VI - Pacar Gila

11 7 1
                                    

AKU HAMPIR GILA karena belum juga mendapat ilham, petunjuk, kepastian, atau pencerahan dari Tuhan Yang Maha Segalanya. Perempuan misterius di rumah Niro tetap jadi misteri sampai seminggu berlalu.

Kalau dipikir-pikir, aku memang sudah gila karena cinta. Aku tidak mau gila karena diduakan juga! Niro itu milikku seorang. Walau belum aku umumkan secara resmi, dia tidak boleh dekat-dekat perempuan lain.

Beda cerita kalau ternyata perempuan itu adalah keluarga yang haram dia nikahi. Aku bakal ikhlas-ikhlas saja menyambutnya dalam hidup kami nanti.

Ah, sialan.

Memikirkan Niro memang bikin capek. Untunglah memperhatikan Niro akan membuat capekku otomatis menghilang. Niro memang segalanya. Dia penyakit sekaligus obatnya. All in one dengan cara yang sangat aneh.

Aku jadi tambah sayang.

"Sayang lu basi!"

Itu suara Nurina dari luar kelas. Aku heran kenapa bentakannya bisa nyambung dengan suara batinku? Apa jangan-jangan kami ini sebenarnya punya ikatan batin misterius? Misalnya, cuma misalnya, bagaimana kalau ternyata kami saudara tiri dan ayah kami yang asli adalah Dewa Laut?

Sialannya, waktu aku ungkapkan pemikiran brilian itu pada Nurina, dia malah menjitakku keras sekali.

"Kalo gila jangan ngajak-nganak!" katanya, "bapak gue orang asli, pernah tes DNA soalnya."

Aku tidak mau bertanya kenapa dia tes DNA, tapi Nurina menyebalkan kalau lagi marah. Jelas-jelas dia kesal karena kejadian di luar kelas tadi. Mungkin ada cowok yang menembaknya lagi. Nurina muak pada hiruk-pikuk percintaan. Dia pernah pacaran waktu SMP dan konon berakhir secara tragis.

Anehnya makhluk berkuncir itu selalu mendukung kelanggengan hubunganku bersama Niro.

"Hubungan yang sehat baik buat otak lu. Dan dari penilaian gue, Niro orangnya baik. Lumayan, lah. Gak aneh-aneh." Begitu alasannya.

Memang apa yang salah dengan otakku?

Nurina aneh. Untung dia baik. Aku jadi malas melawan perkataannya. Dia agak mirip Mama yang dulu.

Aku kangen Mama.

Aku mau Niro menjelaskan perempuan di rumahnya.

Mendadak kepalaku pusing. Bel berdering. Untungnya guru Bahasa Inggris kami tidak datang karena sakit. Aku jadi bisa memandangi Niro satu jam penuh. Karena di kelas aku tidak bisa memotretnya sembarangan, aku sering menggambar punggung Niro. Suatu hari, aku ingin menyerahkan salah satu gambarku padanya langsung.

Semoga Niro suka. Semoga dia mau tinggal dalam hatiku dan melengkapi koleksi Pojok Niro yang sudah kususun cantik-cantik.

Aku harap Niro tidak akan lari.

"Feiraaa!"

Bunyi gedebuk kencang membuatku tersadar dari lamunan. Rupanya temanku dari kelas sebelah yang datang. Mungkin lebih tepat disebut temannya Nurina yang perlahan jadi temanku juga karena kami sering jalan bertiga.

Nannaka namanya. Kadang dipanggil Nana. Tapi aku lebih suka namanya secara lengkap, Nannaka Nanatsuji. Dia bukan orang Jepang, tapi ayahnya penggemar anime tingkat akut. Aku tidak tahu bagaimana cerita lengkapnya sampai nama itu bisa tertoreh di akta kelahiran Nannaka secara resmi.

"Tebak apa? Hari ini pacar gue ngajak kita jalan!" Suara riang bernada tinggi khas anak itu sudah menarik perhatian seluruh kelas.

"Kalian berdua mau jalan bareng?" Aku memastikan saja. Habisnya kalimat Nannaka terdengar janggal.

Nannaka menggeleng sambil tersenyum lebar. Matanya berbinar-binar. "Bukan, dia ngajak kita bertiga. Lu sama Rina juga ikut!"

Aku dan Nurina berpandangan sejenak. Jelas kami bingung. Orang aneh mana lagi ini? Bukannya memanfaatkan liburan untuk jalan berdua, dia malah mau tamasya bersama teman pacarnya.

"Bentar," Nurina menatap Nannaka penuh selidik, "pacar lu gak lagi gila, kan?"

"Jangan sembarangan lu!" Nannaka langsung cemberut.

"Terus ... dia mau ngerasain jadi king harem?" Aku tidak bisa memikirkan alasan lain.

"Pasti itu!" Nurina tampaknya juga setuju.

Tentu saja. Siapa cowok yang tidak mau dikelilingi cewek dan diperlakukan spesial seolah dia pusat dunia? Mungkin cuma Niro yang berhati emas itu saja yang akan menolak.

Cinta Niro cuma boleh ditujukan padaku. Aku akan mengutuk siapa pun yang berani merebut cintanya.

Nannaka sepertinya tambah kesal. Dia mencubit pipiku dan Nurina, kemudian bergegas keluar---entah kembali ke kelas, entah mendaratkan diri di kamar mandi.

Aku dan Nurina masih saling tatap, bingung.

Sebenarnya siapa yang gila di sini?

________________🥀
~ to be continued ~

Bekasi, 6 September 2023

Crushing Crush Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang