16

28 2 0
                                    

Bagaimana jika Aku tidak bisa mencintai lagi?

●●●

Besok malam adalah hari terakhir Kiara secara resmi menjadi siswi di sekolahnya karena perpisahan akan diadakan esok malam. Mungkin, besok juga menjadi hari terakhirnya untuk bertemu Evan dan Nisa. 

"Oke, besok gue pake baju itu." Kiara bergumam seraya memperhatikan sebuah baju yang digantung di lemarinya.

Dress selutut berwarna hitam dengan renda abu-abu terang di sekitar pinggang hingga setengah kakinya. Butuh waktu 2 jam bagi Kiara untuk memilih baju tersebut.

Pandangannya beralih pada high heels putih tulang dengan ganjalan abu-abu di atasnya dan hiasan kecil berwarna putih terang. Terlihat mewah dan menawan.

Ditambah lagi sebuah bando besi putih berbentuk bunga-bunga yang di susun akan menyempurnakan penampilannya di hari perpisahan nanti.

Setelah memilih seluruh perlengkapan yang akan digunakannya besok, Kiara akhirnya tidur. 

●●●

Setelah memastikan semua make up sudah diblend secara maksimal dan mampu menegaskan struktur wajahnya yang indah, Kiara berjalan menuju mobilnya dengan mententeng tas putih serta kamera yang dikalungkan.

"Berangkat!" Serunya di dalam mobil, lebih kepada dirinya sendiri.

Sesampainya di parkiran, Kiara membawa semua apa yang dibawanya. Kamera mirrorless dicantelkan di tangan kirinya, sedangkan tas di bahu kanannya. Ia hanya berharap, tak ada notifikasi penting di dalam ponselnya.

Kiara memandang keseluruhan tempat sudut di sana, namun belum ada yang mampu menarik perhatiannya sampai saat matanya berhenti di kursi paling belakang, di sanalah matanya bertemu dengan mata hitam milik Evan. Mata yang dirindukannya. Mata yang menenangkannya dikala Ia butuh. Mata yang menghilang sejak satu tahun lalu.

Kiara memandang sendu ke arah Evan. Pikirannya melayang ke kejadian di cafe kemarin. Setelah cafe tutup, Kiara tak tau harus kemana karena Kiara diantar saat pergi sehingga tak ada yang dapat menjemputnya. Orang tuanya pergi ke Bandung malam itu.

Di malam itu, tak ada taxi yang lewat, pulsa tak ada, apalagi paket internet.

Menyedihkan.

Kiara juga tak pernah cerita pada siapapun mengenai kejadian menyedihkan itu. Tak ada yang tau bahwa hari itu dia sampai ke rumah pada pukul 2 malam. Tak ada yang tau.

Kerumitan dan kesedihan akhirnya menuntunnya untuk menjadi lebih kuat dan tegar untuk melepas kedua sahabatnya. 

"Kiaraaa!" Panggilan seseorang mengembalikan pikiran Kiara. 

Itu bukan suara dari dua orang yang Ia harapkan untuk menyapanya, Evan maupun Nisa.

"Lo kenapa? Btw lo cantik." Ucap orang itu mantap.

"Apaan sih." Kiara tersenyum malu.

"Yee malah merah tu muka, yaudah yuk duduk. Denger-denger Evan bakal tampil kan?"

"Y-ya." Kiara tertawa canggung. Bahkan, Kiara baru ingat hal ini.

Kiara dan orang itu duduk di kursi kedua dari depan. Mereka mungkin memilih spot yang bagus.

"Serius lo kenapa? Muka lo ga enak dipandang banget padahal udah cantik-cantik. Senyum dong ihh."

"Iyaaaa Fadhil gue senyum nihhhh."

Fadhil. Ketua umum ekstrakurikuler yang merupakan mantan pertama Kiara di SMP dulu. Dulu, setelah putus  mereka benar-benar berada dalam kecanggungan, namun lambat laun mereka mampu memulihkan keadaan itu dan menjadi lebih dewasa untuk kembali berteman seperti biasa.

Setelah seluruh rangkaian pembukaan acara selesai, para pengisi acara mulai bersiap untuk menampilkan bakat yang mereka miliki dengan kewajiban 1 kelas minimal mengirimkan satu perwakilannya.

Penampil pertama adalah Indah dari kelas 12 IPS 2, selanjutnya Arka dari 12 IPA 3, dan kemudian penampilan ketiga adalah Evan. Gionino Nava Evanno dari kelas 12 IPA 5.

"Dan saatnya kita sambut seorang penyanyi luar biasa... Eeevaaan." Pembawa acara mempersilahkan Evan untuk masuk. Evan memasuki panggung.

Dia sungguh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia sungguh.. tampan.

Evan duduk di sebuah kursi yang telah disiapkan panitia. Microphone putih telah disiapkan di depannya. Ia hanya perlu bernyanyi.

Terlihat ekspresi ragu di wajahnya. Ia menutup matanya sejenak dan menghela nafas berat. Evan terdiam tepat saat matanya bertemu dengan mata Kiara. Kiara dan Evan sama-sama terdiam dalam hitungan detik, namun tiba-tiba tepukan riuh dari penonton menyelesaikan aksi saling pandang itu.

Evan mulai menyenandungkan nadanya.

Suara itu menggerakkan bibir Kiara untuk tersenyum dan tanpa sadar, air matanya jatuh sedikit demi sedikit dalam diam.

Ia rindu laki-laki itu.

-----

Hi, Dit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang