3

102 37 8
                                    

Dit's 28 Mei

Dear Adit,

Hi, Adit! Diaries.

Aku hari ini jalan sama Adit buat yang pertama kali. Aku senengg banget. Aku janji, aku akan jaga rasa cinta aku ke kamu dit.


Dit's 3 Juni

Dear Adit,

Hi, Adit! Diaries.

ADIT NEMBAK AKU! TENTU SAJA AKU BILANG IYA! HATI.. HATIKU SUNGGUH BERBUNGA-BUNGA DIT. MAKASIH BUAT HARI INI, AKU SAYANG KAMU.

Dan hari ini saat yang tepat buat menuliskan lagi tinta hitam di atas kertas berwarna pink ini.

Dit's 8 Maret

Hi, Adit! Diaries.

Dit, aku ketemu sama cowo. Dia jadi sahabat aku sekarang. Kamu cemburu ga liat aku sama dia? Aku tau, You r not. I can't forget those lovely memories and I can't lose u.

Air mata mulai mencair lagi. Akhir yang kau beri menusuk hatiku di tiap harinya. Aku hanya ingin kau tau, aku masih menyimpan rasa itu.

Oh tuhan tolonglah aku. Aku hanya ingin bahagia tanpa terus mengingat dirinya. Sungguh, aku tersiksa. Aku terus menangis hingga tanpa sadar Aku tertidur.

Paginya, aku terbangun dengan mata sembab. Seperti panda yang baru saja dilahirkan ke dunia. Mata sembab ini memaksaku untuk mengoleskan sedikit make up diwajahku.

Aku sangat benci mata panda. Sangat! Membuatku terlihat buruk rupa di sepanjang hari. Aku lebih memilih tumbuh satu jerawat daripada muncul mata panda. Tapi, lebih baik tak dua-duanya saja. Aku benci keduanya. Lebih dari mengganggu.

Ketika sedang mengoles sedikit concealer ke area bawah mataku, Evan menelpon. Tumben.

"Kiii."

"Oi, lu kata gua aki-aki?"

"Gue lagi serius nih. Lo masih dirumah? Bawain buku fisika lo lengkap dong. Yang cetak sampe tulis. Semuanya pokonya. Kalau engga, lo mati hari ini."

"Oh. Oke, bye." Aku menutup sambungan telepon. Aku kira sesuatu yang benar-benar gawat. Dasar anak juara umum tiga.

Mama menjeritkan namaku sesaat setelah aku memasukkan segelintir buku fisikaku. Iya ma, tunggu. Kemudian, setelah sarapan Aku pun pergi ke sekolah bersama Mama yang mengantarku.

Nisa yang notabenenya teman sebangkuku ini sedang benar-benar menatap mataku tajam.

"Jujur sama gue, apa hubungan lo sama si anak sebelah itu?"

"Temen kedua gue setelah elo."

"Gila aja lo temenan sama musuh bebuyutan gue. Walaupun mungkin dia ga kenal gue, tapi dia udah beberapa kali mau coba jatuhin peringkat gue. Sial!"

"Dasar!" aku menjitak kepalanya.

"Sakit tau Kiaraa." Dia tertawa. Aku dapat melihat kebahagiaan yang terpancar dari matanya itu. Nisa orang yang kuat. Tak sepertiku, ditinggal seorang laki-laki saja langsung hancur.

...

Kiara duduk dengan perasaan berkecamuk sekarang. Ia mendengar lagi. Lagi dan lagi ungkapan-ungkapan yang tak ingin Ia dengar menyeruak di telinganya. Ia menahan tangisnya. Ia menghentak-hentakkan kakinya marah. Muak.

Benar saja. Perdebatan orang tuanya yang selalu saja menghancurkan aura rumah ini. Kiara keluar dari kamarnya, menuju balkon agar suara-suara itu tak terdengar di telinganya.

Hi, Dit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang