kami, karena tentu saja siapa yang tidak tahu Ayah dari Azizi. Bagaimana orang sepenting itu mau berfoto bersama keluarga yang entah siapa ini. Satu fakta yang baru aku ketahui belakangan ini adalah banyak orang yang tidak tahu Azizi anak siapa, mereka hanya tahu Azizi anak orang berpengaruh di Indonesia.

"Wah, asik nih. Selangkah lebih dekat!" Ucap Ayah Azizi, sambil melirik aku dan Azizi. Aku mengerti apa maksudnya, dan Papaku yang mendengar itu ikut tertawa bersama Ayahnya.

"Hihi, udah cocok banget ya mereka." Ucap Azizi.

"Otaknya sama."

Sungguh momen yang membahagiakan. Aku melihat semua orang disini begitu bahagia, tidak ada yang sedih atau kecewa. Sama seperti perempuan yang aku lihat bersama keluarganya, ia tampak begitu bahagia. Kami sempat bertukar pandang, sebuah senyuman mengembang di bibirnya. Aku membalas senyuman itu. Aku menghampirinya, memberikannya ucapan selamat.

"Selamat ya."

"Iya, kamu juga ya." Balasnya. Setelah itu hanya keheningan yang terjadi, setelah sekian lama kami tidak berbicara satu sama lain membuat aku tidak tahu harus bagaimana membalasnya.

"Aku tarik kata-kataku waktu itu, aku seneng pernah kenal sama kamu Dim."

"Aku juga Sha, maafin aku ya soal itu."

"It's okay, itu pilihan kamu kok. Toh, kalian kelihatan cocok banget. Aku seneng kalau liat kamu seneng." Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya, kata-katanya sedikit mencubit hatiku. Bisa-bisanya aku pernah memainkan hati wanita sebaik ini.

"Setelah ini kayaknya aku bakal balik ke rumah, thank you ya udah nemenin aku selama disini!"

"Sama-sama Sha. Udah ketemu sama Rian belum?"

"Belum, mungkin nanti aku bakal ke tempatnya Oniel. Dia sekarang sama Oniel kan?"

"Oh, kamu udah tau? Hahaha, iya dia sekarang sama Oniel sekalian kerja disana."

Kami berbincang sebentar, mengenai rencana kami kedepannya. Ia bertanya bagaimana kedepannya aku dan Azizi. Aku hanya bisa menjawab untuk membiarkan waktu yang menjawab, karena aku pun bingung tak punya tebakan soal masa depan.

wanita itu jatuh cinta pada seekor kudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang