Chapter 25

1.2K 42 3
                                    

03.25

Aku bangun dengan nafas terengah. Masih terbayang jelas dipikiranku wajah Pandu yang penuh amarah menceraikanku di pengadilan. Dengan kejam ia menyeretku dan mengatakan dengan gamblang jika aku berselingkuh di hadapan semua orang. Membuat tatapan tajam serta menghakimi tertuju ke arahku.

Serta tangisan Irvin. Irvin berada disana, di antara semua orang yabg mengelilingiku. Menangis tersedu ingin mendekat, namun ibu mertuaku menghalanginya. Aku ingin bangkit dan menghampiri Irvin, namun Pandu menahanku, dan kembali menyeretku ke arah ruang pengadilan.

Aku menyingkirkan tangan Ashvik dari pinggangku perlahan. Ia masih tertidur lelap, sepertinya karena ia minum cukup banyak wine semalam. Aku menghela nafas lega, kemudian memakai gaun tidurku yang tergeletak begitu saja di lantai sejak semalam. Ashvik selalu mengajakku bercinta setiap malam hingga aku kelelahan. Terkadang aku tertidur tanpa ingat untuk berpakaian.

Kucuci wajahku di kamar mandi kemudian keluar dari kamar. Tak lupa mengenakan cardigan, karena gaun tidur yang ku kenakan cukup terbuka. Lorong rumah Ashvik gelap dan sunyi, begitu pula dengan dapur. Aku mengambil sebotol air mineral dari lemari kabinet di dapur, bermaksud untuk kembali ke kamar.

Namun saat berbalik, aku malah menabrak tubuh seseorang. Tangan besar itu segera merangkul tubuhku, mencegahku terjatuh. Aku mendongak, mencari tau siapa yang ada di dapur semalam ini dan mendapati wajah Ashmit yang sedang tersenyum.

"Kau haus?" Ia bertanya, tangan besarnya masih berada di pinggangku. Kulepaskan diriku dari pelukkan Ashmit, kemudian mundur beberapa langkah. Menjaga jarak di antara kami.

"Iya. Aku akan kembali ke kamar sekarang." Ujarku sambil berjalan melewatinya.

"Tunggu." Ia berkata sambil menahan tanganku. "Bisakah kau menolongku?"

Aku tak menjawab, hanya menatapnya tajam. Tak ingin terlalu akrab dengan keluarga Ashvik, terutama adik tirinya. Apalagi hubungan antara Ashvik dan Ashmit sepertinya tidak harmonis.

"Aku terbangun dan biasanya aku perlu minum susu hangat agar aku bisa tidur kembali. Apa kau bisa membuatkannya untukku?"

"Susu hangat? Memangnya kau anak kecil?" Ejekku.

"Aku serius. Para pelayan sudah tidur dan aku tak mau membangunkan mereka selarut ini." Ia menatapku serius. "Please, help me."

Kuhela nafas pendek. Kemudian berjalan ke arah lemari pendingin super besar di sudut dapur. Kemudian mengeluarkan sekarton susu dan menuangkannya ke dalam gelas yang tersusun rapi di kitchen set. Memasukkannya ke dalam microwave selama 30 detik kemudian mengeluarkannya.

"Ini susu hangatmu. Aku mau kembali ke kamar sekarang." Ucapku kemudian meninggalkan dapur. Sengaja menjaga jarak dari Ashmit kalau-kalau ia menahanku untuk hal lain.

Saat kembali ke kamar, Ashvik masih terlelap. Aku tak langsung kembali ke tempat tidur, melaikan keluar menuju balkon. Menyalakan ponselku yang seharian ini kumatikan. Pesan Pandu langsung membombardir ponselku, beserta rentetan notifikasi pesan suara dari Pandu.

Kubaca pesan dari Pandu satu persatu. Ada kemarahan, kekhawatiran dan kekecewaan dalam pesannya. Aku tau hubungan dengan Ashvik mulai mengancam pernikahanku. Jadi, mungkin sebaiknya aku mencari cara untuk memutuskan hubungan ini dan menjauhi Ashvik.

***

Pesta pernikahan Kiran dan Maureen berjalan meriah. Di adakan di salah satu hotel mewah di Singapura, pernikahan mereka disebut-sebut sebagai pernikahan termegah di Singapura selama sepuluh tahun terakhir.

