Horrible Bogus!!!

30.9K 2.4K 203
                                    

Chapter 11 | Na-na-na!

Kesal.

Itu yang gue rasain selama nonton tadi. Itu yang gue rasain selama makan di Gokana tadi. Itu yang gue rasain selama beli Sour Sally tadi. Itu yang gue rasain pas mereka mulai berantem lagi. Itu yang gue rasain saat akhirnya nggak ada yang mau ngalah. Itu yang gue rasain karena mereka memutuskan untuk... nganter gue pulang naik taksi. Dengar apa yang gue bilang? Lagi asyik-asyiknya mereka berdebat dengan siapa gue harus pulang, gue langsung masuk ke dalam taksi. Gue nggak peduli mereka nggak setuju. Tapi...

... mereka juga ikut masuk. Rex duduk di sebelah kanan gue, Afi duduk di sebelah kiri gue. Waktu gue bilang nggak perlu anteran mereka, karena mobil mereka ada di parkiran, nggak ada yang mau dengerin gue. Rex bilang dia bakal nganter gue pulang sampai selamat hingga rumah, terus nanti bakal balik lagi ke PI untuk ngambil mobil. Sok kaya. Cowok-cowok boros menyebalkan. Gue nggak suka sifat mereka yang kayak gini. Mereka berantem bukan karena gue kok. Tapi karena masalah pribadi mereka. Gue tahu Rex dan Afi itu saling membenci karena sesuatu.

Dan sesuatu itu gue nggak tahu apa. Kesal lagi!

Sekarang situasi di dalam taksi benar-benar nggak enak. Supir taksinya pun sadar kalau aura di dalam taksinya penuh dengan kegelapan. Mencekam seperti rumah pelacuran. Oke, gue lebay. Gue sedang menghibur diri sendiri, gue nggak mau ada di situasi ini. Rex daritadi memandangi pemandangan di luar sana, begitu pula Afi. Gue mengeluarkan HP, main Let's Get Rich untuk menenangkan pikiran. Sayangnya gue kalah terus. Gue tambah kesal. Apalagi tadi lawan gue kasih emoc ngejek. Babi! Gue sumpahin dia bangkrut terus pas lawan yang lain!

"Lo besok ada kelas pagi?" tanya Afi, memecahkan kesunyian. Refleks, gue menoleh ke cowok itu. Senyumannya yang lebar itu menghiasi wajahnya. Dia kayaknya berpura-pura kalau Rex nggak ada di antara kami. "Kalo ada, nanti gue jemput. Gue juga ada kelas pagi besok."

"Nggak usah," tolak gue. "Makasih tawarannya, Fi."

"Memangnya lo berangkat sama siapa besok?" tanya Afi, matanya menyipit. Senyumannya gone.

"Sama gue." Rex yang menjawabnya, menatap Afi sesengit mungkin. "Orang tuanya nyuruh gue buat nganter dia setiap pergi-pulang ngampus. Dua bulan lagi kami juga bakal tinggal bareng."

Ngarang banget! Sejak kapan dia dikasih beban kayak gitu sama orang tue gue, heh? Kalau dia mau buat Afi kesal-oh, wait! WAIT!!! Afi ngedeketin gue bukan buat Rex kesal, kan? Bukan buat balas dendam atau... oh... oh... dammit! Afi sengaja ngedeketin gue pas Rex ada di dekat gue-eh, tapi kan Afi nggak tahu kalau gue sama Rex dijodohin sampai tadi Rex yang ngasih tahu. Fuck! Gue bingung. Gue lagi di tengah-tengah masalah mereka berdua. Dan gue yang akan jadi tumbal di-sialan kau Zavan! Tumbal yang dia lakukan jadi kayak gini. Pasti gara hombala-hombala itu.

"Kalo kalian mau beranten lagi, gue mending pindah duduk ke depan sama Pak-" Gue baca nama yang ada di ID dasbor mobil. "Supriudin. Setelah itu kalian berdua bisa saling bunuh. Kirimin gue e-mail kalo kalian udah nyampe neraka."

Gue mengangkat kaki, ingin menyelusup masuk ke bangku depan. Tapi Rex dan Afi langsung menarik pinggang gue, mendudukkan gue lagi di tempat semula. Dengan sangat terpaksa, gue kembali duduk di antara mereka. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka berdua. Maksud gue, kita bertiga ini sudah tua, lho. Gue dua puluh satu, mereka dua puluh dua (mungkin), janganlah bertingkah kayak anak-anak! Yah, gue sih suka bertingkah lebay, kekanak-kanakkan juga. Namun, nggak akan kalau sedang ada masalah seperti ini. Bisa kan mereka nggak saling sinis dan siap untuk saling bunuh sekitar.... taruhlah, sejam?

"Kita bakal akur," gumam Rex, nggak ikhlas. "Sampe nyampe rumah lo. Tetep duduk sini. Oke?"

"Iya," setuju Afi, sama nggak ikhlasnya. "Kita bertiga bakal duduk tenang mulai sekarang."

Horrible Life!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang