14

17 6 0
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan Evan ke Bandung. Semua keperluan yang dibutuhkan Evan selama tinggal di Bandung telah dipersiapkan oleh Adit dan Kevin dan tugas Evan hanya tinggal berangkat dengan mobilnya saja.

Di sisini lain, saat ini Kiara tengah berada di kantin menikmati roti abonnya bersama teh kotak di atas meja.

Kunyahan demi kunyahan Kiara masukkan ke dalam perut dengan lahapnya. Di seberang meja tempat Kiara duduk, ternyata Nisa sedang memandangi Kiara lekat-lekat.

"Lo beruntung banget." Gumam gadis yang memandangi Kiara itu.

Kiara tak menyadari keberadaan Nisa karena sedari Ia menyelesaikan makannya, Kiara menenggelamkan wajahnya di atas meja. 

Setelah Kiara bosan memandangi lantai berwarna kuning pudar di kantin itu, Kiara melangkahkan kakinya menuju tempat minum dan membeli sekotak susu.

Nisa mengikuti gerak tubuh Kiara kemudian bergumam, "Dasar, rakus!" Namun, tawa kecil menghiasi wajahnya kali ini. 

Menatap Kiara dari kejauhan saja mungkin sudah cukup untuknya. Persahabatan mereka berdua seperti kisah cinta dua orang yang tak saling tau, bukan?

Kiara pergi dengan dua kotak susu sedang ditangannya, rasa coklat dan rasa karamel.

Kiara memutuskan pergi ke taman sekolah karena ternyata bel masuk kelas belum berbunyi. Ternyata, Kiara berniat untuk sejenak menutup matanya di kantin itu karena memang ketika jam istirahat seperti ini tidak begitu banyak siswa yang duduk di taman. Mereka lebih memilih kantin yang penuh penjual makanan dibanding taman yang tidak ada makanan.

Seseorang yang juga sedang menghabiskan waktu di taman dengan baiknya membangunkan Kiara ketika bel masuk kelas berbunyi. Sungguh, Kiara benar-benar berterima kasih kepada perempuan cantik itu yang telah berbaik hati membangunkannya.

Kiara jalan menuju kelasnya sendirian dan seperti biasa, dunia terasa membosankan.

Pulang sekolah ini, Kiara telah berjanji dengan Kevin setelah menyelesaikan rangkaian ekstrakurikulernya, mereka akan pergi makan dan mengunjungi toko buku.

Kiara tak sabar menunggu waktu pulang.

Setelah seluruh proses belajar mengajar selesai, Kiara berjalan menyusuri koridor dan pergi menuju ruang ekstrakurikulernya.

Kiara memasuki ruangan dengan senyum yang dibalas sapaan oleh para junior dan teman satu angkatannya, termasuk Kevin yang sedang duduk di sana, menghadap Fadhil, namun matanya melirik jahil ke arah Kiara. Kevin tersenyum senang melihat kakak angkatnya ada di ruangan yang sama dengannya.

"Hehh bendahara, kesambet apa lo dateng ke sini!?" Tanya Fadhil jahil.

"Kan jan—" Kiara dengan cepat menyadari ucapanya, "janji ke elo buat lebih aktif." Kiara memberi cengiran terbaiknya. Imut, dimata Kevin dan laki-laki lainnya di ruangan itu.

Seorang Kiara memang tergolong memiliki paras cantik di atas rata-rata, bukan hanya bagi laki-laki namun juga perempuan. Pasalnya, semua sifat fisik yang dimiliki Kiara merupakan idaman  wanita Indonesia. Cantik, berbadan ramping, tinggi semampai, berkulit putih dan cerah, manis, dan tentu saja lekuk tubuhnya yang memikat.

Untungnya, Kiara bukan jenis perempuan yang memanfaatkan tubuhnya untuk memikat laki-laki, terlebih lagi, pengalaman cintanya menambah kepribadian tertutupnya menjadi lebih dominan.

Adit, sang masa lalu, telah memberi tekanan batin yang hebat untuk Kiara.

Kiara duduk di bangku belakang, bersamaan dengan senior lain, sedangkan Fadhil sedang menampilkan presentasi di depan. Bagi Kiara, momen ketika Fadhil sedang melakukan pemaparan merupakan momen yang menyenangkan karena apa yang disampaikan laki-laki itu tidak membosankan dan bahkan terkadang Fadhil memberi cuplikan film di tengah presentasinya sehingga audiens tidak merasa terbebani oleh materi.

Posisi Kiara duduk saat ini tepat di belakang Kevin, tentu saja atas kesengajaan Kevin. Sedangkan Kevin yang duduk di depannya saat ini menduduki kursi tanpa teman sebangku.

"Kak, ke sebelah gue deh."

"Tumben lo manggil kakak." Kiara tertawa sekilas, lalu mengambil tempat di samping Kevin.

"Evan udah berangkat Ra." Ucap Kevin ketika Kiara sudah duduk nyaman di samping Kevin.

"Haa? Mana gue tau dek." Jawab Kiara.

"Gue ngasih tauu, bukan nanya. Dasar kakak angkat bol—" belum sempat Kevin melanjutkan kata-katanya, pukulan kecil telah mendarat di bahunya. Sial.

"Gue pecat lo jadi adek!" Kesal Kiara dengan nada yang dibuat-buat.

"Ngambek kak? Uhuhu sini sama adek." Balas Kevin secara menyebalkan.

"Apaan sih lo." Jawab Kiara jutek, menutupi perasaannya yang tersipu.

"Ciee pipinya merahh. Ga usah malau-malu kaliii, gue ga gigit kok. Gemes deeeh!"

Pipi Kiara memerah, tapi Kevin tidak juga berhenti menganggu Kiara. Aksi keduanya berhenti ketika Fadhil mulai menatap mereka berdua kesal karena menganggu konsentrasinya memaparkan materi di depan ruangan.

Sepulangnya dari kegiatan ekstrakurikuler, mereka pergi menuju cafe yang berada di dekat toko buku. Kiara memesan macarooni dengan extra cheese serta French Latte. Sedangkan Kevin memesan spaghetti  bolognese dan jasmine tea.

●●●

Setelah makanan habis, Kevin dan Kiara keluar dari cafe dengan menenteng sisa minumannya kemudian menyeberang untuk sampai di toko buku. Toko buku yang mereka datangi memiliki 3 lanta dan untuk menaiki lantai paling atas, mereka harus menaiki tangga yang cukup sempit.

Tepat di anak tangga paling atas, kaki kanan Kiara tersandung oleh kaki kirinya sendiri. Kiara kaget setengah mati karena pasti Ia akan jatuh saat ini juga, namun ternyata tangan Kevin yang tangkas itu dengan cepat menarik Kiara ke dalam pelukannya.

Kiara menutup matanya karena takut, sedangkan Kevin mampu tetap tersenyum memandang wajah Kiata di tengah kejadian mencekam itu. 

Karena syok, Kiara terdiam cukup lama di dekapan Kevin dan jujur, saat ini Kiara setengah sadar karena di pikirannya Ia telah terbaring di tangga paling bawah hingga akhirnya Kiara tersadar dan segera membenarkan posisinya. 

Canggung, sungguh canggung.

Kiara yang canggung langsung melangkahkan kaki menuju rak buku novel, sedangkan Kevin yang juga canggung namun cukup bahagia melangkahkan kaki menuju rak buku komik. 

Selama waktu kesendirian itu, Kevin dan Kiara berusaha sekuat tenaga untuk menetralkan detak jantung mereka kembali. 

Mereka berdua benar-benar merasa malu namun tersipu.

-----

Hi, Dit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang