Horrible Grüdge!!!

23.6K 1.9K 169
                                    

Chapter 18 | Burn me up!

Jantung gue berdetak aneh. "Bunuh temennya?"

"Eh?" Bunda langsung menggeleng, menggoyangkan kedua tangannya dengan gerakkan cepat. "Nggak, nggak. Dia nggak bunuh temennya. Maksud Bunda, itu kecelakaan. Dia selamat. Arafi juga selamat. Yang satu lagi meninggal. Berkali-kali Bunda sama Ayah bilang ke dia kalau itu kecelakaan, bukan dia yang bunuh temennya itu."

Gue mendesah lega. Jadi, itu toh masalahnya. "Kecelakaan apa, Bun? Kapan?"

"Kecelakaan mobil. Rex yang ngendarain. Makanya dia ngerasa bunuh temennya, " ujar Bunda panjang lebar. Matanya menerawang. Sedih. Muram. "Sudah lama. Sekitar tiga setengah tahun yang lalu. Setelah Rex lulus SMA. Dia, Arafi sama Iby. Habis liburan dari puncak."

Sekarang semuanya jelas. Alasan kenapa Rex takut mengendarai mobil. Dia yang Afi maksud adalah Iby. Rasa bersalah yang Afi berikan pada Rex hingga membuat cowok itu takut. Hanya Rex dan Afi yang tahu kenapa kecelakaan itu bisa terjadi. Pasti karena Rex melakukan sesuatu yang membuat dia menjadi menyalahkan dirinya sendiri. Anehnya, gue sama sekali nggak peduli soal itu. Gue nggak peduli dia pernah pakek narkoba. Gue nggak peduli dia pernah bunuh temannya. Itu kecelakaan. Meski dia merasa nggak begitu. Afi juga.

"Febri mau makan dulu sebelum pulang ke rumah? Pasti tadi belum sarapan, kan?" Bunda bangkit, tersenyum gundah kepada gue. Panggilan Kakak Cantik harus kembali lagi. Maksudnya, gue mau perjodohan itu terus berlangsung. Tapi gue nggak mau yang ngejar-ngejar Rex. Gue mau dia yang melakukan itu. Gue bukan orang yang melakukan kebodohan. Di sisi lain, Rex tetap merasa dirinya akan menyakiti gue. Gue harus bilang sama dia kalau gue tetap menerima dia. Gue homo. Seratus persen homo. Gue nggak sedih lagi soal hal itu. "Mau makan nasi putih apa nasi kuning? Tadi Bunda buat untuk sarapan Rex. Dia suka nasi kuning."

"Hmmmh, nasi kuning." Gue mengikuti Bunda ke dapur. Gue sebenarnya nggak lapar. Gue hanya ingin berada di sini lebih lama lagi. Berharap Rex keluar dari paviliun. Makan sesuatu. Gue kesal sama dia, namun gue peduli sama kesehatannya. Tsah! Ini benar-benar menjengkelkan. Hidup gue benar-benar rumit. Sebelum kedatangan Rex, gue bisa hidup santai tanpa memikirkan perasaan hangat setiap dia memeluk gue. Terus datang Afi yang merusak segalanya. Kini, datang pula cinta pertama gue. Orang yang gue kira cewek selama sepuluh tahun.

"Bun-" Gue dan Bunda menoleh ke orang yang ada di meja makan. Cowok. Rambutnya jabrik. Hanya mengenakkan singlet. Satu kakinya naik ke atas kursi, memperlihatkan bulu kakinya yang lebat. Bulu-bulu itu juga tumbuh lebat di pahanya. Wajahnya mirip Rex, versi lebih muda. Lebih cokelat. Mungkin karena sering main di bawah sinar matahari seperti Januar. Matanya terbelalak lebar melihat wajah gue. "Ini homo-nya Mas Rex, ya?"

Perasaan gue aja atau dia kedengaran seperti nggak suka gue berada di sini?

"Spino! Bunda kan sudah bilang berkali-kali ke kamu kalau makan kakinya jangan kayak gitu!" hardik Bunda nggak suka. Spino? Kalau nggak salah Spino itu jenis dinosaurus deh. Bentar! Rex? Spino? Oh, shit! Jangan bilang keluarga ini juga kayak keluarga gue. Namain anak-anaknya pakek nama bulan. Yang ini pakek nama-nama dinosaurus. "Ayo, Febri. Bunda siapin dulu buat kamu."

Gue mengangguk. Duduk di salah satu kursi yang agak jauh dari Spino. Lihat mata cowok itu waktu melihat gue. Tajam. Benar-benar mirip Rex. Dilihat dari gelagatnya, juga wajahnya, dia sepertinya masih sekolah. Atau baru lulus. Dia mengunyah makanannya pelan-pelan, masih terus menatap ke arah gue. Karena gue risih, gue tatap balik. Kami berpandangan sekitar tiga puluh detik sampai akhirnya dia menyerah.

"Mau?" tanyanya, menyerahkan gue minuman berwarna merah muda. Sepertinya jus jambunya Country Choice. Gue menolak sambil tersenyum. Dia nggak benci gue. Sigh! "Gue kira lo mau."

Horrible Life!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang