Pondok pesantren Nurul Jannah kini sedang disibukkan dengan persiapan pernikahan Gus Aydan dengan Ning Zakiya Fatima Zaila, putri dari kiai Yusuf dan Nyai Fatimah pemilik pesantren terkenal yang ada dijogjakarta. Pertemuan mereka diawali dengan perjodohan hingga akhirnya mereka saling menerima dan menjalani taarruf selama lima tahun, kebetulan mereka saling menenal karena oranng tuanya bersahabat, dan pekenalan tersebut berubah menjadi cinta, apalagi saat Gus Aydan mengetahui kalau iya akan dijodohkan dengan ning Zaila gadis yang selalu di sebut dalam setiap sujudnya, apalagi ning Zaila adalah gadis bercadar, hafidzah 30 jus. Gadis berpendidikan yang saat ini baru melanjutkan di S2 di Yogyakarta.
Persiapan dengan mudah terselesaikan, karena juga dibantu para santri putra maupun putri yang kebetulan sudah kembali. Terlihat pelaminan yang sangat indah, berdiri kokoh di halaman dalem yang kebetulan luas. Sedangkan di dapur dalem, Yasmin, beberapa santri dan ustadzah Zahra serta ustadzah Nur sedang sibuk dengan bahan makanan yang akan disulap menjadi berbagai macam makanan untuk para tamu. Hilya hanya ditugaskan untuk memantau semua persiapan, yg mana harus dipersiapkan dengan benar, sebenarnya itu adalah tugas Nyai Rusydah tapi entah kenapa beliau memberi tugas tersebut pada Hilya.
Di sepertiga malam Kiai Fahri, terbangun karena mendengar isak tangis istrinya, Nyai Rusydah duduk dengan terbalut mukena putih di atas sajadanya dengan mengadahkan kedua tangannya.
“Ya Allah yang Maha Berkehendak, lancarkan pernikahan putra hamba besok semoga ketakutan yang menghantui fikiran hamba beberapa hari ini, tidak akan terjadi, hamba takut ya Allah, besok adalah hari dimana putra hamba Aydan Alaudin Akbari Syafi’i akan mengucapkan janji suci, ikatan pernikahan yang merupakan ibadah terpanjang. Restui mereka Ya Allah, Amin Ya Rabbal Alamin,”
“Umi, kita sudah berusaha, kita tidak melakukan kesalahan dalam syariat Islam, yang kita lakukan selama ini tidak salah, percayalah apapun yang terjadi nanti adalah kehendak Allah, Allah mempunyai jalan yang terbaik untuk hambanya, jangan berburuk sangka atas sesuatu yang belum pasti terjadi, semua akan baik-baik saja,” nasihat kiai Fahri yang sudah duduk di samping istrinya. Beliau sudah paham dengan sesuatu yang menggangu fikiran istrinya.
“Tapi kejadian dua tahun yang lalu, membuat hati nurani seorang ibu ini merasa gelisah abah,” ungkap Nyai Rusydah yang dibalas dengan pelukan hangat oleh suaminya.
“Turunkan Inaya ayah!” berontaknya dalam mobil putih dengan kecepatan tinggi.
“Diam Inaya, dari pada kamu membuang waktu kembali ke tempat itu lebih baik ayah nikahkan kamu dengan kawan ayah menjadi istri ketiganya, dia sangat kaya bukan hanya kamu yang diuntungkan dari pernikan itu tap ayah juga, apa kamu tidak ingin menjadi anak yang berbakti,” kata fauzi membuat Inaya semakin takut.
Iya semakin tidak mengenali laki-laki paruh baya yang sedang mengemudi itu, dia tidak seperti ayah yang Inaya kenal, ayah yang selalu memeberi perlindungan kepada kedua putrinya, tapi hari ini laki-laki yang disebut ayah itu akan membawa putrinya dalam masalah yang sangat besar. Apa iya pantas di sebut ayah, fikir inaya.
Inaya tetap berusaha untuk lepas dari gengaman ayah dan ibu tirinya itu, Inaya yang baru dua hari kembali ke pesantren setelah memutus mengabdi di sana, Fauzi dan Afifah membawa Inaya dengan paksaan. Mobil berhenti disebuah rumah mewah, Inaya dipaksa untuk memamasuki ruangan, di sana dua perempuan menghias Inaya sengan sangat cantik dengan gaun putih dan kerudung senada. Inaya terus memberontak, tapi tenaganya begitu lemah hingga akhirnya iya pasrah akan takdir yang allah berikan padanya.
Saat Inaya dibawa keluar oleh dua perias itu, betapa terkejutnya Inaya melihat Fauzi, dan Afifah yang diamankan oleh polisi sedangkan calon suami Inaya yang umurnya sama dengan ayahnya sudah kabur, ternyata Kiai Fahri, Nyai Rusydah dan para ustad di pesantren Nurul Jannah datang untuk menyelamatkan Inaya. Netra nyai Rusydah tertuju pada Inaya yang sedang berdiri tidak jauh darinya, sedangkan dua perias itu sudah lari entah kemana. Nyai Rusydahpun langsung menghampiri Inaya dan memluknya, tangis Inayapun pecah dalam pelukan hangat itu.
“Umi, sa-saya ta-ta-kut,” ungkap Inaya
“Tenang putriku ada umi di sini, semua akan baik-baik saja,”
“Aku ayah kandung Inaya, kalian tidak punya hak melarang pernikahan ini,” teriak Fauzi dengan wajah merah berusaha lepas dari cengkraman dua polisi, begitupun dengan istrinya itu.
“Ayo kita selesaikan di kantor polisi pak,” seru salah satu polisi itu.
“Fahri, kamu sudah menghancurkan pernikahan putriku, hari ini aku bersumpah, aku akan menghancurkan pernikahan keturunanmu, aku tidak pernah bermain-main dengan perkataanku, kiai gadungan,” perkataan Fauzi membuat Kiai Fahri dan Nyai Rusydah mengusap dadanya sambil beristigfar.
“Doa yang buruk akan kembali pada dirimu sendiri pak, jangan menghina kiai saya,” balas ustad Ya’kub yang merasa tidak terima gurunya dihina di depan banyak orang, kebetulan para tamu undangan di situ belum ada yang bubar.
“Ha ha ha ha ...”
“Inaya, aku adalah ayahmu, kamu tega membiarkan ayahmu sengasara nak,” ucapan lembut Fauzi membuat Inaya langsung mendekati ayahnya itu meskipun ada rasa takut dalam dirinya.
“Ayah, aku putrimu kan?” tanya Inaya dengan air mata yang terus mengalir, Fauzi mulai menganggukan kepala matanya mulai berkaca-kaca. Sekejam apapun dia, dia adalah seorang ayah yang sedang dihadapkan dengan putri kecilnya yang begitu iya manjakan.
“Apa ayah berkata jujur, kalau ayah memang ayah Inaya, kenapa Inaya merasa takut berada di dekat ayah, ayah yang selalu menjadi pelindung Inaya sudah tidak ada, Inaya merasa terancam berada di dekat ayah, kenapa ayah menjadi orang jahat sekarang,” ungkap Inaya membuat Fauzi bungkam ada air mata yang sedang iya bendung, tapi keserakahan akan harta seakan menghilangkan kasih sayang pada putrinya itu.
“Inaya! Apa kamu ingin menjadi anak durhaka, kamu sudah menghina ayahmu,” balas Afifah yang sedari tadi hanya diam.
”Inaya bukan anak durhaka tante!” teriak Inaya.
“Ustadzah Hilya, ustadzah kenapa, bangun ustdazah,” santri yang bernama Tika pengurus ibadah yang sedang membangunkan santri untuk salat tahajud dikejutkan dengan teriakan ustadzah Hilya yang mengigau dalam tidurnya, kebetulan saat itu iya menemani ustadzah Nur di kamarnya yang sedang sakit, dimana kamarnya berdekatan dengan kamar Hilya.
“Astarfirullaheladzim,” ucap Hilya saat sadar dalam tidurnya.
“Apa ustadzah baik-baik saja,” tanya Tika
“Saya baik Tika, terima kasih sudah membangunkan,”
KAMU SEDANG MEMBACA
HILDAN
Teen Fiction"Setidaknya katakan sesuatu pada saya gus," ucapan Hilya bagaikan angin lalu, Gus Aydan mulai mengotak atik ponselnya. "Gus, saya tahu, ada sesuatu yang terjadi di sini, jangan hanya diam gus saya butuh penjelasan," pinta Hilya tapi dengan respon y...