Wartawan memenuhi lobby hotel, menghalangi jalan masuk ke dalam. Ashvik merangkul tubuhku untuk melindungiku dari kilatan lampu blitz milik para wartawan. Tak seperti para undangan lain yang senang hati berpose untuk para wartawan, aku memilih menunduk.

Tapi para wartawan seakan menggila begitu melihat Ashvik. Mereka terus-terusan mengambil gambar dan menanyakan perihal identitasku. Ashvik memandang mereka dengan dingin, kemudian memberikan isyarat pada bodyguard untuk menghalau para wartawan menjauh dari kami berdua.

"Aku ingin duduk sebentar. Kepalaku pusing." Aku berkata pelan kepada Ashvik yang melihatku dengan khawatir.

"Seharusnya kita lewat pintu belakang tadi. Para wartawan itu semakin gila saja." Ashvik mendengus kesal, kemudian menuntunku ke meja kami.

"Sepertinya kau akan jadi headline majalah besok pagi, huh?" Kata Sabih dengan nada mengejek. "Sudah kubayangkan judul artikel minggu ini, 'Pewaris Grup Roshan kembali ke Singapura bersama kekasihnya!'."

"Diam kau!" Seru Ashvik, tapi entah mengapa aku merasa melihat senyum kecil di wajahnya.

Hal ini membuatku gusar. Menjadi headline majalah adalah hal terakhir yang kuinginkan, meskipun majalah di Singapura. "Bisakah kau melakukan sesuatu? Aku tak mau wajahku terpampang di majalan." Aku berkata pelan, memandang ke arah Ashvik dan Sabih.

Sabih mengangkat sebelah alisnya dan memandangku heran. "Kau ini benar-benar berbeda, Abby. Wanita yang mendekati Ashvik selama ini selalu menginginkan sorotan media, tapi kau malah menghindarinya."

"A-aku hanya tak suka kehidupan pribadi ku menjadi konsumsi publik." Aku beralasan.

"Akan ku urus semua itu. Kau tak perlu khawatir." Ucap Ashvik menenangkanku, tapi aku bisa melihat gurat kekecewaan di wajahnya.

Selama pesta berlangsung, Ashvik terus saja memintaku menemaninya. Ia memperkenalkanku kepada seluruh teman dan kolega bisnis keluarganya sebagai kekasihnya. Aku sedikit banyak paham maksud dari sikapnya, tapi aku hanya tersenyum kepada semua orang yang ia perkenalkan.

"Sepertinya kakak benar-benar serius denganmu. Aku tak pernah melihatnya memperkenalkan siapapun sebagai kekasih sebelumnya. Bahkan paman dan bibi kami terkejut dengan sikapnya malam ini." Suara Ashmit terdengar di belakangku.

Aku memutar bola mataku, baru saja aku berhasil lepas dari Ashvik. Tapi adik nya langsung datang menghampiriku. "Aku tak tau apa tujuanmu berkata seperti itu." Aku berkata, sambil meminum jus yang ada di tanganku.

"Ashvik memperkenalkan mu kepada semua orang, itu akan membuat keluarga besar kami penasaran padamu. Kupikir, statusmu akan menjadi ganjalan dalam hubunganmu dengan Ashvik. Walaupun kakek mungkin tidak terlalu perduli, tapi bukan berarti orang lain tak akan menggunakan hal itu untuk menjatuhkan Ashvik." Ashmit berkata penuh kekhawatiran.

"Bukankah itu berarti keuntungan bagimu?" Tukasku. "Aku tak pernah berkata akan menikah dengannya. Jadi,  kau bisa menyimpan kekhawatiranmu."

Mendengar jawabanku yang tajam, Ashmit tak berkata apapun lagi. Ia hanya berdiri di dekatku, sambil memegang gelas wine miliknya. Namun, ia pergi menjauhiku begitu melihat Ashvik berjalan menuju ke arah kami.

"Apa Ashmit menganggumu?" Ia bertanya padaku dengan ekspresi tidak suka sambil memandang tubuh Ashmit yang sudah menjauh.

Aku menggeleng, "Ia hanya memberikan saran menu-menu makanan yang enak untuk kucicipi." Jawabku.

Hard DesicionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang