[Beralih ke Jevika dan SandyKala].
Terlihat SandyKala dan Jevika sedang berdiri di pinggir pantai.
"Pemandangannya sungguh luar biasa, bukan? Pantai bisa memberikan ketenangan dan inspirasi," ujar SandyKala sambil menatap pantai.
"Benar sekali, tempat seperti ini bisa mengubah perspektif hidup kita," jawab Jevika.
SandyKala terdiam sejenak kemudian berkata, "Jevika, kau tahu, aku benar-benar bahagia bisa mengenalmu."
Jevika pun menjawab, "Seharusnya kau tak perlu mengenalku, aku hanya menambah masalah hidupmu."
"Tidak, Jevika, jangan mengatakan itu lagi," tegas SandyKala.
"Masalah akan selalu muncul, bahkan tanpa bertemu denganmu, karena dalam hidup ini, ujian akan selalu hadir," tambahnya.
"SandyKala, kau luar biasa. Meskipun engkau telah melewati banyak masa sulit, engkau tidak pernah melihat hidup ini sebagai sesuatu yang menyedihkan."
"Jevika, hidup ini seperti perjalanan panjang yang penuh dengan berbagai warna dan peristiwa. Kita tidak selalu bisa mengendalikan apa yang terjadi, tetapi kita selalu memiliki kendali atas cara kita meresponsnya," jawab SandyKala dengan bijak.
Jevika pun membalas, "Nampaknya, aku perlu belajar banyak darimu," tanpa sadar air mata Jevika terjatuh, lalu ia dengan cepat menghapusnya dengan punggung tangannya.
"Jevika, kau sangat cantik walaupun sedang menangis," ujar SandyKala.
Seketika Jevika terpaku dan nampak salting kemudian berkata, "Hah?" pipinya memerah.
Lalu SandyKala pun tertawa, kemudian mencoba menggoda Jevika, "Jevika ada apa di wajahmu?"
"Hah, ada apa emangnya?" tanya Jevika serius.
Karena merasa malu, Jevika menjauhi SandyKala dan pergi, mencoba mengusap wajahnya dengan air laut.
"Ada apa denganku? Biasanya aku tidak pernah merasa malu seperti ini," gerutu Jevika dengan suara kecil.
Lalu SandyKala mendekat sambil tersenyum-senyum, "Tadi pipimu memerah, kau sangat lucu ketika sedang tersipu."
Jevika tersipu lagi dan berusaha menutupi wajahnya. "Baiklah, baiklah, kau menang, SandyKala."
"Kau ini! Menyebalkan, tidak pernah berubah dari awal bertemu," teriak Jevika lalu pergi menjauhi SandyKala.
SandyKala pun tertawa gemash melihat tingkah laku Jevika.
Lalu SandyKala pun mendekati Jevika lagi.
"Jevika, maafkan aku," ujar SandyKala dengan serius.
"Maaf untuk?" tanya Jevika.
"Nampaknya aku sudah kelewatan batas, seharusnya aku tak terus-terusan memandang wajahmu tadi. Aku tahu itu salah. Di dalam Islam, kami diperintahkan untuk menjaga pandangan," kata SandyKala lalu mengusap matanya.
Jevika tersenyum lalu menjawab, "SandyKala, Islam sungguh indah ya, karena memperhatikan segala aspek kehidupan umatnya, dan kau beruntung tumbuh dalam ajaran Islam."
"Jevika, maaf... sebenarnya aku tak ingin menyinggung ini, namun pertanyaan ini selalu terlintas di pikiranku, apa agamamu?"
"Aku mengikuti agama yang dianut oleh Ibuku, dan agama yang dianut oleh Ibuku bukan Islam."
SandyKala pun mengangguk mengerti.
"Sebelumnya, aku mengira Fayona adalah Ibumu, sebab kalian sangat mirip," ujar SandyKala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Sajak [End]
RomanceJevika, seorang penyair yang tinggal sendiri di desa terpencil yang jarang di jamah manusia. Ayahnya seorang politisi terkenal dan menyembunyikannya karena Jevika adalah hasil dari perselingkuhannya yang bisa merusak citra Ayahnya yang dianggap sang...