Tahun 1984, di ladang ilalang yang jarang di jamah oleh manusia.
Dalam senja yang redup, di hamparan ilalang yang menghijau, terdapat seorang penyair wanita yang tengah duduk menikmati pemandangan danau yang memanjakan mata, ditemani oleh alat tulis dan secangkir teh sebagai teman setianya.
Penyair itu bernama Jevika Nayana, ia tinggal sebatang kara jauh dari keramaian kota, Ibunya sudah lama meninggal dan Ayahnya, Ayahnya sengaja meninggalkannya sendiri di desa terpencil itu, agar media tak menyorotnya, sebab, Ayahnya adalah orang berpengaruh di politik. Dan Jevika? Jevika adalah anak hasil dari hubungan gelapnya.
Sekarang Jevika berumur 20 tahun, Jevika memiliki garis ke turunan Inggris-Indonesia, Ibunya Jevika berasal dari Inggris sedangkan Ayahnya Indonesia, ia memiliki paras yang teduh, tatapan yang tajam, hidung yang mancung, senyuman yang menawan dan warna kulit yang cerah, rambutnya hitam dan panjang. Semua pakaiannya berwarna Vintage.
Hari-harinya banyak ia habiskan untuk membaca dan menulis.
Sembari menatap danau, ia pun menulis sajak di bukunya yang ia beri judul "Cinta adalah luka."Namun, tiba-tiba, suara kejutan yang tajam memecah keheningan senjanya. "Tolong! Tolong!" terdengar seorang wanita yang teriak dengan penuh ketakutan dari balik semak-semak.
Mendengar itu Jevika, langsung menutup matanya dan mencoba untuk memastikan suara itu, ternyata suara itu benar nyata, ia mendengar lagi suara itu, namun sekarang suaranya terdengar samar-samar.
Tanpa ragu, Jevika berdiri dan mengikuti suara itu. Dengan langkah hati-hati, ia menerobos ilalang yang lebat, yang mengarah ke kedalaman hutan. Sesekali, suara tangis dan jeritan keputusasaan terdengar semakin jelas, memimpin Jevika semakin dekat dengan tempat dimana suara itu berasal.
Setelah menelusuri ilalang yang lebat dan jalan yang terjal, Jevika tiba di sebuah tempat tersembunyi di tengah hutan. Di balik semak-semak, ia melihat seorang wanita dewasa yang terikat dengan badan yang penuh luka lebam.
Wanita itu nampak sudah tak berdaya, ia merintih kesakitan, setelah itu ia menutup matanya. Menyaksikan kejadian itu Jevika langsung bergegas untuk menyalamatkannya, ia mencoba memeriksa nadinya dan nadinya masih berdetak itu tandanya masih ada harapan untuk wanita itu hidup.
Jevika bergegas melepas tali yang mengikat wanita itu dan membawanya ke rumah.
Sesampainya di rumah dengan keadaan panik dan penuh perhatian, Jevika langsung mengobati luka-luka wanita asing tersebut dengan sebaik mungkin. Ia membersihkan luka-luka tersebut dengan menggunakan air dan kain bersih, dan kemudian mengoleskan salep untuk membantu proses penyembuhan.
-
Keesokkan harinya...Setelah memancing, Jevika langsung beranjak memasak, ia memasak sayuran dan juga ikan hasil pancingnya tadi.
Saat masak, Jevika merenungkan kejadian kemarin. Ia tak bisa menyingkirkan rasa penasarannya terhadap wanita asing tersebut. Siapa sebenarnya wanita itu? Darimana ia berasal? Hingga sampai sekarang pun wanita itu belum terbangun.
Tiba-tiba, tak lama setelah itu, terdengar bunyi buku yang terjatuh. Lalu, Jevika bergegas mendatangi tempat suara itu berasal dan terlihat bahwa wanita asing tadi sudah bangun. Di satu sisi, Jevika melihat buku karangannya sudah terjatuh di lantai.
Wanita asing tersebut melirik Jevika dengan pandangan lemah dan berkata pelan dalam bahasa Inggris, "Forgive me" (Maafkan saya).
Dalam bahasa Inggris yang terbatas, Jevika mencoba menjawab perkataan wanita asing itu, "No problem" (Tidak masalah).
"Where are we? Who are you?" (Kita berada di mana? Anda siapa?)
"You are in Indonesia, in my house" (Anda berada di Indonesia, di rumah saya).
"Indonesia?" wanita asing itu kaget.
"What's your name?" tanya Jevika (Siapa nama anda?).
"Fayona."
"Oh yeah, sorry I'm not fluent in speaking English" (Oh ya, maaf saya tidak fasih berbahasa Inggris).
"Tidak apa-apa, saya bisa berbahasa Indonesia."
Sambil menghela nafas, Jevika menjawab, "Wow, anda sangat pintar."
Fayona tertawa kecil, lalu ia berbahasa isyarat meminta minum.
Melihat itu, Jevika langsung memberikan segelas air putih kepada Fayona dan memberikan makanan hasil masakannya.
Fayona terlihat sangat lapar, ia menghabiskan dua piring nasi dan lauk-pauk yang Jevika buat. Setelah itu, Jevika pun memberikan obat ramuan rempah-rempah yang membuat badan jadi berenergi.
"Terima kasih," ujar Fayona dengan kondisi yang mulai membaik.
Dan Jevika pun mulai membuka percakapan, menanyai apa yang terjadi dengan Fayona.
"Apa yang membuat Anda menjadi seperti ini?"
Dan Fayona pun menceritakan dengan panjang lebar kejadian apa yang menimpanya.
"Saya adalah seorang penyair yang berasal dari Amerika. Kejadian ini berawal ketika saya hendak menghadiri debut karya terbaru saya pada tanggal 7 Januari 1984. Ketika saya sedang dalam perjalanan, tiba-tiba ada orang asing yang mencegah saya. Setelah kejadian itu, saya tidak tahu apa-apa. Tiba-tiba saya sudah berada dalam ruangan kecil yang menyesakkan.
Suatu ketika, saya berhasil melarikan diri. Namun, sayangnya, mereka menemukan saya. Saya mencoba melawannya hingga akhirnya saya mendapatkan kekerasan. Orang jahat itu mengira saya sudah tidak bernyawa dan membuang saya di hutan, padahal saya masih hidup.
Hingga setelah beberapa lama orang-orang itu pergi, saya berteriak meminta pertolongan, berharap ada seseorang yang mendengarnya, dan Anda datang, menolong saya. Namun, saat itu keadaan saya sudah tidak kuat lagi. Setelah itu, saya tidak tahu kejadian apa yang terjadi, sampai saya terbangun di rumah Anda."
"Coba beri tahu nama panjang Anda," tanya Jevika.
"Fayona Kane," jawab Fayona.
Seketika, Jevika langsung kaget!
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Sajak [End]
RomanceJevika, seorang penyair yang tinggal sendiri di desa terpencil yang jarang di jamah manusia. Ayahnya seorang politisi terkenal dan menyembunyikannya karena Jevika adalah hasil dari perselingkuhannya yang bisa merusak citra Ayahnya yang dianggap sang...