Rasa - 20

7 0 0
                                    

Kicau burung menyambut pagi yang begitu cerah. Cahaya matahari masuk disela-sela gorden yang sedikit tersingkap, membuat seseorang yang bergelung di kasur memerjapkan matanya karena silau.

Ilma merenggangkan tubuhnya bangun dari tidur. Tubuhnya terasa bugar setelah melakukan terapi kemarin bersama ibunya.

Ilma turun dari kasur dan melangkah turun kebawah.

Sudah dua tahun berlalu. Ilma belajar melepas semua hal tentang Fikri, dia menyibukkan diri dengan aktivitas disekolah dan diluar sekolah. Mama Dysa sedikit khawatir Ilma kelelahan makanya sesekali mama Dysa mengajak Ilma terapi jasmani dan rohani agar Ilma tetap sehat walaupun banyak aktivitas.

Ilma sudah baik-baik saja, dia tidak sepenuhnya melupakan dia hanya mencari hal untuk mengalihkan pikirannya. Mulanya memang tidak mudah bahkan dirinya sering terisak menangis tapi bergulirnya waktu dirinya mulai membaik.

Kini Ilma sudah kelas tiga SMP dan Rey sudah kelas satu SMA. Walaupun berbeda sekolah Ilma masih sering berangkat bersama dengan Rey, karena SMA Rey melewati SMP Ilma.

Ilma tumbuh menjadi gadis yang cantik dan tubuhnya sudah tidak gembul lagi karena dia mulai menjaga penampilan.

Bicara sedikit soal Fikri Ilma sempat mendengar dari Rey, kalau Fikri masuk SMA yang sama dengan Rey. Setelah memutuskan homeschooling Fikri sudah kembali kesekolah normal.

Ilma tak merespon banyak, dia bahagia dengan kabar baik itu. Tapi dia berpura-pura mengabaikan semua hal soal Fikri walaupun sebenarnya di lubuk hatinya dia sangat ingin bertemu dan berteman seperti dulu.

Mungkin bukan sekarang waktunya.

Ilma tersenyum menghampiri mama Dysa. "Pagi mah." Sapanya pada mama Dysa yang sedang menyiapkan sarapan.

Mama Dysa tersenyum. "Pagi sayang. Cuci muka dulu." Ucapnya.

Ilma berjalan kearah kamar mandi dibawah.

Rey keluar dari kamarnya dan sudah siap dengan pakaian basketnya.

"Pagi mah." Sapa Rey mencium pipi mama Dysa dan duduk dimeja makan.

Mama Dysa tersenyum dan mengusap pelan kepala Rey.

Ilma keluar dari kamar mandi dan kembali ke meja makan.

"Lo ga sekolah?" Tanya Rey sambil mengoles selai di roti tawarnya. Ilma mengangguk dan menggigit roti tawarnya.

"Mah, Ilma bolos?"

Mama Dysa yang kebetulan sedang berjalan untuk sarapan bersama, mengangguk mengiyakan.

Rey menatap bertanya. "Kenapa?"

"Hari ini Ilma mau kencan sama ayah." Ucap Ilma.

Rey terkejut karena ucapan Ilma. "Ayah pulang? Kok Rey gak dikasih tahu ayah pulang?" Ucapnya.

Mama Dysa dan Ilma saling pandang.

Rey mendengus sebal. Jika tahu ayah akan pulang Rey memilih untuk jadi pemain cadangan saja bukan pemain inti. Jadi Rey bisa terlambat sedikit demi ikut dengan ayah.

Karena kemampuan Rey dalam bermain basket membuatnya terpilih mengikuti tournament sebagai anggota inti bersama kakak kelasnya dan dia menjadi anggota termuda di tim.

Namun dibanding ikut tournament dia lebih memilih bertemu ayah yang paling utama, karena waktunya bersama ayah Bagas adalah waktu penting dalam hidupnya.

Rey menyelesaikan sarapannya dengan cepat. "Aku berangkat." Ucapnya menyalami mama Dysa dan keluar rumah dengan wajah muram.

Mama Dysa dan Ilma saling tatap dan terkekeh bersama.

Hari ini sebenarnya ayah, mama, dan Ilma menyempatkan waktu untuk mendukung Rey karena akan mengikuti tournament basket, Ilma sengaja tidak masuk sekolah juga karena ingin mendukung Rey. Mama Dysa tentu saja ikut namun dia akan datang terlambat karena harus mengurus kantor dulu, jadi Ilma akan berangkat bersama ayah menuju tournament. Semua sengaja tidak memberitahu Rey karena ingin memberikan Rey kejutan. Mama Dysa dan Ilma sudah tahu Rey akan kesal karena tidak ada yang memberitahunya kalau ayah pulang.

"Kamu siap-siap dulu, ayah sedang dalam perjalanan." Ucap mama Dysa dan diangguki Ilma yang melangkah ke kamar setelah menyelesaikan sarapannya.

Ilma sangat menyayangi kedua orang tuanya karena setiap ada hal penting baik Ilma maupun Rey mereka selalu menyempatkan waktu untuk mendukung anaknya.

Ilma bersegera untuk siap-siap agar nanti tidak terlambat sampai di tournament.

Ayah Bagas mencium kening mama Dysa setelah sampai dirumah, Ilma memeluk ayahnya erat.

"Udah siap?" Tanya ayah Bagas dengan senyuman menatap putrinya.

Ilma tersenyum dan mengangguk. "Udah yah."

"Kamu bareng Ilma ya, aku ke kantor dulu setelah itu aku menyusul kesana." Ucap mama Dysa.

Ayah Bagas tersenyum dan mengangguk paham. Ayah berjalan bersama Ilma masuk ke mobil. Mama Dysa juga menaiki mobilnya. Mereka melaju keluar dari garasi rumah.

"Yah, sepulang dari tournament kita jalan-jalan, ya? Sama mama dan kak Rey juga."

"Langsung?" Tanya ayah Bagas. Ilma mengangguk.

Ayah Bagas lagi-lagi tersenyum dan mengangguk, mengiyakan permintaan Ilma putri kecilnya yang sangat dia sayangi.

Ayah Bagas merasa bersalah karena pekerjaannya membuat dirinya hanya bisa meluangkan waktu setahun sekali, perbatasan wilayah sedang ada konflik membuatnya sibuk turun lapangan menjaga perbatasan.

Bersyukur hari ini ayah bisa meluangkan waktu untuk keluarganya dan untuk anak sulungnya. Dia bertukar tugas dengan kawannya, karena sebelumnya pun ayah pernah bertukar tugas saat istri kawannya melahirkan.

Ilma tersenyum bahagian karena dia bisa jalan-jalan bersama keluarganya dengan formasi lengkap. Ilma mengeluarkan tape recorder yang pernah ayahnya kasih berisikan lagu-lagu kesukaan Ilma. Ayah Bagas tersenyum menatap Ilma tengah mendengarkan musik di telinganya.

Jalanan begitu sepi mungkin karena ini bukan weekend, membuat ayah Bagas sedikit menambah kecepatan agar cepat sampai ditujuan.

Gemericik hujan turun tiba-tiba, mobil ayah memasuki wilayah berbeda. Sering terjadi demikian, satu sisi tidak hujan satu sisi hujan.

Ilma menatap kesamping karena gemericik air yang begitu deras. Langit pun menjadi gelap karena hujan yang kian deras. Ayah menyalanya wiper dan menurunkan kecepatan laju mobilnya.

Klotak!

Handphone ayah jatuh kebawah karena tersenggol tangannya sendiri. Tangan Ilma terulur mengambilkan handphone ayah. Suasana sunyi tiba-tiba. Ayah tersenyum karena Ilma mengambilkan handphonenya.

Terdengar bunyi klakson berbunyi kencang, dari arah sisi ayah sebuah tronton melaju kencang diiringi bunyi klakson yang tiada henti. Mata Ilma melebar ditengah dirinya melihat senyuman ayahnya yang seakan tidak mendengar bunyi tlakson diluar.

Brakk!!!

Tronton menabrak kencang mobil ayah Bagas, kejadian itu begitu cepat membuat penglihatan Ilma menggelap seketika. Disaat terakhir dirinya menutup mata Ilma merasakan dekapan kuat pada tubuhnya.

Deg

Deg

Deg

Tiiiiiiitt———

To be continued

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang