11

14 6 0
                                    

Kiara masuk ke dalam kamar rawat yang anehnya beraroma parfume. Semua tak berubah, Adit dengan bau parfume favoritnya, pikir Kiara,.

"Hi, Dit!"

Ada Adit dan Kevin di dalam, mereka berdua terlihat kaget akan kehadiran Kiara. Ada rahasia apa yang baru saja kedua orang itu coba tutupi dari hadapan Kiara?

"Kiara?" Tanya Kevin masih dengan tampang kagetnya.

"Hi, vin? Kok lo ada di sini? Kalian kenal?"

"HAHAHA? Isn't it obvious? Gue kan dah bilang gaada yang ga gue tau soal lo, and yes of course termasuk Adit." Jawabnya.

"Ya wajar dong gue kaget? orang Adit gapernah cerita." Balasku.

"Lah kok jadi gue?" Tanya Adit bingung. "Gue yang salah ni?" Lanjutnya. Kedua lawan bicara Adit dengan segera mengangguk cepat seolah membenarkan pertanyaan Adit barusan.

"LAHHH? Yaudah, maaf deh maaf. Kiara kenalin ini Kevin temen gue dan Kevin kenalin ini Kiara."

"Dah tau."

Adit menggaruk tengkuknya yang tak gatal, canggung namun bingung harus merasa bersalah atau tidak karena jujur keadaan tiba-tiba ini cukup membingungkan

Melihat perubahan raut wajah Adit, Kiara bingung. Entah apa lagi yang sedang disembunyikan oleh Adit, semuanya penuh kejutan dan rahasia yang sulit untuk dibongkar.

Keadaan kembali tenang akibat permintaan maaf Adit. Ketika mereka bertiga sedang berusaha mengendalikan kecanggungan dengan saling mencari bahan obrolan, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.

Seorang dokter dengan jas putihnya serta dua orang suster yang menemaninya masuk dan langsung menghampiri kasur rawat Adit. Wajah mereka tampak serius ketika mendekat.

"Maaf mengganggu waktunya Tuan Adit, mas, dan mba. Kami dari pihak rumah sakit saat ini perlu meembicarakan masalah yang kemarin telah Saya sampaikan, apakah kiranya bisa kita bicara sebentar?"

Sang dokter yang seperti mengisyaratkan bahwa Kiara dan Kevin harus keluar, akhirnya menggerakan mereka untuk segera keluar dari kamar itu. Hanya tersisa dokter dan Adit di dalam ruangan itu karena suster yang tadi menemani sang dokter ikut keluar bersamaan dengan Kiara dan Kevin.

Kiara benar-benar penasaran saat ini, tentu saja tentang pembahasan yang dibicarakan di dalam ruang rawat Adit.

Di luar ruangan, Kiara memperhatikan gerak bibir dan perubahan ekspresi Adit dalam diam. Ada perasaan khawatir yang mengganjal relung hatinya.

Kevin tau betul bahwa Kiara saat ini sedang khawatir akan keadaan mantan pacarnya, Adit, tersebut. Namun, Kevin hanya dapat diam pura-pura tidak mengetahui semuanya karena semua itu merupakan permintaan dari temannya itu, Adit.

Ini mungkin kejam bagi Kiara, namun bagi dia dan laki-laki tersebut, ini lah jalan terbaik.

"Vin, lo tau Adit sama tu dokter ngebahas apa?"
"Maksud lo?" Kevin takut-takut menjawabanya. "Maaf karena gue bohong, Ra." Lanjurnya dalam hati.

"Gatau ya, i feel like Adit sembunyiin something yang harusnya gue tau."

Kevin berusaha bersikap setenang mungkin dan meyakinkan Kiara bahwa semua akan baik-baik saja. Ia meyakinkan Kiara bahwa Adit akan sembuh dan kembali seperti semula.

Sesungguhnya, Kevin bukan hanya meyakinkan Kiara, tapi juga meyakinkan dirinya sendiri bahwa Adit akan sembuh, pasti.

Setelah lama menunggu, sang dokter keluar dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Mungkin, ia hanya berusaha ramah kepada Kevin dan Kiara, padahal Ia menyembunyikan berbagai berita sedih.

Kevin dan Kiara kembali masuk ke dalam ruangan Adit. Adit menyambut dengan senyum yang benar-benar tulus hingga siapapun yang melihatnya pasti merasa sejuk.

Tidak tau mengapa, namun hari ini Kiara betah untuk berdiam diri di rumah sakit ini seharian. Seakan ketika bersama manusia yang ada di dalam ruangan ini, semua beban kehidupan Kiara terlepas.

Bahkan, jika bisa, Kiara ingin merasakan rasa nyaman ini terus- menerus. Bersama orang dengan kenangan masa lalunya dan salah satu orang baru di hidupnya yang cukup mampu membuat Kiara percaya terhadap dirinya.

Kiara tertidur di atas sofa di sudut ruangan rawat Adit itu dan saat terbangun, Kiara mendapati jam telah menunjukkan pukul 21.35 malam.

Di hadapan Kiara terduduk, terlihat Kevin dan Adit yang tampak sedang bersua dan bercanda. Tidak pernah terpikir di benak Kiara bahwa orang-orang di hidupnya saling terhubung.

Kevin menyadari bahwa Kiara telah bangun dari tidurnya, lalu Kevin mengajak Kiara untuk pulang karena memang waktu menunjukkan hampir pukul 10 malam.

"Ra, mau pulang? Kita pake mobil lo aja ya, biar nanti pulangnya gue pake taxi dari rumah lo. Lagian udah malem banget juga."

"Gapapa kali, gue udah biasa pulang malem."

"Ga boleh dibiasain cantik."

Sejujurnya, Kiara tersipu, namun entah mengapa Ia mampu menahan bibirnya untuk tidak tersenyum manis.

"Hmmm, yaudah." Kiara akhirnya menyetujui ajakan Kevin.

Setelah berpamitan dengan Adit, Kevin dan Kiara berjalan keluar menuju parkiran. Sesampaianya di sana, mereka langsung masuk ke dalam mobil Kiara dengan Kevin di kursi pengemudi. 

Selama perjalanan, pikiran mereka berdua dipenuhi berbagai hal, hanya hening yang menyapa seisi mobil di malam itu. Tak ada satu pun kata yang keluar, baik dari Kiara maupun Kevin. Terasa seperti patung yang menyetir dan patung yang tersenyum canggung.

Dering ponsel tiba-tiba berbunyi dan mengagetkan keduanya, ternyata panggilan dari Evan untuk Kiara.

Kiara mengangkat panggilan dari Evan. Sekian detik setelah telepon diangkat, akhirnya Evan membuka suara.

"Gue bener-bener butuh lo...." Suara cemas dan putus asa terdengar dari mulut Evan melalui telepon. Mendengar suara putus asa dari Evan, batin Kiara tiba-tiba ikut gelisah.

"Kenapa? Ada apa?" Kiara sekuat tenaga berusaha untuk tenang, namun Ia tak mampu.

"Adek gue, Ra....."

"Ada apa, Van?? Gue ke rumah lo sekarang!"

Kiara benar-benar tau saat ini Evan sedang membutuhkan dirinya.

Kiara bingung harus berkata apa kepada Kevin, namun akhirnya Ia memberanikan diri untuk bicara.

"Vin..," Kiara memotong lamunan Kevin. "Anterin gue ke rumah Evan?"

"Tapi lo harus izin ke nyokap." Kevin menjawab dengan ekspresi yang terlihat tidak suka.

"Iya Kevin. Tapi emangnya lo tau rumah Evan, Vin?"

"Ya tau lah Ra. Udah gue bilang kan? Gaada yang ga gue tau."

Tampak sekali ketulusan hati Kevin terhadap dirinya. Ia suka itu, sangat suka.

●●●

Kevin menyetir mobil menuju ke rumah Evan. Sedangkan Kiara, Ia hanya mampu untuk khawatir dan berdoa yang terbaik. 

Kiara dan kevin sampai ke rumah Evan, namun rumahnya tampak kosong. 

Orang tua Evan saat ini masih ada di Singapore menunggu keajaiban datang demi kesembuhan sang anak perempuan terkasih.

Kiara turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. Ketika masuk, Ia melihat Evan tengah terduduk tak berdaya di depan pintu kamarnya. Ia tak mengerluarkan air mata sedikit pun, namun pandangannya kosong.

Melihat hal itu, Kiara dengan segera mendekati Evan. Kiara memeluk tubuh Evan yang sedang terguncang, sekuat tenaganya untuk menenangkan sahabat barunya itu.

Pelukan dari Kiara itu akhirnya mampu memecah air mata yang sedari tadi ditahannya.

"Kepala gue sakit Raa." Dan seketika itu, Evan pingsan.

-----

_____
HEY your vote and comment really motivate us as an author gaes.

Love ya!

Hi, Dit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang