Sampai dengan selamat, dan syukurlah tak terlambat, aku dan Queen cipika cipiki seraya berpelukan erat. Dia tampak sangat ceria kala aku mencurahkan segala kasih sayangku padanya, inilah timbal balik yang harusnya aku terima jika mencintai orang yang mencintaiku.
Tak seperti Victor, duh.
Saat aku ingin beranjak pergi, aku melihat sekitaran, kenapa anak-anak bersama dengan orang tua murid mereka? Tampaknya ....
Ini hal bagus mengabaikan Victor di rumah.
Benar saja, ada acara kecil-kecilan di sekolah Queen.
"Kenapa kamu enggak bilang Mommy soal ini, Sayang?" Queen tampak menunduk.
"Aku takut Mommy sibuk ...."
"Sayang, next time, kalau ada acara, meski orang tua gak wajib ikut tapi boleh ikut, bawa saja Mommy, Mommy akan selalu dateng buat kamu, Sayang." Karena itulah tugasku sebagai ibunya.
"Baiklah, Mom!" Queen menatap dengan deretan giginya, imut.
Lalu tak lama, ponselku berdering, dari Victor. Aku segera mengangkatnya. "Apa maksudmu menyewakan ART sementara?! Ke mana kamu?! Queen terlambat?!" teriak pria itu, seperti biasa, dia tak takut urat suaranya putus apa?
Aku menjauhkan ponsel dari telinga seraya menatap anakku, untungnya dia tak mendengarnya.
"Ada acara di sekolah Queen, acara orang tua dan murid di sini, unjuk bakat, maaf." Meski bernada sesal, wajahku datar mengatakannya.
"You--" Victor tak melanjutkan, dia mungkin kesal setengah mati. "Itu acara tak wajib, lagipula sejak kapan kamu datang ke sana?! Harusnya biarkan Nani menggantikan! Kenapa kamu juga memecat wanita itu huh?!" Dia sepertinya baru sadar akan hal itu.
"Aku akan bertanggung jawab nanti, oke? Kasihan Queen, hanya dia yang tak membawa orang tua, aku hanya ingin jadi ibu sepenuhnya untuk Queen, dan tak melalaikan kewajibanku sebagai ibunya. Beside, ini bonding antara aku dan putriku, putri kita. Dia masih anak-anak yang membutuhkan kasih sayang dariku, dan darimu."
Victor menghela napas gusar di seberang sana. "Ya ya ya bla bla bla terserahlah, tapi bagaimana aku berangkat kerja kalau begini, Melissa Isaac?!"
"ART itu akan membereskan dapur dan membuatkan masakan untukmu, Sayang."
Victor tampak berteriak frustrasi di seberang sana, sebelum akhirnya panggilan dimatikan sepihak, aku menatap ponselku heran.
"Ada apa, Mommy?" tanya Queen, syukur saja percakapan kami tak terlalu nyaring untuk anakku dengar.
"Tak apa, Sayang, ayo kita nikmati pertunjukkan teman-temanmu." Karena saat ini, mereka tengah unjuk kebolehan bakat mereka masing-masing.
"Mom, aku nanti tampil hari Rabu," kata Queen.
"Baiklah, Mommy akan selalu datang untukmu." Bersama Queen jauh lebih membahagiakan, kebanding Victor yang bisa membuat syaraf otakku rusak. Entah apa yang dia lakukan saat aku pulang nanti.
Acara itu berlangsung hingga pukul 10, setelahnya Queen masih harus belajar dan sekolah, dan sungguh aku tak sabar Rabu nanti karena anakku akan menampilkan bakatnya bermain bernyanyi. Aku yakin suara Queen bagus, karen pernah mendengarnya bernyanyi beberapa kali.
Ah, kepulanganku ini, membuatku tak nyaman jujur saja. Yah, aku harus mempersiapkan mental dan fisik untuk itu.
Saat sampai di rumah, suasana sepi, tetapi sudah bersih, kecuali kamar. Kamar berantakan bukan main, pakaian, dalam luar, ke sana kemari, dan yah aku rasa tempramen Victor masalahnya. Meski tak pernah memukulku, hanya menunggu waktu dia akan benar-benar melakukannya jika aku tak patuh, tetapi sebelum itu akan aku pastikan usahaku mendaftar di kick boxing yang disarankan Romansa mengolah kemampuanku.
Saat sedang mengemas barang-barang, ponselku berdenting tanpa pesan masuk, siapa sangka itu dari Romansa yang mengirimi foto padaku.
Saat aku membuka pesan itu, ternyata itu potret Victor yang diambil diam-diam. Sungguh, aku kaget dengan keadaan pria yang biasanya sangat rapi, bersih, dan tampan menawan itu. Dia tak lebih seperti gembel dengan dasi konyol dan keadaan berantakan, bahkan kaus kaki berbeda warna, dan berkacamata. Kacamata adalah hal yang sangat Victor benci, baginya itu cupu seperti Ajun, tetapi kali ini dia memakainya.
Sepertinya dia tak tahu di mana letak soft lens.
Sekarang aku rasa aku tahu alasan sebenarnya kenapa keadaan berantakan, dia mencari semua itu sendiri. Biasanya itu sih hal yang biasa aku lakukan. Victor pastilah tak mau pembantu atau orang lain masuk kamar ini, jadi sudah bisa dipastikan.
"Kerja bagus, Sis." Begitu Romansa memberikan pesan berikutnya, entah kenapa aku tersenyum, merasa menang.
Padahal beberapa hari lalu, Romansa masuk ke daftar wanita yang sangat ingin aku hancurkan, tetapi akhirnya aku lebih nyaman berteman dengannya. Aku memang butuh penampar sifat bucin ini.
"Dia masih di sana?" Aku membalas pesannya.
"Tidak, baru saja tadi dia pulang, apa kamu di rumah?" Romansa membalasku.
"Ya, di rumah, dia mungkin akan marah besar karena dia benci berpenampilan gembel begitu."
Romansa memberikan stiker tertawa terbahak. "Aku tahu kamu pandai mempermainkan situasi. Ingatlah, dari keadaan ini jelas sudah, siapa yang membutuhkan siapa. Victor tanpamu hanya pria yang tak bisa mengurus dirinya sendiri." Ya, hampir semua hal di rumah ini, berada di tanganku, karena kami tak menyewa ART yang menetap, hanya babysitter untuk Queen. Lalu, soal urusan Victor pribadi, semuanya aku yang menangani.
Aku tersenyum miring.
"Kamu bisa memanfaatkan keadaan itu, Sister. You can do it! Lakukan lebih keras dan gamblang setelah ini!"
"Okay, Rosa. I will."
Tak lama, suara mobil terdengar di luar, aku sedikit membereskan diri, mempersiapkan segala akting, sebelum akhirnya menuju ke depan. Tampak, Victor keluar dari mobil, dia menghempaskan kacamatanya kemudian menginjaknya tanpa ragu di tanah.
Selain itu, dia langsung melepaskan pakaiannya, dibiarkan bertengger di samping mobil, dan menyisakan pakaian biasa saja sebelum akhirnya berjalan ke arahku dengan nyalang. Aku menahan tawa dengan mengulum bibir.
"Berengsek! Kamu membuatku malu di hadapan Romansa! Apa kamu sengaja hah?!"
Tepatnya, kesempatan dalam kesempitan.
"Memangnya ada apa?" tanyaku polos.
"Argh!" Victor menggeram. "Bereskan itu! Siapkan mandi untukku dan sarapanku!"
"Baiklah, aku akan menyuruh Bibi untuk itu." Aku tersenyum manis, dan Victor membulatkan mata sempurna karena jawabanku.
"Kamu!" Victor menunjuk wajahku.
"Maaf tapi aku ada urusan penting, Victor. Kamu sendiri yang mau aku seperti Romansa, dan aku hanya berusaha mengikuti jejaknya, kok. Sesuai perkataanmu, aku akan berusaha keras menjadi seperti Romansa, jadi yah ... hasilnya pasti akan memuaskanmu, kok."
"Untuk saat ini, aku siapkan ART untuk rumah, ya. Aku ... ingin fokus menjadi Romansamu. Oke, Sayang?" Aku mengusap pipi Victor lembut.
Dia menepisnya kasar begitu saja, sialan pria ini!
"Sebaiknya hasilnya tak mengecewakan, Wanita Tak Berguna!" Dia mendesis sebal sebelum akhirnya masuk rumah.
Aku memutar bola mata malas.
Cih, menjadi Romansa untukmu? Aku lebih baik menjadi anjing yang akan membunuhmu kala aku mengginggit dengan kekuatan tujuh ratusan psi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife Out! [tamat]
Romance[21+] Bucin itu bisa membuat GOBLOK! Seperti kebanyakan memakan micin, itulah yang Melissa Isaac--atau yang sekarang Ozora--sadari setelah hampir 9 tahun pernikahan ia dan seorang Victor Ozora. Pria ambisius yang sangat menginginkan berdiri di atas...