VII - Tumbal

16 5 2
                                    

RUPANYA Nannaka serius soal ajakan pacarnya. Hari Sabtu pagi, kami kumpul di rumah besar cowok aneh itu sambil membawa perlengkapan menginap. Aku heran karena bawaan Nurina super sedikit.

"Ceritanya mau kencan buta?" tanya Nurina.

Mukanya sudah masam sejak kemarin, waktu kami menyepakati acara liburan ini. Anehnya, dia mau-mau saja ikut dengan alasan solidaritas.

Nurina aneh.

"Bukan gitu!" Nannaka langsung menggeleng kuat-kuat, rambutnya yang pendek sebahu berayun lembut seperti di iklan sampo. "Aka bilang dia diajak ayahnya ke vila mereka di luar kota. Boleh bawa temen biar ramai, mumpung hari Seninnya juga tanggal merah. Dia bawa temen cowok juga, kok."

"Ya, itu namanya kencan buta, geblek! Berapa temen cowok lu?"

"Empwat!"

Nurina menjawel pipi chubby Nannaka.
Kelihatan sekali dia cuma gemas dan cari-cari alasan mencubit gumpalan daging itu. Aku juga mau. Aku ikutan mencubiti pipi Nannaka yang bertekstur seperti paha ayam gemuk.

Aku jadi kangen ayam-ayamku yang sudah termutilasi dan masuk ke mangkuk saji. Kejadiannya bertahun-tahun lalu. Papa bilang ayam yang dipelihara sendiri lebih sehat, jadi dia mencoba memelihara tiga ekor.

Mereka lincah dan berisik. Aku membantu Mama mencabuti bulu-bulu ayam itu dan memutilasi mereka. Ayam-ayamku yang manis, kemudian menjelma jadi potongan daging.

Aku sudah lupa hidangan apa yang Mama masak waktu itu. Namun, aku ingat jelas daging ayamku. Semasa hidup mereka, kami menghabiskan waktu bersama.

Mereka peliharaan yang baik, tidak seperti makhluk aneh di gudang belakang yang sering minta tulang. Makhluk itu bukan anjing, tapi suka sekali melahap belulang. Aku mulai curiga dia sebenarnya jelmaan jin, tapi siapa peduli? Ada yang lebih penting dari itu sekarang!

Nurina menyikut pinggangku. Tapi, tanpa dia beritahu pun aku sudah membelalak duluan. Masalahnya bukan karena kegantengan pacarnya Nannaka, tapi cowok yang berjalan di sebelahnya!

Niro.

"Na, lu gak bilang Niro juga ikut?" Dari nada bicaranya, sepertinya Nurina memelototi Nannaka.

Niro memakai kaos lengan pendek dan celana jins biru gelap. Rambutnya lebih acak-acakan dan itu membuat pesonanya bertambah. Alasan pertamaku suka pada Niro bukan tampangnya, tapi berhubung dia tergolong ganteng, jadi aku menikmati berkah itu sesuka hati.

Niro ganteng dan sederhana. Di sebelahnya ada Akasha, pacarnya Nannaka yang berjaket denim dan berambut klimis. Dua cowok lain yang Akasha ajak adalah teman sekelasnya---nama mereka kurang penting, anggap saja Figuran 1 dan Figuran 2.

"Hai, cewek." Figuran 2 mulai sok akrab.

Aku tidak suka cowok yang gampang tebar pesona. Memangnya mereka tidak sadar pesona itu sebenarnya mahal? Kalau dipakai dengan baik bisa mempermudah hidup sampai ke tahap yang mengagumkan.

"Kalian gak nunggu lama, kan?" Akasha menarik kerah Figuran 2 sambil tersenyum pada Nannaka.

"Enggak, kok."

Nannaka menggamit lengan Akasha tanpa malu-malu. Padahal dia diawasi calon bapak mertua yang sedari tadi mengurusi mobil, tidak jauh dari posisi kami mengobrol tidak jelas.

"Oke, langsung jalan kalo gitu."

Sekali lihat saja aku tahu: aku akan suka bergaul dengan Akasha. Lebih suka lagi kalau dia bisa jadi batu loncatan agar aku lebih akrab dengan Niro.

Tidak harus jadi batu, sih. Jadi tumbal juga boleh. Tergantung situasinya saja nanti.

Niro membawa satu ransel dan satu tas pinggang. Telinganya disumpal earphone. Aku jadi punya alasan untuk ragu mengajaknya bicara. Lagi pula, aku sedang mengerahkan segala daya upaya yang kupunya untuk tetap bernapas. Keberadaan Niro bagai kejutan untuk jantungku yang lemah lembut dan mudah hancur kalau tidak dilindungi para tulang rusuk.

Sialannya, di mobil Niro malah menegurku lebih dahulu.

"Kamu ikut juga?" katanya.

Mendadak aku benci diri sendiri karena tidak sempat merekam perkataan Niro.

Sialan!

Aku mau menyeret Niro ke jalan dan nembak dia di sana, biar semua orang jadi saksinya!

Lebih sialannya lagi, karena pikiran kacau itulah mulutku malah menjawab dengan seenak jidat tanpa kompromi lebih dulu pada Tuan Otak.

"Mau nyari tumbal."

Aku mau mengubur diri di Segitiga Bermuda!

____________________🥀
~ to be continued ~

Bekasi, 7 September 2023

Crushing Crush Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang