Prolog

110 8 6
                                    

Berjalannya waktu mengubah semuanya. Tak dipungkiri kalau semesta terus menggulir waktu, waktu hanya sesingkat ini.

Harapan dan perasaan yang terus dilanda gejolak tidak ada yang bisa menebak akan seperti apa nanti kedepannya. Rasa sakit dan rasa bahagia yang tidak bisa diungkapkan. Keinginan yang tulus, berharap kebahagiaan bisa dirasakan ditengah bayangan rasa bersalah.

Semua ini menjadi awal untuk semuanya menerima keadaan yang sekarang.

***

Seorang gadis melangkah cepat menuruni tangga, senyuman merekah cerah diwajahnya. Ilma begitu semangat menghampiri Rey–kakaknya. "Rey!" Panggilan Ilma mengagetkan Rey yang tengah serius dengan lukisannya.

"Ish Ilma, gambar gue hampir ke coret!" Rey kesal. Ilma tersenyum tak peduli dan duduk disamping Rey. "Sorry hehe, oh iya besok acaranya apa?"

Rey melanjutkan lukisannya. "Makanya ikut Orientasi biar tahu." Ilma menyilangkan tangannya di dada sembari mencebikkan bibirnya. "Gue juga penginnya gitu tapi kan mamah nyuruh ikut bimbingan dan pihak sekolah gak masalahin." Ilma menjelaskan.

"Besok upacara penerimaan siswa baru, pake seragam dan atribut lengkap, jangan telat!"

Ilma hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Rey adalah salah satu panitia acara Orientasi kemarin, jadi dia tahu informasi mengenai sekolah.

"Udah sana pergi. Ganggu aja lo." Usir Rey tanpa menoleh. Ilma menatap sebal Rey. Baru hendak pergi, pikiran jahil pun terbesit dikepalanya Ilma. Ilma menoel cat perwarna dimeja dan mencoretkannya pada pipi Rey. Tahu kan apa yang terjadi.

"Ilma!"

Yap, teriak Rey. Ilma langsung berlari dengan tawa kencangnya.

Kesal dan panik, tapi Rey juga bernafas lega karena Ilma mencoret pipinya bukan lukisannya. Rey sungguh tak membayangkan kalau dirinya harus mengulangi yang ke lima kalinya jika ini gagal.

***

Rey menatap heran kelakuan Ilma yang sedari tadi tidak bisa diam dan memanggil dirinya hanya untuk bertanya hal yang sudah dia jawab berulang kali.

"Udah rapih belum?

"Gue di kelas apa deh?"

"Gu-"

"Udah sana baris. Sini tas lo." Rey meminta tas Ilma.

"Buat apa?" Tanya Ilma bingung. "Tuh yang lain udah para baris, lo mau baris pake tas?" Jelas Rey.

Ilma menepuk dahinya. "Oh iya lupa." Ilma menyengir kemudian melepas tasnya dan memberikan tasnya pada Rey.

"Temuin gue nanti dikantin buat ambil tas lo." Ucapnya.

Ilma mengangguk dan memegang tangan Rey, hendak mencium tangan Rey tapi dengan cepat Rey menarik tangannya, Rey menatap geli Ilma. "Jijik lo!" Ilma terkekeh. "Gemes gue sama lo."

Ilma melangkah pergi untuk mencari barisan kelasnya. Rey menuju ke kantin untuk berkumpul dengan temannya.

"Rey!" Bara sahabat Rey melambaikan tangan dari jauh, disana juga ada Steve. Mereka sudah menunggu Rey di kantin.

Rey menaruh tas Ilma di sebelahnya. "Eh, tas pink punya siapa nih?" Tanya Bara melihat Rey meletakan tas milik Ilma.

"Punya anak bebek." Rey mengatakan dengan datar. "Anak bebek?" Bara dan Steve bersamaan.

"Bercanda aja lo Rey. Punya cewek lo, ya?" Ucap Bara.

"Fikri mana?" Rey mengalihkan topik. "Belum dateng." Jawab Steve.

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang