Chapter 15 | What Should I do?
"What are you doing here?" tanya gue, berjalan ke tempat Afi berdiri. Cowok itu mundur beberapa langkah, takut karena melihat gue membawa pisau dengan raut wajah nggak suka. Tentu saja gue nggak suka dia ada di sini. Maksudnya, ya, Tuhan... dia dan Rex itu saling benci. Gimana kalau nanti sore gue tiba-tibe nemu salah satu mayat mereka terapung di pantai sana? Gue nggak mau itu terjadi. Makanya gue nggak mau dia ada di sini. Apalagi sekarang. Di mana Rex juga lagi bimbang sama dirinya sendiri akan masa lalunya itu. Gue bisa merasakannya, hem.
"Liburan," jawab Afi enteng. Dia menjatuhkan ranselnya, mengambil pisau yang ada di tangan gue, memberikan gue pelukkan. Bisa gue dengar sentakkan napas Rex. Juga Zavan yang berdiri di depan gue. Dia menelengkan kepalanya, terlihat clueless. "Memangnya gue nggak boleh ke sini buat ikut liburan bareng lo?"
Gue mendesah panjang, melepaskan pelukkan yang Afi berikan. Gue mendongak, nggak ngerti kenapa cowok ini bisa setinggi tiang listrik, menatap senyumannya yang charming itu. "Boleh, sih. Tapi-" Gue menggigit bibir pelan, nggak mau mengatakannya di depan Zavan. "Gue tau lo ngerti maksud gue, jadi gue nggak mau ngucapinnya."
Dia mendengus, melirik sengit ke arah Rex. Bisa gue rasakan kalau Zavan akhirnya tahu apa yang terjadi saat ini juga. Dia langsung tersenyum penuh drama. Great! Amazing day! "Lo nggak perlu kuatir, Feb. Gue yang bakal ada di samping lo selama kita liburan di sini."
"Frankly, my dear," sahut Zavan tiba-tiba, menepuk pundak Afi pelan. "Lo nggak akan selalu di samping Febri. Dia sekamar sama Rex, lo nggak ada rencana buat tidur satu kamar sama dia dan Rex, kan? Lo mau threesome kayak kue lapis? No, no, no. Ngentot bertiga itu nggak enak. Kenapa gue tau? Gue udah ngerasainnya. Apalagi dilihat dari fisik lo, lo kayaknya Topita. Rex juga Topita. Kasihan Febri. Gue nggak mau ngelihat dia jalan ngangkang karena lubang pantatnya habis dientot sama dua kontol. Gantian pula. Oh, so sad."
"Zavan, shut it." Ozayn maju, menarik cowoknya ke dalam pelukkan.
"What?!" seru Zavan sok polos. "I'm just saying. And, anywhore, lo bakal nginep di mana?"
Yang ditanya, Afi, menoleh. "Hotel deket sini."
Senyuman Zavan makin berbahaya. Untuk gue. "Nginep sini aja. Ini villa kamarnya ada delapan. Enam sudah dipakek. Masih ke sisa dua, kalo matematika gue nggak salah. Apalacur, kita juga butuh orang baru untuk meramaikan suasana. Kalian bertiga kayaknya bakal ngelakuin adegan drama ala-ala homo Mexico gitu. Ohmegod! Gue selalu suka ngelihat homo ngelakuin drama kayak banci. Seru. Kayak telenovela gitu."
Oh, di mana Voldemort pas gue butuhin? Gue mau suruh Voldemort Avada Kedavra-in Zavan!
"Lo bisa pakek kamar yang ada di sebelah kamar Rex dan Febri. Actually, itu masih kamar gue sama cowok gue yang punya kontol besar di sebelah gue ini." Wajah Ozayn merona, dia makin menguatkan pelukkannya di pinggang Zavan. "Tapi nanti gue sama dia pindah ke kamar yang ada di ujung lorong aja. Agak jauh biar pas gue di BDSM sama cowok gue kayak adegan di Fifty Shades, kalian nggak denger. Oh, itu juga buat ngemudahin lo nyulik Febri dari sisi Rex dan lo bisa entot dia all night long. Gue suka ngentot all night long, bedewey."
"Okay, enough!" Ozayn menarik Zavan menjauh dari kami. I dear you, Oz! "Ayo, jalan-jalan!"
Akhirnya Zavan menghilang. Kini, hanya kami bertiga yang berada di dapur yang dipenuhi dengan alat-alat tajam. Seperti: pisau, pisau buat potong daging, pisau yang mirip katana, pisau untuk saling bunuh. Gue nggak mau memikirkannya. Sama sekali nggak mau. Itulah sebabnya gue mau membawa Rex kembali ke kamar. Atau ke tempat di mana dia nggak satu ruangan sama Afi. Sayangnya, Rex bergeming. Menatap tajam penuh amarah pada Afi yang bebal. Dang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Horrible Life!!!
HumorFebri nggak pernah menyangka hidupnya akan penuh cobaan. Maksudnya, Febri tau betul dia nggak laku dan masih perjaka sampai umurnya berkepala dua. Oh, itu nggak penting. Tapi tetap membuat Febri nelangsa. Sampai akhirnya dia bertemu dengan sosok Rex...