Rasa - 11

9 0 0
                                    

Hari pertama masuk sekolah setelah liburan. Fiki mulai menggantikan Fikri untuk masuk sekolah, dia harap saudaranya itu bisa segera siuman.

"Fik!" Sebuah panggilan membuat Fiki menoleh.

"Baru dateng?" Rey berjalan di sampingnya, Fiki mengangguk.

"Dor!"

Seorang cewek berpita merah putih berdiri tepat di hadapan mereka. Senyumnya mengembang melihat Fiki.

Fiki sedikit terkejut dan tersenyum tipis. Dia tebak kalau cewek di hadapannya ini adalah Ilma yang sering Fikri ceritakan padanya.

"Kaget ya aku masuk SMP ini. Kejutan!" Ucapnya.

Fiki menatap bingung dan menatap Rey.

"Dia bilang rahasia katanya, mau kasih lo kejutan."

Fiki baru paham, sepertinya Fikri tidak tahu kalau Ilma masuk kesekolah yang sama dengannya. Fiki tersenyum getir, pasti Fikri bahagia kalau tahu Ilma masuk sini.

Fiki mengusap kepala Ilma tanpa sadar membuat Ilma terdiam. Pipi Ilma memerah seketika karena perlakuan Fiki.

Fiki membayangkan raut bahagia Fikri ketika melihat Ilma saat ini. Ilma tersenyum bahagia menatap Fiki.

Dia cantik Fik, seperti yang lo bilang. Batin Fiki.

"Belajar yang rajin." Ucap Fiki dan melangkah pergi bersama Rey.

Ilma menangkup pipinya yang terasa panas dan berusaha menormalkan debar jantungnya.

***

Rasa khawatir ketahuan selalu menyelimuti Fiki, apa lagi soal tulisan tangan menjadi tantangan tersendiri untuk dirinya karena tulisan tangannya dengan Fikri lumayan berbeda.

Tulisan tangannya tidak sebagus milik Fikri.

Jam istirahat berbunyi Fiki merasa lega karena tidak perlu terlalu lama duduk di kelas dan mengobrol dengan teman sekelasnya karena takut mereka curiga. Dia segera mungkin menuju perpustakaan, anggaplah sebagai tempat persembunyiannya daripada dia harus ke kantin.

"Kak Fikri mana?" Tanya Ilma memegangi segelas pop ice coklat kesukaan Fikri.

Rey dan yang lainnya menoleh. "Ga ada." Jawab Rey kemudian lanjut mengobrol mengabaikan Ilma.

Ilma mendengus kecewa, dia belum terlalu akrab dengan teman sekelas. Dia pikir ada Fikri yang bisa menemaninya, tapi Fikri pun tak terlihat ke kantin.

"Dia kemana?" Gumam Ilma.

Ilma memutuskan untuk kembali ke kelas. Es coklat ditangannya sudah mulai tak dingin, Ilma menatap sedih karena tidak bisa memberikannya pada Fikri padahal dia sudah mengantri cukup panjang.

Ilma menunduk lesu.

Dug!

Ilma merasa menabrak sesuatu, dia pun mendongak dan terkejut menatap cowok dihadapannya.

"Kak Fikri!" Ucapnya, raut sedihnya hilang digantikan raut bahagia karena bertemu seseorang yang dia cari.

Fiki sama terkejut menatap Ilma. Dari sekian banyak manusia yang ingin Fiki hindari yang paling pertama adalah Ilma, tapi semesta berkehendak lain dan malah mempertemukan Fiki dengan Ilma. Fiki langsung berubah menjadi mode Fikri.

Ilma tersenyum lebar. "Akhirnya ketemu juga."

Fiki mau tidak mau pun tersenyum, karena dia selalu membayangkan pasti Fikri akan tersenyum juga ketika bertemu Ilma.

Fiki menatap es coklat ditangan Ilma, Ilma terkesiap dan langsung menyembunyikan dibelakang tubuhnya.

Fiki tersenyum dan mendekat pada Ilma untuk mengambil es dibalik tubuhnya. Ilma menahan nafas ketika Fiki mendekat padanya, sangat dekat bahkan dirinya seperti akan dipeluk. Jantung Ilma berdebar cepat.

Fiki mengambil es coklat dari Ilma dan meminum es coklat itu. "Makasih." Ucapnya. Fiki tahu pasti Ilma membelikan es coklat itu untuk Fikri, karena Fikri sangat menyukai coklat.

Ilma tak kuasa menahan senyumnya, melihat Fiki. "Kakak ganteng banget." Ucapnya tanpa sadar.

Uhuk!

Fiki tersedak es yang dia minum saat mendengar ucapan Ilma. Ilma terkejut, dia langsung mendekat dan memegang dada Fiki.

"Kakak gapapa?" Tanya Ilma. Menepuk pelan dada Fiki sambil menatapnya cemas.

"Pelan-pelan kak minumnya." Ucap Ilma khawatir karena Fiki sampai tersedak.

Fiki menatap Ilma dan kini tatapan mereka bertemu. Debaran jantung dari masing-masing mereka berdebar cepat dan waktu seakan melambat.

Fiki terpaku menatap Ilma yang begitu dekat dengannya. Dia baru menyadari, selain keceriaan dan kehangatan hati Ilma, Ilma sangat cantik. Fiki berharap waktu dihentikan untuknya agar lebih lama menatap Ilma.

Ilma mundur selangkah, menangkup pipinya yang terasa panas dan berlari segera menuju kelas. Sungguh Ilma sangat malu karena bertatapan begitu lama sampai membuatnya blushing.

Kenyataan begitu pilu, bahwa semua ini harus terjadi. Ilma tidak menyadari kalau dihadapannya adalah Fiki bukan Fikri.

Ilma jelas menyukai Fikri bukan Fiki. Fiki menatap kepergian Ilma yang kian menjauh. Dia tersenyum sedih harus berdiri diantara takdir yang tidak seharusnya.

"Gue harap lo cepet sadar Fik. Sebelum ini terlalu jauh." Ucap Fiki seraya membuang wadah es coklat yang sudah habis di minumnya, dia berjalan menuju kelas.

-to be continued-

Jangan lupa vote dan komen yaa:)

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang