Chapter 46

142 12 4
                                    

Pendaftaran pernikahan di Singapura tak serumit yang kupikirkan. Aku dan Ashvik hanya datang dan menandatangani beberapa dokumen, lalu kami sudah sah sebagai suami istri. Ia membeli sepasang cincin kawin berlian, sebagai cincin pernikahan kami. Dan memintaku untuk mengenakannya setiap saat.

Atas permintaanku, kami tidak mampir ke rumah kakek dan langsung menjemput Irvin di apartment milik Ashvik. Aku langsung memeluk Irvin erat, menyadari betapa aku merindukannya. Irvin tersenyum gembira, bahkan memeluk Ashvik dengan antusias.

Irvin sepertinya nyaman dengan kehidupan di Singapura. Ia memiliki dua orang Nanny yang bergantian menjaganya sepanjang hari. Irvin juga dengan antusias menceritakan tentang teman-teman baru di sekolahnya. Tak sekalipun Irvin bertanya tentang Pandu, hal itu membuatku cemas. Irvin sangat menyayangi ayah-nya dan tak mungkin bisa melupakan Pandu begitu saja.

Tapi aku tak bisa serta merta bertanya mengenai hal itu di depan Ashvik. Saat ini aku akan bersikap biasa, berusaha mengikuti keinginan Ashvik agar tidak memancing emosinya.

"Well, sekarang Om Ash sudah resmi menjadi Daddy-mu!" Ucap Ashvik antusias.

"Benarkah?" Irvin bertanya, memandangku untuk memastikan. Meski Irvin terlihat nyaman berada di gendongan Ashvik, tapi ia terlihat tak selepas biasanya.

Memandang Irvin, aku hanya bisa mengangguk. Membuat senyum lebar terkembang di wajah Ashvik.

"Jadi kau tak perlu ragu memanggil-ku Daddy sekarang!" Ashvik berkata lagi sambil tertawa lepas. Ia terlihat sangat tulus pada Irvin.

Kami menghabiskan waktu bertiga di kebun binatang dan makan es krim potong yang cukup terkenal di Singapura. Irvin dan Ashvik terlihat benar-benar menikmati hari ini. Bahkan Irvin tertidur pulas saat kami hendak take off menuju Jakarta.

"Jadi siapkah kau untuk bulan madu, Nyonya Ashvik Roshan?" Ashvik bertanya genit padaku setelah menidurkan Irvin di tempat tidur. Ya, privat jet milik Ashvik memiliki ukuran yang cukup besar untuk memiliki sebuah kamar.

"Bukankah besok hari terakhirmu di kantor? Mereka pasti akan mengadakan farewell party untukmu." Ucapku heran.

"Mereka bisa mengadakan pesta itu tanpa diriku." Ia berkata, menarikku  tanganku ke bibirnya. "Aku bahkan belum menikmati malam pertama dalam pernikahan kita." Ia berkata pelan, suaranya terdengar sensual. Mata hijaunya seakan menggodaku.

"Ada Irvin!" Seragahku sambil berusaha menarik tanganku yang berada di genggaman Ashvik, namun sayangnya gagal.

"Aku bisa mengirimnya ke rumah pria itu nanti malam." Ashvik meyakinkan. "Dan kita bisa mempercepat rencana babymoon kita."

"Irvin pasti lelah jika harus segera pergi. Aku bisa mengantarnya besok pagi.."

"Tidak!" Ashvik berteriak, membuatku terkejut. "Kau tak perlu menemui-nya. Biar saja Martha dan supir yang mengantar Irvin menemui pria itu, kau mengerti?"

"Baiklah, tapi setidaknya biarkan aku tidur dengan Irvin malam ini, huh? Aku sangat merindukannya. Jika nanti anak kita sudah lahir, perhatianku padanya pasti terbagi."

"Oke. Hanya malam ini saja." Ashvik mengiyakan permintaanku dengan terpaksa.

Kami tiba di apartemen jam delapan malam, dan mendapati Sabih dan Kiran yang tengah menunggu Ashvik di ruang tamu. Mereka mengucapkan selamat kepada kami berdua. Mata Sabih terlihat penuh haru saat memeluk Ashvik.

"Terima kasih untuk kesempatan yang kau berikan pada si bodoh ini!" Ucap Sabih sambil memelukku. "Kau tak akan menyesali keputusan ini. Ashvik pasti jadi suami terbaik untukmu."

Kuucapkan terima kasih kepada mereka berdua, kemudian pamit untuk mengantar Irvin ke kamarnya. Martha menawarkan diri untuk menemani Irvin mandi dan berganti pakaian, supaya aku bisa melakukan hal yang sama. Sementara Ashvik dan kedua sahabatnya masih asik mengobrol di ruang tamu.

Aku kembali menemui Irvin di kamarnya setelah mandi dan berganti pakaian. Martha tengah menemani Irvin bermain. Kamar ini memang dipenuhi banyak mainan yang Ashvik beli untuk Irvin, padahal anakku itu belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di kamar ini.

"Kau boleh istirahat, Martha. Aku yang akan menemani Irvin malam ini." Ucapku, sambil duduk di kasur Irvin. Sebenarnya kasur ini cukup sempit jika kami tidur berdua, namun ini tetap lebih baik ketimbang aku harus menghabiskan malamku bersama Ashvik. Martha mengangguk dan keluar dari kamar, tak lupa menutup pintu. Kini aku hanya berdua dengan Irvin, yang masih asik bermain mobilan dan robot.

"Apa kau merindukan mama, Nak?" Tanyaku sambil mendekati Irvin.

Dua mata hitam Irvin balik menatapku, aku bisa melihat bayangan wajah Pandu. Sejak kecil Irvin memang seperti miniatur Pandu. Wajahnya, mata dan rambutnya mirip sekali dengan ayah-nya. Bahkan sifat mereka pun mirip.

"Aku rindu mama.." Irvin berkata sambil memelukku, meninggalkan kedua mainan yang sedari tadi dipegangnya itu. "Irvin juga rindu papa.." tambahnya sambil berbisik.

Air mata mengalir dari sudut mataku, sambil mendekap erat tubuh mungil itu. Perasaan bersalah yang sedari tadi menyelimutiku, kini hilang. Membuat aku bernafas dengan bebas.

"Nanti, Irvin ketemu papa lagi, ya?" Ucapku pilu, sambil mengelus kepala Irvin pelan.

"Dengan mama?" Bisiknya penuh harap.

"Nanti mama menyusul. Jadi Irvin harus jadi anak pintar dan dengarkan perkataan papa, ya!" Aku berucap lagi. Melontarkan janji, bukan hanya pada Irvin tapi juga kepada diriku sendiri.

***

Ditengah malam aku terbangun karena seseorang menggendongku keluar dari kamar Irvin. Sudah jelas itu Ashvik, pipinya memerah, dengan pakaian yang sudah kusut dan rambut berantakan.

Kutatap wajah dengan garis wajah yang tegas itu. Hidung mancung dan alis yang lebat membuatnya seperti adonis yang hidup di dunia nyata. Aku masih tak mengerti, apa yang membuatnya begitu terikat padaku. Sejuta wanita pasti akan mengantri di hadapannya jika ia mau. Wajah tampan dan tubuh atletisnya merupakan pesona tersendiri bagi kaum hawa.

Ashvik meletakkanku dengan hati-hati di kasur, kemudian mengecup setiap jengkal wajahku. "Aku tau kau terbangun." Ucapnya lembut.

"Sejak kapan?"

"Sejak kau menatapku lekat-lekat." Ucapnya dalam senyum. "Apa kau jatuh hati lagi padaku, Nyonya Ashvik Roshan?" Goda Ashvik.

"Aku terbangun karna bau alkohol yang menyengat dari tubuhmu! Sudah ku peringatkan untuk tidak masuk ke kamar dengan keadaan seperti ini, bukan?" Ancamku

Ashvik terkekeh mendengar omelanku. "Tapi aku tidak minum di club. Hanya minum beberapa botol wine bersama Sabih dan Kiran di bawah. Untuk merayakan pernikahan kita, tentu saja.."

"Kau harus bekerja besok." Aku mengingatkan.

"Tentu saja. Aku akan mandi, dan kau bisa kembali tidur." Ashvik berkata sambil menarik selimut menutupi tubuhku. "Betapapun aku ingin menghabiskan malam pengantin kita, namun kesehatan mu dan anak kita lebih penting. Kau harus cukup istirahat."

Kuanggukkan kepalaku, yang dibalas dengan senyum menawan dari Ashvik. Ia kemudian mengecup bibirku lembut, dan berjalan perlahan ke kamar mandi. Aku bisa mendengar suara air dinyalakan begitu pintu kamar mandi tertutup. Sementara aku, kembali memejamkan mataku dengan perasaan lega.

Hard DesicionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang