18

2 0 0
                                    

Rencana Tahap II Kiara berhasil. Ia tetap diam hingga seluruh kursi diisi dan acara makan malam akan dimulai sehingga tidak ada lagi ruang untuk Nisa dapat berpindah.

Makanan sudah mulai dihidangkan di depan para alumni baru dan Kiara baru berani membuka mulutnya tepat ketika Nisa akan menyuapkan suapan pertama ke mulutnya.

"Hi, Nis."

Nisa hampir saja tersedak mendengar namanya dipanggil oleh suara yang benar-benar tidak asing di telinganya. 

Kiara. Itu suara Kiara dan Ia pasti tidak salah kira.

Nisa jelas sadar bahwa Kiara sedang memanggil dirinya karena dari ekor matanya, Nisa menangkap Kiara sedang menatap dirinya dalam dan penuh harap. Ingin sekali dirinya membalas sapaan itu dengan pelukan hangat, namun gengsi dan ego tingginya menahan seluruh keinginannya.

"Nis, please sekaliii ini aja ya dengerin gue."

Nisa tetap berusaha tidak peduli. Selain berkonsentrasi dengan piring dan makanan di atasnya, Nisa juga saat ini memandang sekitarnya untuk mencari kursi kosong yang bisa Ia tempati demi menghindari perempuan di sampingnya.

Sial, gaada tempat lagi. Gumam Nisa dalam hati.

"Nis, ini gue Kiara. Sahabat lo, yang gue juga gatau lo masi anggep gua sahabat atau engga, tapi gue masih. Masih. Lo bakal selalu jadi sahabat gue even lo udah ga anggep gue ada di dunia ini karena elo alasan pertama gua bisa bangkit dari seluruh masalah di hidup gua, Nis. Lo satu-satunya orang yang udah capek nasehatin gue tapi gapernah capek untuk ada di samping gue."

Nisa yang berniat untuk tidak memperdulikan perempuan di sampingnya itu tidak dapat mempertahankan konsentrasinya lagi. Telinganya malah sangat fokus mendengar perempuan itu bercakap. 

Sial, udah dong Ki, gamau gua. Entah kata sial yang keberapa yang telah Ia gumamkan dalam hatinya.

"Gue minta maaf Nis, atas apapun kesalahan gue, apapun, baik yang gua sadar maupun engga. Gue gatau mau ngomongin ini gimana tapi yang terpikir dalem otak gue cuma cara ini. Gua minta maaf udah ganggu lo di sini, di saat lo mau santai dan makan malem bareng temen-temen lo, gue malah hadir buat jadi pengganggu."

Kiara mengumpulkan keberaniannya untuk mengucapkan kata-kata yang seharusnya menjadi topik utama pengungkapan perasaannya hari ini.

"Gue.. gue menyadari satu hal, Nis. Kayak yang gue bilang barusan, gue minta maaf akan hal yang gue sadari dan engga dan.. Nis, gue sadar. Gue emang bodoh banget. Bodoh banget sampe ga sadar kalo sahabat gue sendiri nyimpen rasa sama orang."

Nisa kaget dan hampir tersedak. Nisa batuk karena hampir tersedak setelah mendengar ucapan Kiara barusan. 

Kiara yang kaget, langsung menyodorkan minum ke tangan Nisa, namun pastinya tidak diterima. Nisa langsung meminum gelas miliknya yang ada di sebelah kanan.

"Gue tau, Nis.. Gue minta maaf. Dan bodohnya gue baru sadar akan hal itu hari ini, di saat gue dengan jelas ngeliat elo natap itu cowo sambil nangis. Gue emang bodoh ya, Nis. Nis, gua gatau.. gue gatau gimana cara nebus kesalahan ini tapi.. Gue minta maaf, Nis, Gue minta maaf. Gue emang bodoh, gue bodoh. Gue minta maaf... gue minta maaf karena gapernah peka sama perasaan lo dan malah dengan entengnya menceritakan laki-laki itu di depan elo, Nis... gue minta maaf."

Kiara yang berbicara pelan namun tetap mampu didengar Nisa itu terisak pelan sambil terus melanjutkan kalimat demi kalimatnya. Nisa terdiam mendengar itu semua. Nisa tidak tau harus berkata apa dan dia tidak tau harus bereaksi apa.

Kiara merasa bersalah, pun juga Nisa. 

Kiara terus terisak karena mengingat kebodohannya dan Nisa meneteskan air mata pertamanya karena Ia akhirnya tersadar, cara yang selama ini dipilihnya salah. 

Nisa diam. Namun, tetesan demi tetesan air mata turun dari pelupuk matanya. 

Kiara pun sama.

Dua perempuan yang tidak sadar saling menyakiti itu menangis.

Tak banyak orang yang sadar akan tangisan keduanya karena memang suara sekitar sungguh ramai. Orang yang menyadari pun hanya bisa diam karena masalah kedua sahabat itu pun bukan hal yang seharusnya mereka campuri.

"Nis.. gue minta maaf. Maafin gue...." Kiara terus menangis.

"Lo.. apasih ra? Lo ngapain hah? Lo ngapain?" Nisa mencoba membalas Kiara dengan membentaknya, tapi malah air mata yang terus mengalir dengan deras yang terus keluar. Ia bahkan tak sanggup lagi untuk berpura-pura jahat di depan Kiara.

"Lo, ngapainnnnn." Nisa pun menangis dan langsung memeluk perempuan di sebelahnya. "Lo ngapain, Ra??? Gue juga salah, Ra. Gue juga salahhhh."

Nisa memeluk Kiara dan membenamkan wajahnya di pundak Kiara, pun Kiara juga melakukan hal yang sama.

Mereka hanya menangis tanpa kembali berkata, seolah tangisan keduanya lah yang menjadi sarana komunikasi di antara mereka. Mereka sadar, di detik ini persahabatan mereka kembali membaik. Mereka sadar, keinginan berpisah dengan satu sama lain adalah pikiran terbodoh yang pernah mereka ciptakan di otak mereka.

Mereka menangis hingga mereka puas dan saling menatap kembali untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

"Gue kangen elo, Nis." Kiara menatap Nisa dengan senyuman sendunya.

"Gue juga, Ra." Nisa balas menatap Kiara dengan senyum sendunya. "Gue minta maaf."

Kiara tidak membalas ucapan itu. Kiara membalasnya dengan pelukan dan usapan lembut di kepala Nisa.

"Gue sayang elo, Nis. Jangan jauhin gue lagi. Gue gabisa, gue gabisa."

"Gue salah, Ra. Gue janji ini yang pertama dan terakhir. Gue janji."

Mereka melepas pelukan dan sekali lagi saling menatap satu sama lain.

Dua perempuan itu kembali bersahabat.

Di titik ini, perasahabatan mereka makin menguat. Bukan Kiara dan Nisa kalau kalah hanya karena masalah laki-laki. Mereka lebih dari itu.

Mereka berdua lebih dari itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hi, Dit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang