VILA milik keluarga Akasha agak mirip dengan latar film horor. Bangunannya agak tua, banyak pohon besar di halaman depan dan belakang, dan yang paling penting adalah penjaganya: bapak-bapak kisaran enam puluhan yang murah tersenyum, tapi punya aura misterius. Sekali lihat saja, aku yakin ada setan yang menetap di dalam.
Calon bapak mertua Nannaka mempersilakan kami masuk. Senyumnya lebar, wajahnya riang. Dia bilang, jarang sekali Akasha liburan bersama teman.
"Bapak ada urusan di sini, kebetulan Aka mau ikut, sekalian nyari udara segar katanya." Begitu penjelasan si bapak sebelum pamit undur diri.
Akasha awalnya hanya niat mengajak pacarnya. Namun, si bapak yang takut anaknya berbuat macam-macam mengajukan syarat: beramai-ramai atau tidak sama sekali. Aku sedikit tertawa waktu Akasha menceritakannya dengan wajah masam. Bapak-ibu Akasha pasti asyik orangnya. Andai aku bisa berkenalan.
Setelah membagi kamar dan meletakkan barang bawaan, kami berkumpul di ruang tengah. Sudah tersedianya banyak sekali camilan dan minuman dingin. Seperti yang diharapkan dari anak orang kaya.
Akasha bilang, dia mau mengajak Nannaka ke suatu tempat. Yang lain tidak boleh ikut.
"Tenang aja, itu tempat umum. Gue gak bakal macem-macem sama Nana," pamit Akasha.
Pamitan yang agak aneh, tapi aku tidak peduli. Kami berlima sisanya cuma bisa bengong di vila. Untung pemandangannya lumayan.
Aku naik ke lantai dua dan mengamati halaman belakang dari sebuah balkon. Jajaran gunung tampak di kejauhan. Hutan kecil mengapit sisi vila. Kami berada di pegunungan, tapi udaranya tidak begitu dingin. Aku suka.
Saat aku masih sibuk mengamati halaman---depan dan belakang---untuk mencari spot horor, seseorang terdengar mendekat. Awalnya kukira itu Nurina yang hampir mati bosan. Namun, suara langkah yang familiar memberitahuku bahwa yang datang adalah Niro.
Jantungku langsung lomba lari dengan akal sehat.
Mampus, kata hatiku, kita harus ngapain?!
Lalu, Tuan Otak yang sering menghilang saat dibutuhkan pun menjawab, "Pura-pura gak tahu. Habis itu sikat!"
Otak sialan. Aneh-aneh saja sarannya. Tapi lebih sialnya, aku tidak punya rencana lain lagi. Otakku sudah memberikan pemikiran terbaiknya dan aku berterima kasih karena biasanya otak buntu kalau berurusan dengan cinta.
Aku pura-pura tidak menyadari kedatangan Niro. Cowok itu santai sekali menyapaku dan bersandar di pagar balkon, TEPAT DI SAMPINGKU!
"Lagi apa?" tanyanya.
Ya ampun, ya ampun! Mimpi apa aku semalam?
Oh, benar, semalam aku mimpi Mama dan Papa bulan madu ke rumah sakit jiwa. Mereka tertawa-tawa dalam bangsal nomor 66 dan tawa mereka ditimpali oleh penghuni lain. Lalu semuanya tertawa. Bahkan dokter dan perawat jaga terbahak-bahak.
Mimpi aneh itu membuatku agak merinding, tapi untungnya semua bisa dialihkan dengan Niro.
Mimpi apa aku sampai bisa berduaan dengan dia seperti ini?!
Ya ampun, rasanya gila. Mati pun aku bahagia asal orang yang menyaksikan saat terakhirku di dunia adalah Niro.
"Feira?" Niro melambaikan tangannya di depan wajahku. Saat itulah aku sadar kalau aku belum menjawab pertanyaannya.
"Malah bengong." Niro tergelak, "masih mikirin tumbal?"
Aku buru-buru menggeleng. "Tumbalnya kapan-kapan aja. Sekarang aku lagi nyari setan."
"Penampakan?"
Entah kenapa Niro kelihatannya heran sekali. Padahal kan, biasa saja kalau kita ke tempat baru dan penasaran sama setannya. Apalagi kalau tempatnya mengeluarkan aroma misteri.
"Iya," jawabku lembut, selembut cinta kasih ibu kandung sayang anak, "kali aja ada kuntilanak atau pocong di sini."
"Kalau ternyata malah ada iblis di sini, gimana?" tanya Niro dengan nada iseng.
Aku berpikir sejenak. Setan, penampakan, dan iblis masih satu spesies, kan? Jadi sama saja.
"Kayaknya seru." Aku masih membayangkan bagaimana jadinya kalau benar ada penampakan iblis seperti Lucifer atau Satan.
Sepertinya memang seru ... kalau bersama Niro.
Karena Niro diam, aku nekat menoleh padanya. Selain ganteng, dia juga wangi. Aku tidak tahu parfum apa yang Niro pakai---aromanya terasa asing sekaligus familiar. Susah dijelaskan. Yang lebih penting: sekarang dia tersenyum! Senyumnya agak aneh, tapi tidak semenyeramkan malam itu. Mungkin karena hatiku sedang bahagia dengan latar cerah berbunga-bunga.
Niro ganteng bagaimana pun ekspresinya.
"Feira, kamu harusnya gak nyari-nyari iblis. Kalau gak hati-hati nanti kamu dimakan. Lebih baik jangan dekat-dekat mereka, semanis apapun wujud yang kamu lihat."
Nasehat Niro tidak terdengar bercanda. Tapi beberapa saat kemudian dia tertawa kecil dan meninggalkanku.
"Jangan kebanyakan bengong sendirian, nanti kerasukan kita yang ribet," katanya sebelum menghilang di balik pintu.
Aku bengong mencerna kalimat cowok itu. Apa yang sebenarnya Niro maksud? Walau otakku jadi susah digunakan gara-gara cinta, aku masih bisa menilai orang.
Niro tidak bercanda tadi. Entah kenapa aku merasa ada yang aneh dari cowok itu---dia tidak seperti biasanya. Menurut Figuran 1, Niro suka sekali pembahasan bertema iblis dan setan. Karena itulah aku mengangkat topik barusan.
Kenapa dia malah terkesan kurang senang?
Apa yang sebenarnya Niro pikirkan?
Mungkinkah dia benar-benar raja iblis yang sedang menyamar dan takut ketahuan? Atau CEO kaya? Tuhan, tolong, kalau Niro memang punya identitas rahasia, aku lebih suka yang CEO muda kaya raya delapan turunan.
Bagaimanapun, aku turun ke ruang tengah sambil memikirkan kata-kata barusan.
Apa yang Niro pikirkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Crushing Crush
Teen FictionNyaris semua tentang Niro adalah misteri tak terpecahkan. Terlalu banyak kemungkinan; terlalu sedikit kepastian. Bisa jadi cowok itu adalah anak mafia yang kabur karena ogah dijodohkan. Bisa jadi dia sebenarnya CEO muda-kaya raya yang hunting pasang...