10: wife out!

802 56 4
                                    

Aku rasa karena aku lumayan sering latihan simpel di rumah, serta merta melakukan pekerjaan rumah selain otak, aku jadi cukup kuat secara fisik. Ini hari pertamaku masuk kick boxing, dipercepat, dan lumayan menguras tenaga, tapi memuaskan. Entah kenapa aku membayangkan samsak ini adalah Victor, hingga tenagaku rasanya berkali lipat, selayaknya punya dendam kesumat karena dia juga menjadikanku samsak dalam artian lain.

Setelah pulang, aku memutuskan menjemput putri kecilku di sekolah elitenya, aku sangat senang melihat wajah berserinya kala menemukan aku menjemput.

"Apa kamu menunggu lama, Honey?" tanyaku, tersenyum manis.

"Aku baru keluar, kok, Mommy." Dia langsung masuk mobil di sampingku, memakai sabuknya.

"Wait, kamu tak mau kayak temen-temen kamu? Jajan dulu?" Karena sekolahnya elite, di sampingnya terdapat kafetaria, dan beberapa anak masuk ke sana saat kulihat. "Kamu mau kudapan? Sesuatu?"

"Mommy, Mommy, sebenarnya aku mau kue ... kue yang viral itu."

"Kue viral?"

"Kue Aunty Romansa, kue tradisionalnya, aku mau coba, Mommy. Cuman, jauh, aku--"

"Eits, jangan khawatir, kita akan ke sana, Mommy juga penasaran bagaimana rasanya." Romansa memang pebisnis yang handal, tak seperti Victor yang terlalu kaku serta yah, jelas tak punya branding bagus. Aku penasaran bagaimana rasa kue iparku itu, apa memang seenak itu?

Review-nya sih, bagus.

Tak butuh waktu lama untuk kami sampai di tempat jualan yang dimaksud, tak terlalu jauh, meski hanya usaha cabang.

"Kamu mau yang mana, Sayang?" tanyaku, banyak pilihan di sini, dan syukur saja sepertinya tak banyak pembeli.

"Wah, mereka kelihatan enak, Mommy. Aku ... aku bingung."

"Kalau begitu, bungkuskan semuanya, masing-masing dua." Queen jauh lebih ceria akhir-akhir ini, senang bisa melihat anakku demikian.

"Kamu mau yang lain, gak?" Karena tak hanya kedai minimalis Romansa saja di sini, ada minuman, kue lain, serta sebagainya.

"Milkshake?"

"Sure! Whatever you want, Darl." Kami membeli banyak jajanan, dan akhirnya barulah pulang ke rumah.

Dan saat sampai di rumah, aku menemukan Victor tengah sibuk di sofa ruang keluarga, abaikan saja dia yang pastinya mengabaikan kami.

"Kalian bawa apa itu?" Namun, suaranya terdengar, ternyata dia memperhatikan juga meski mata fokus ke laptop serta berkas.

Aku menoleh ke arahnya. "Kue dan minuman," jawabku seadanya, kemudian bertukar pandang dengan Queen. Aku menggesturkan diri agar dia santai saja.

Kami menuju dapur, dan tak menyangka Victor mengekori ke dapur. Siapa yang mengajak pria ini? Dih.

Aku letakkan bingkisan bawaan kami di atas meja, pun membiarkan Queen duduk di kursinya. Dan siapa sangka, Victor juga ikut duduk. Pria ini sedang apa sih? Aku memilih menyiapkan makanan saja untuk Queen, ART yang kusewa sedang di mana saat ini?

Untungnya, ada makanan yang sudah tersedia, jadi tinggal disiapkan saja.

"Queen, apa yang sebenarnya kamu beli?" tanyanya.

Aku menoleh, Queen kelihatan gugup, sebelum akhirnya menjawab, "Aku membeli kue Aunty Rosa, Daddy. Dan milkshake?"

"Huh? Kamu tak bisa memakan itu sebelum makan malam," katanya, aku memutar bola mata malas.

"Iya, Daddy. Maafkan aku."

Lalu saat aku lihat, dia mencomot kue hasil beli kami dan meminum milkshake putriku, tanpa perasaan. Aku sedih melihat Queen hanya bisa memandangi ayahnya yang saat ini bertindak menyebalkan tersebut.

Selepas membuatkan makan malam Queen, aku meletakkannya ke hadapan putriku. "Makanlah, Sayang. Nanti baru kita makan kue dan milkshake-nya ya."

Queen mengangguk patuh, dia tersenyum padaku.

"Dan Vic, harusnya kamu minum saja punyaku, jangan milik Queen." Aku menegurnya tenang.

"Mana punyaku?" tanyanya, malah.

"Kamu bisa meminta dibuatkan milkshake--"

"Tidak, mana makan malamku, siapkan, ART tak berguna itu mana tahu porsi yang tepat, dan makanannya sungguh tak sesuai seleraku. Sebaiknya buatkan aku makan malam," katanya.

Aku menghela napas. "Aku akan menyiapkan makan malammu, tapi aku lelah, aku tak bisa memasak saat ini."

"Ck, menyebalkan!" Victor menghempaskan milkshake dari tangannya, berdiri dan beranjak pergi dari hadapanku, entah kenapa aku merasa lega.

Namun, menatap Queen sendu, aku segera mengusap pipinya lembut dan menenangkannya. "Tak apa, Sayang. Abaikan ayahmu." Selayaknya dia mengabaikan kita.

Seiring waktu, rasanya aku semakin berani membantah pria itu.

Setelah makan malam Queen, dia pun mandi lebih dahulu, sementara aku mulai menyiapkan makan malam untuk Victor, walau sebenarnya aku sungguh malas melakukannya. Setelah jadi, aku meletakkan makanan di atas meja, sebelum akhirnya berjalan menyusuri rumah mencari Victor.

Di pertengahan jalan, aku bertemu ART baruku itu. "Bi," sapaku hangat.

"Nyonya," sapanya balik dengan sangat sopan.

"Apa Bibi melihat Victor?" tanyaku.

"Terakhir kali saya lihat, dia masuk kamar, maaf saya tidak bisa beres-beres di sana karena Tuan Victor melarang saya masuk, Nyonya."

"Tak apa, biar saya yang mengurus itu." Setelahnya, aku pun menuju kamar, benar saja pria itu ada di sana, dalam keadaan shirtless mengecek ponselnya. Dia sangat seksi, untuk ukuran pria yang tak terlalu rajin ke gym, postur itu lumayan atletis.

"Aku sudah menyiapkan makan malammu, Victor," kataku.

Dia menghentikan aktivitasnya di depan gawai, pun menoleh ke arahku, dengan tatapan ... kosong? Atau mungkin lapar. Dengan langkah pelan tetapi pasti dia mendekatiku, meraup wajah, dan mengarahkan pandanganku agar menatapnya. Intens aku menatap wajah tampan itu, tetapi aku tak ingin lagi terbodohi oleh ketampanannya.

Wajahnya mulai mendekati wajahku, tetapi sebelum bibir kami bertemu, aku memalingkan wajah. "Victor, aku tak mood soal itu."

Aku menjauhkan tangannya dari menangkup pipiku, dan menatap bersama tangan di depan dada.

"Apa maksudnya itu?" Nada suaranya begitu dingin, menusuk.

"Aku sudah bilang, aku akan jadi Romansamu, dan salah satu sifat kentara Romansa adalah ... dia pembangkang handal." Saat mengatakannya, aku tersenyum puas.

"Itu sifat yang harusnya kamu keluarkan untuk orang lain!" Victor memegang pipiku, mengapitnya dengan empat jari dan jempolnya. "Layani aku, seterusnya, aku mengerti jika kamu butuh ART sekarang tapi sampai mengabaikanku?!"

Aku menepis tangannya keras, dia tampak terkejut akan hal tersebut.

"What the hell?!"

"Tidak, itu sifat yang harusnya aku keluarkan, spesial untuk dirimu! Kamu mau aku jadi Romansamu, kan?! Kamu akan mendapatkannya cepat atau lambat."

"Argh!" Tanpa kusangka, Victor menarik tubuhku keras, hingga masuk ke pelukannya, dan tanpa pikir dia menyatukan bibirnya dengan bibirku. Memberikan ciuman paksa nan begitu dalam dan kasar. Rengkuhannya bahkan seakan ingin meremukkan tubuh mungilku.

Aku berusaha meronta, tetapi napasku semakin singkat saja dicuri olehnya, terlebih aku kelelahan sehabis latihan hari ini.

Berikutnya, setelah aksi kasar itu, Victor menghempaskanku ke kasur.

"Aku mengerti sekarang, kamu berusaha di atasku huh? Jangan bermimpi, pada dasarnya wanita rendahan sepertimu, memang sepantasnya terus di bawah! Kau tak ayal hanyalah anjing kecil yang aku besarkan hingga sekarang! Tugasmu hanya satu, turuti semua perintahku!"

Wife Out! [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang