10

35 7 2
                                    

-IN THIRD-PERSON NARRATIVE-

"Sakit tau Raaaa, iya iya gue ngaku salah iya maaf."

"Kenapa lo gitu sih, jahat!" Kiara tetap memukul lengan Evan keras. Ia hanya ingin melampiaskan semua rasa kesalnya pada laki-laki itu.

Di saat Evan meringis kesakitan, seorang perempuan lewat.
Perempuan yang akhir-akhir ini menjauhi mereka berdua.

"NISAAAA!" Teriak Evan tepat disamping telinga Kiara. Yang dipanggil tak bergeming.

Dengan santainya, Nisa tetap melangkahkan kaki menuju kelas. Ia hanya ingin cepat sampai ke kelas. Selain ingin menghindari dua orang yang tak merasakan perasaan masing-masing itu, ia juga sedang berusaha menyembunyikan sesuatu.

Apa lagi jika bukan perasaannya?

Melihat Nisa yang malah menghindar, lantas membuat dua sejoli itu mengejarnya.

Jarak mereka semakin menipis, Kiara berlari kecil untuk menggapai lengan halus milik Nisa, namun dengan tangkasnya Nisa menepis tangan kecil Kiara.

Kiara menahan tangisnya. Ia hancur melihat sahabatnya memperlakukannya begitu.

"JAUHIN GUE!" Bentak Nisa di depan Kiara.

Kiara yang tak tau apa kesalahannya langsung memeluk Nisa erat. Lagi, dengan tangkasnya, Nisa menjatuhkan tubuh indah Kiara.

Kiara tak sanggup membendung tangisnya. Namun, entah mengapa belum ada sedikit pun bulir air yang berani keluar dari pelupuk matanya. 

Kiara terduduk menyedihkan di atas tanah. Evan yang melihat kejadian itu benar-benar tak percaya akan apa yang dilakukan orang yang katanya sahabat Kiara itu.

"LO APA-APAAN SI NIS!" Evan membalas perlakuan Nisa pada Kiara dengan bentakan. Adu mulut terjadi antara mereka berdua.

Kiara hanya bisa menahan tangis. Ia tak bisa melakukan apapun.

"DIA BUKAN SAHABAT GUE!" Ucap Nisa mengakhiri perdebatan dan pergi begitu saja dari hadapan Kiara dan Evan.

Kiara sudah tak sanggup menahan dirinya dan akhirnya tumpahlah seluruh air mata yang daritadi Ia tahan dengan begitu keras.

Mengapa sahabat yang selama ini menaungi kehidupannya tiba-tiba menjauhinya? Tak tanggung-tanggung, bahkan sekarang ia tak mengakui Kiara sebagai sahabatnya.

Ada apa dengan sahabatnya itu?
Kiara menangis, terus menangis di pelukan milik dada bidang Evan. Hanya itulah yang dapat dilakukannya saat ini.

Menangis, meronta, menjerit sedih. Ia benar-benar tidak sanggup membayangkan hari tanpa sahabat seperti Nisa. Membayangkannya saja membuatnya ingin mengakhiri hidup, bagaimana jika Ia benar-benar menjalaninya?

"Gue gatau Van, gue gatau. Kenapa semua jadi gini?" di tengah isakannya, Ia terus menyebut kalimat itu.

Evan benar-benar tak tahan melihat gadis kesayangannya terluka. Jika saja Nisa adalah laki-laki, Evan akan benar-benar menghajarnya. Melihat wanita yang ia kasihi menangis sejadi-jadinya, membuat hati Evan teriris.

Bahkan, sedikit demi sedikit tetes air mata menggenangi wajah tampannya untuk ikut menangis bersama Kiara. Hatinya benar-benar tak kuat melihat wanita itu disakiti oleh sahabatnya sendiri hingga air mata membantunya mengisyaratkan kesedihan itu.

Mereka berdua terlihat benar-benar menyedihkan, terlebih lagi beberapa puluh pasang mata yang telah memperhatikan mereka dari jarak dekat memandang mereka iba.

Namun, hanya satu yang dapat mereka pikirkan, mengapa?

Yang menjadi pusat perhatian hanya terus menangis. Kiara benar-benar jatuh. Jatuh dan tak ada yang menangkapnya. Walaupun Evan di sisinya, menangis bersamanya, namun yang Ia butuhkan saat ini adalah penjelasan dari Nisa.

Hi, Dit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang