3. jebakan.

2.5K 253 11
                                    

"AKSARA!"

Teriakan nyaring menggema namun Aksa tampak acuh, anak itu berjalan lunglai sedikit menyeret kakinya, tubuh mungil Aksa tenggelam dalam hoodie yang digunakannya.

Janu berlari menghampiri Aksa yang masuk kedalam kelas, ini baru hari kedua mereka bersekolah tapi tumben sekali wajah Aksa terlihat murung, sorot matanya tampak sendu dan lingkaran dibawah mata terlihat jelas, Aksa juga memakai masker tak seperti biasanya

"Lo kenapa?" Tanya Janu merasa heran, anak itu akan melepaskan masker Aksa namun Aksa telah lebih dulu menahannya.

"Gue gapapa, cuma gak enak badan aja" bohong Aksa yang tak dipercayai oleh Janu sama sekali.

Mereka bersahabat sudah bukan satu atau dua tahun, mereka bersahabat sudah lama dan Janu sedikit tahu tentang kehidupan Aksa yang menyeramkan, anak itu menyingkap lengan hoodie yang menutupi tangan mungil Aksa, terlihat jelas ada bekas guratan berdarah yang sudah di obati.

"Lagi?" Tanya Janu yang tak mendapatkan respon sama sekali, Aksa segera menarik tangannya, ia masih memikirkan bagaimana hari ini mendapatkan uang sedangkan Aksa kemarin tak membuat kue itu artinya Aksa harus mencari pekerjaan untuk hari ini saja setidaknya ia tak pulang dengan tangan kosong.

"Aksa!" Tegur Janu ketika melihat Aksa yang malah melamun.

"Apasih, gue baik-baik aja lagian ini cuma kegores sedikit!" Elak Aksa dengan tatapan tajam, yang tak dipercayai sama sekali oleh Janu.

"Meskipun lo bilang enggak, tapi gue gak percaya, gue gak bodoh Aksa lo pasti di siksa- hmmmpppp!"

"Jangan kenceng-kenceng!" Kesal Aksa membekap mulut sahabatnya, anak itu mendelik kesal pada Janu yang menampilkan raut wajah datar.

"Ibu juga hukum gue karena gue nakal, ini salah gue"

Tertanam dalam diri Aksa bahwa ketika Ibu menyiksanya itu berarti Aksa yang berbuat nakal dan membuat ibu marah, setiap cambukan yang dilayangkan pada tubuhnya menjadi pertanda bahwa Aksa telah mendapatkan hukuman yang setimpal.

Otak Aksa sudah teracuni dengan kata-kata dari ibu yang selalu beranggapan bahwa Aksa hanyalah benalu yang tak sepatutnya membuat wanita itu marah.

"Sa, gak ada namanya hukuman kasih sayang kalau hukuman itu nyiksa fisik lo!" Ucap Janu sedikit berbisik, anak itu geram sekali, ia sudah tak tahan melihat bagaimana tubuh sahabatnya yang semakin hari semakin kurus dan tak terawat.

Padahal jika dilihat dari rumahnya, rumah Aksa cukup mewah, ibu Aksa juga tak memiliki anak lagi selain Aksa tapi wanita itu selalu saja menganggap Aksa sebagai benalu.

Kenapa Aksa dirawat jika hanya untuk di siksa? Kenapa ibu tidak memberikan saja Aksa pada orangtua yang lebih bertanggung jawab?

"Siksaan ya siksaan, gak ada namanya siksaan kasih sayang, itu semua bohong, lo bisa tinggal sama gue Sa, mommy pasti nerima kehadiran lo, dia juga udah terlanjur sayang sama lo!"

Bujuk Janu entah yang keberapa kalinya namun Aksa akan tetap pada pendiriannya, baik buruk ibu dia tetaplah wanita yang telah merawat Aksa. Meskipun tak pernah sepenuh hati namun Aksa begitu menyayangi ibunya, hanya ibu satu-satunya orang yang Aksa miliki sekarang.

"Gue gak bisa Janu, maaf"

Janu menghela nafas kasar, anak itu langsung saja berdiri dan meninggalkan kelas, setelah mendapatkan penolakan dari Aksa entah kenapa hatinya merasa kecewa, padahal Janu begitu menyayangi sahabatnya ia ingin Aksa tak lagi mendapatkan kekerasan namun anak itu masih saja mau bertahan dengan segala rasa sakit pada fisik dan mentalnya.

Aksa menatap kepergian Janu dengan tatapan sendu "Maaf, gue mau gak ngerepotin lo terus Janu..."




*********




AKSARA MAHENDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang