3; wife out!

584 50 4
                                    

Catatan: Scene ini berada di Chapter 37, 38, 39, 40 dari Husbandfree

Aku hanya bisa menangisi nasibku seorang diri di kamar, sembari mengemasi barang-barang yang ada, entah ke mana Victor aku belum keluar memastikan itu. Aku terlalu takut menghadapnya saat ini, dan perasaanku terlalu sakit mengingat penuturannya padaku.

"Sialan ... awas saja kamu Romansa Nugraha!" Aku memaki wanita itu, kesal. "Aku akan melampaui kamu!"

"Mommy, are you crying?" Sebuah pertanyaan membuatku menoleh ke sumber suara, nyatanya ada putriku yang tengah berdiri di ambang pintu yang terbuka. Dia menatap sendu dengan wajah polos. "Kenapa berantakan?"

"Queen ...." Aku memejamkan mata selama beberapa saat, meredam emosi. "Bukankah Mom selalu bilang soal jangan membuka pintu sembarangan?"

"Tapi, pintunya terbuka sedari tadi, Mom." Queen memeluk tas mungil yang ia kenakan. "Apakah Daddy baru saja jahatin Mom lagi?"

"Queen, please ...." Aku tak suka membicarakannya, karena sadar Victor tak akan melakukan ini jika aku tak salah, aku wanita lembek. Sialan. Segera aku menyeka air mata dan mengalihkan topik. "Queen, jangan berbohong pada Ibu!" Aku mulai emosi, karena jelas ayahnya menutup pintu itu dengan hempasan keras. "Sekarang, kembali ke kamarmu, dan belajarlah agar kamu jadi anak yang pintar!"

Queen menatap sendu, kemudian berlari menjauh, aku menghela napas gusar akan tingkahnya. Kembali, aku beres-beres, dan memulai aksiku belajar menjadi istri sempurna lagi.

Akan aku pastikan, aku berada di atas Romansa.

Meski suatu ketika, aku harus menderita sakit kepala hebat, yang membuatku mimisan, sebelum akhirnya pingsan seketika. Otak sialan, kenapa dia tak sekuat itu menampung banyak hal? Harusnya, aku bisa ....

"Jangan memaksakan dirimu belajar apa-apa lagi, kapasitas otakmu terlalu kecil untuk itu," ucap Victor, priaku itu berbaik hati mengantarkanku ke rumah sakit, dan menemaniku saat ini. "Aku tak mau Queen kehilangan ibunya."

"Maaf, tapi aku ... pasti bisa--"

"Aku katakan sekali lagi, tak perlu." Victor menatapku dengan senyuman manis, tetapi taraf manisnya bukan hal yang membuatku nyaman. Apa maksudnya itu? "Aku sudah memiliki rencanaku sendiri, yang cukup baik memanipulasi keadaan." Dia menjadikan tangannya yang bertumpu di brankarku menjadi sandaran ke pipi. "Aku akan pura-pura menyerah untuk mendekati Romansa, kemudian membalikkan keadaan, semakin dekat kami maka aku yakin aku bisa mendapatkannya. Aku butuh wanita seperti Romansa."

"Ti-tidak!" Aku bangkit, tetapi rasa pening menghentikanku. "Aku ... aku bisa seperti dia! Aku bisa!"

"Sungguh?" Victor bertanya, memiringkan kepalanya dengan senyuman mematikan itu. "Kau yakin?"

"Ya, aku ... aku bisa. Aku selalu belajar untuk itu, Victor!" Aku menggebu.

"Kalau begitu, manipulasi keadaan, dekati Romansa, berteman dengannya, korek seluk beluknya, dekatkan secara emosional dirimu dan dia agar bisa menyerap kelebihannya, kemudian mendapat informasi kelemahannya. Kau sanggup?" Kembali, aku mengangguk. "Lakukan sebisamu, tapi sembuhkanlah dirimu dulu, aku benci melihatmu terbaring sakit. Kau melupakan sarapan pagi ini."

"Maaf ...."

Victor tak menjawab, dia berdiri dan beranjak pergi dari sana.

Karena sakit begini, aku kesulitan fokus, jadi aku memutuskan untuk fokus ke kesembuhan barulah mencoba jadi teman Romansa, meski aku rasa agaknya akan sulit kalau first impression kami lumayan memuakkan. Syukur saja, cukup sehari aku pergi, dan akhirnya bisa pulang lagi.

"Mommy!" Queen mengambur pelukan padaku, aku balas memeluknya lembut. Dan di belakangnya, berdiri Victor suamiku tercinta.

Senang bisa pulang, dan memulai kehidupanku lagi.

Kini, aku memasuki kamar. "Romansa menerima penawaran kerjasamaku, keberadaan Queen memang seperti jimat keberuntungan." Dia berbicara dengan wajah semringah akan pencapaian itu, karena kami tahu persis sulit pastinya diterima. "Meski sssttt, yah."

"Oh, wajahmu ...." Aku baru sadar saat menatap wajah suamiku, ada lebam biru, tak terlalu besar dan tampak hingga tak kontras di sana.

"Tak perlu dikhawatirkan, gorila itu sudah menjadi raja gorila sekarang." Victor mendengkus pelan, ia menatap lengannya dari balik jas yang dia kenakan. "Fisiknya jauh sekali di atasku."

"Apa kamu baik-baik saja?"

"Jangan pikirkan aku dan fokus denganmu. Dan oh, aku menjanjikan Queen Minggu ini akan ke akuarium. Omong-omong, kapan kau akan mulai aksimu pada Romansa?"

"Secepatnya, aku sudah menyusun rencana, Victor ...." Kami saling tersenyum penuh kemenangan.

Ini kesempatanku membuktikan jika aku pantas bersanding dengan Victor. Karena aku, wanita yang sempurna, di atas wanita itu. Nanti aku akan menemui Romansa dengan seribu satu topeng yang tak akan dia sangka-sangka.

Untuk saat ini ....

Hari Minggu.

Karena dijanjikan akan ke akuarium bersama bertiga, dan siapa sangka saat di sana kami bertemu keluarga kecil Romansa. Mereka tampak tak menyadari kehadiran kami dari kejauhan.

"Mom, itu adik-adik!" Queen menunjuk mereka, aku memegangi tangannya lebih erat agar tak langsung ke sana. "Mom, bolehkah aku menemui mereka?" Aku tak menjawab permintaannya, kalau bagiku, it's a no.

"Ini kesempatanmu, pergilah ke sana bersama Queen, dan merendahlah untuk mendapatkan simpatinya," kata Victor, tersenyum licik seraya berbisik, dia berpikir sebaliknya.

Aku menatapnya sejenak, bingung, karena belum banyak yang aku pelajari ....

"Kenapa diam? Kamu belum siap?"

Mendengar penuturannya berikutnya, aku sedikit terkesiap, mengendalikan perasaan dan ekspresiku. Pun menggeleng. "Aku bisa."

"Kalau begitu pergilah ke sana dan tampakkan taringmu sebaik mungkin." Dia tersenyum manis pada putri kami kemudian. "Queen, kamu dengan Mommy oke? Daddy ada urusan, dan jika ada yang bertanya ke mana Daddy, jawablah tidak tau. Mengerti?"

"Baik, Daddy."

"Good." Dia pun beranjak meninggalkan kami duluan.

Diam-diam meneguk saliva, aku akhirnya menghampiri mereka bersama Queen yang terlihat gembira.

Sepertinya sesuai ungkapan Victor, Queen menjadi media jimat keberuntungan terbaik di hadapan mereka.

Aku pun meminta bicara empat mata pada Romansa, kata Victor aku harus mencari celah kelemahan dan menyerap kelebihannya. Siapa sangka, Romansa manut saja saat itu, tanpa mencurigaiku, hingga akhirnya kami bertiga bersama anak yang masih digendongnya, entah si kembar mana, jauh dari yang lain.

Awalnya aku sebenarnya blank, tiba-tiba bingung bagaimana memulai pembicaraan, seharusnya sih aku tak melepaskan jimat keberuntunganku, Queen, tetapi aku terlalu gegabah ingin berbincang berdua.

Akan tetapi, tak lama setelah memandang wajah cantik jelita Romansa, tiba-tiba ingatan demi ingatan suamiku yang memuja kehebatannya merasuk. Sebuah pertanyaan yang justru terlalu gamblang aku ingin keluar begitu saja tanpa aku ragukan. Kesalahan besar sebenarnya.

Namun aku tak menyangka, dia terpancing memberikan saran ....

"Pertama-tama paling terpenting adalah, cobalah mengurangi persentase rasa cintamu pada Victor."

"Yang ada, bukannya dia merasakan cintamu, malah dia merasa kamu gampang diinjak dan dipermainkan, karena kamu akan patuh saja dengan hal bodoh yang dia suguhkan sama kamu."

Saran yang tak aku sangka, membuatku memikirkan hal lain selain fokus ke misi utama ... saran yang membuatku berpikiran. Seakan ini bumerang, dari pancingan yang aku letakkan, aku malah dapat ikan hiu yang menerkamku.

"Dan lagi, kamu harus belajar soal mencintai diri sendiri dan orang yang mencintaimu balik, Melissa. Gak semua orang pantas mendapatkan cinta kamu, cinta kamu itu mahal. Kamu berhak bebas, kalau memang Victor memang pantas dilepas."

Victor ... selama ini mencintaiku, kan?

Wife Out! [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang